SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Jumat, 15 April 2016

DALAILUL KHAIRAT

Mengenal kitab Dalail Khairat


Dalail Khairat merupakan kitab yang berisi tentang shalawat kepada Nabi, kitab kecil atau yang lebih akrab disebut ‘kutaib’ tersebut merupakan karya ulama Maroko. Negara yang berada dikawasan Afrika Utara ini memang masyhur akan ulamanya, terlebih dikalangan pondok pesantren yang sebagian besar telah menelaah dan sering membaca shalawat Nabi terlebih kitab Dalail Khairat.

Adapun kitab “Nailul Masarat fi Tashih Dalail Khairat”
yang ingin penulis sampaikan adalah kitab tersebut telah ditashih (pembetulan) oleh KH. Ahmad Basyir. Pada halaman 5, Beliau mengatakan karena saking banyaknya cetakan, terdapat banyak kekeliruan yang akibatnya merubah makna. Untuk itulah niat Beliau meluruskan pemahaman dengan meminta pertolongan Allah SWT. Adapun sanad Beliau adalah sebagai berikut: 


KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus, dari
Syeh Yasin Jekulo Kudus dan Syeh Muhammadun Pondohan, dari
Syekh Muhammad Amir bin Idris Pekalongan, dari
Syekh Muhammad Mahfudz Makah,,, sampai
Syekh Sulaiman Al-Jazuli Marakech Maroko

KH AHMAD BASYIR KUDUS

Ulama Kharismatik Kudus, KH Ahmad Basyir (Mbah Basyir) Wafat

Innalillahi wainna ilaihi raajiuun, ulama kharismatik yang juga Pengasuh Pesantren Darul Falah Jekulo, Kudus , Jawa Tengah, KH Ahmad Basyir wafat Selasa (18/3), pukul 00.10 WIB di Rumah Sakit Islam Kudus. Menurut rencana, jenazah Mustasyar PCNU Kudus tersebut akan dimakamkan Selasa hari ini pukul 14.00 di pemakaman umum Dusun Kauman, Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo.

Ribuan pelayat sudah memenuhi kediaman almarhum di Dukuh Mbareng, Jekulo Kudus. Bahkan sejak Selasa pagi , para pelayat sudah menshalati jenazah almarhum secara bergelombang di komplek pesantren Darul Falah setempat. Sekretaris MWCNU Kecamatan Jekulo H Zusni Anwar mengatakan, KH Ahmad Basyir merupakan sosok ulama kharismatik yang memiliki ribuan santri. Ulama yang sering disapa Mbah Basyir ini juga dikenal sebagai guru dan pemberi ijazah (mujiz) Dalailul Khairat. 
Banyak para santri kudus dan luar kudus yang nyantri di situ. Dan hampir semua Tokoh NU, juga Tokoh Nasional mengenal Beliau.

Berikut Biografi singkat KH Ahmad Basyir (Mbah Basyir) Pengasuh pondok pesantren Darul Falah,Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kudus

 

Salah satu pondok pesantren besar di Kabupaten Kudus adalah pondok pesantren Darul Falah. Pesantren salaf yang terkenal dengan Thariqah Dalail al-Khairat ini berlokasi di  Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kudus. Wilayah Kecamatan Jekulo termasuk dalam wilayah “Kudus Wetan”.

Pondok pesantren yang didirikan oleh KH Ahmad Basyir pada tahun 1970 ini memegang teguh ajaran Dalail al-Khairat dengan ciri khas puasa bertahun-tahun. Pondok pesantren Darul Falah memiliki motto “Njiret Weteng, Nyengkal Mata” yang memiliki makna ''Masa muda bersusah payah, maka pada saat tua akan menemukan kesuksesan. Sengsara itu berarti berani lapar, berani bangun tengah malam, dalam artian untuk belajar.'' Motto kalimat ini bersumber dari petuah Sunan Kalijogo dalam salah satu Kitab Jawa yang menyerukan para santrinya untuk berperilaku prihatin dan bersahaja (tidak mementingkan kenikmatan lahiriah).

Ajaran tersebut menjadi salah satu dasar dari ajaran Dalail al-Khairat yang dikembangkan di pesantren Darul Falah. Dalail al-Khairat adalah salah satu ijazah dengan ciri khas puasa bertahun-tahun, yang di kalangan masyarakat awam dikenal dengan sebutan puasa dalail. Ijazah Dalail al-Khairat ini pula yang menjadi ciri khas Pesantren Darul Falah.

Santri-santri yang belajar di Pesantren Darul Falah ini berasal dari berbagai daerah, yaitu: Kudus, Jepara, Demak, Kendal, Cirebon, Jakarta, Tangerang, Banten, dan sejumlah kota di Sumatera. Pesantren Darul Falah menerapkan metode pembelajaran perpaduan antara sistem tradisional dan sistem modern. Penggunaan sistem tradisional, berlangsung pada proses pengkajian kitab salaf dengan cara bandongan dan sorogan. Metode modern diadopsi dengan adanya pengelompokan santri sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Dalam perkembangannya pada tahun 2004 untuk memudahkan pengelolaan, kepengurusan pondok pesantren dipecah menjadi empat, yakni Darul Falah I, II, III, dan IV. Darul Falah I dan II diperuntukan bagi santri putra, sedangkan Darul Falah III dan IV untuk santri putri. Kegiatan belajar para santri terdiri atas kegiatan harian, mingguan, dan selapanan atau bulanan. Kegiatan harian meliputi program tahfidh Alquran untuk santri putri, jamaah shalat, tadarus, kajian kitab, sekolah pagi, musyawarah wajib, musyafahah Alquran, takhashshush An-Nasyri dan diakhiri qiyam al-lail.

Salah satu jargon yang sangat Terkenal dari KH. Basyir (Mbah Kung) adalah petuah beliau yakni “dadi santri iku kudu sabar, ngalah, nrimo, loman”. Bagi para santri jargon tersebut memiliki nilai filosofis yang sangat dalam mengingat tirakat dan riyadhah yang sehari-harinya mereka alami di ponpes Darul Falah ini.

Demikian biografi singkat mbah Basyir kudus, semoga bermanfaat

MANAQIB JAWAHIRUL MA'ANY

 

Manakib itu adalah kisah/sejarah hidup dari para kekasih2 Allah…seperti Manakib Syeh Abdul Kodir Jaelany (Jawahirul Ma’any) berisi Kisah hidup dari Syeh abdul Kodir Jaelany. Apabila ada orang yg mengatakan Bid’ah cukuplah dgn menjawab bahwa kami orang2 yg beriman & bertakwa kpd Allah SWT (Muslim) diperintahkan untuk mencari washilah atau perantara Kepada_Nya (Perkara yg bisa mendekatkan diri kpd Allah secara Mutlak) seperti dijelaskan dlm tafsir Showi juz 1 hal.33
    ياأيهاالذين أمنواإتّقواالله وابتغواإليه الوسيلة (وابتغاءالوسيلة مايقرّب إليه إطلاقا. ومن جملة ذالك محبة أنبياء الله تعالى وأوليائه والصدقة وزيارة أحباءالله وكثرةالدعاء وكثرة صلة الرحم وكثر

Kurang lebih artinya : “Hai orang-orang yg beriman, bertakwalah kpd Allah Ta’ala dan carilah washilah (perantara) kepada_Nya”. Mencari washilah adalah semua perkara yg bisa mendekatkan kepada Allah secara mutlak. Sebagian dari hal tersebut adalah cinta kpd Nabi-nabi Allah Ta’ala, cinta kpd Wali-walinya, bersedekah, ziarah kpd kekasih Allah, memperbanyak do’a, memperbanyak Silaturrahmi kerabat family, memperbanyak dzikir dll..


Membaca Manakib menurut kitab tafsir showi adalah termasuk termasuk tawasul sedangkan menurut Imam Ghozali adalah termasuk ibadah dan menurut Syeh Ahmad Jauhari Umar membaca sholawat & hadroh fatihah untuk mereka termasuk cinta kpd Nabi2 Allah SWT. Membaca Hadroh dan membaca manakib (kisah Syeh Abdul Kodir Jaelany atau lainnya) termasuk cinta kpd Wali2Nya. Pada dasarnya kita mengharapkan Ridho Allah SWT. dan semoga kita termasuk orang2 yg diridhoi_Nya… Amin.

Selasa, 12 April 2016

BIOGRAFI MBAH MANGLI

Mengenal KH. Hasan As’ari /Mbah Mangli Yang dikaruniai Karomah Melipat Bumi


Bagi orang Jawa Tengah, khususnya daerah Magelang dan sekitarnya, nama KH Hasan Asy’ari atau yang biasa disebut mbah Mangli hampir semua orang mengenalnya. Beliau adalah  sosok kyai yang sederhana, waro’, penuh karomah dan wibawa.

Menurut Gus Miek, walau Mbah Mangli memiliki banyak usaha dan termasuk orang yang kaya-raya, namun Mbah Mangli adalah wali Allah yang hatinya selalu menangis kepada Allah, menangis melihat umat dan menangis karena rindu kepada Allah.

KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli adalah mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN).
Meski terkenal di mana-mana, beliau selalu hidup sederhana. Beliau sering diundang ke sana ke mari untuk mengisi pengajian. Pada saat mengisi pengajian, di mana pun ia dan dalam kondisi apa pun, Mbah Mungli tidak pernah memakai alat pengeras suara, meskipun jamaahnya sangat banyak, hingga berbaris-baris dengan jarak yang cukup jauh. Namun, masyarakat tetap sangat menyukai isi pidatonya dan mendengar suara beliau walau tanpa pengeras suara dan jaraknya cukup jauh.

Kadang panitia sengaja menyelipkan amplop uang kepada Mbah Mangli, namun beliau dengan halus menolaknya, dan biasanya beliau mengatakan: “Jika separoh dari jamaah yang hadir tadi mau dan berkenan menjalankan apa yang saya sampaikan tadi, itu jauh lebih bernilai dari apapun, jadi mohon jangan dinilai dakwah saya ini dengan uang, kalau tuan mau antar saya pulang saya terima, kalau kesulitan ya gak papa saya bisa pulang sendiri”

Mbah Mangli dikaruniai karomah “melipat bumi” yakni bisa datang dan pergi ke berbagai tempat yang jauh dalam sekejap mata. Di sisi lain, beliau dikenal sebagai seorang yang memiliki kemampuan psikokinesis tinggi. Misal, dia dapat mengetahui tamu yang akan datang beserta maksud dan tujuannya. Seperti orang yang bermaksud untuk makan jeruk bersilaturrahim pada rumah Mangli. Dia menyambut dengan memberikan jeruk. salah satu wejangannya adalah: “apik ning menungsa, durung mesthi apik ning Gusti”

Langgar Linggan
Bangunan itu sederhana saja. Ukurannya tidak terlalu besar, tetapi tampak demikian kokoh dan bersih terawat baik. Di sekelilingnya terdapat banyak pepohonan rindang, sehingga membuat suasana terasa sejuk dan nyaman. Warga menyebutnya Langgar Linggan. Lokasinya dekat pemukiman penduduk Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang. Tepatnya di atas tanah wakaf dari KH Khadis, tokoh ulama terkemuka di Mejing, pada dekade 1960-1970.

Pada tahun 1970-an, mushala ini menjadi saksi sejarah syiar agama Islam yang pernah dilakukan oleh KH Hasan Asy’ari, atau lebih beken dengan sebutan Mbah Mangli dari lereng Gunung Andong wilayah Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Magelang.

Pengajian rutin yang diisi ceramah keagamaan oleh Mbah Mangli, kala itu senantiasa dilaksanakan pada hari Kamis Wage, kata Ahsin (80), penduduk Mejing yang kerapkali menjadi panitia penyelenggara pengajian. Acara selapanan itu bermula dari obsesi KH Khadis, yang ingin mengajak Mbah Mangli untuk melakukan syiar Islam di Mejing. Untuk itu, dia mengutus Ahsin dan kawan-kawan sowan ke Mbah Mangli. Namun Usaha Ahsin tak membuahkan hasil. Kendati sempat menginap di sana, namun Ahsin tidak bisa bertemu dengan ulama kharismatik tersebut. Karenanya, KH Khadis terpaksa berangkat sendiri menjemput Mbah Mangli.

Langgar Linggan itu sendiri menjadi pengganti Masjid Jami Mejing, yang hanya sempat tiga kali digunakan sebagai pusat pengajian Mbah Mangli. Bukan apa-apa, pemindahan itu hanya dilandasi pertimbangan kenyamanan pengunjung. Masjid Jami posisinya persis di tepi jalan jurusan Magelang-Candimulyo. Praktis selalu dilewati banyak kendaraan. Lalu lalang kendaraan itu tentu saja terasa mengganggu konsentrasi peserta pengajian. Menurut KH Kholil, Takmir Langgar Linggan, ketika Mbah Mangli wafat pada 1990, pengajian Kamis Wage di Mejing turut terhenti. Beberapa tahun belakangan, tradisi yang pernah mengakar di kalangan masyarakat itu mulai dirintis kembali oleh Gus Munir, menantu Mbah Mangli.

Mendoakan
Dengan arif, Mbah Mangli tidak melawan berbagai ancaman dan gangguan tersebut. Ia justru mendoakan mereka agar memeroleh kebahagiaan dan petunjuk dari Allah SWT. Keikhlasan, kesederhanaan dan ketokohan ini pula yang membawa Mbah Mangli dekat dengan mantan wapres Adam Malik dan tokoh-tokoh besar lainnya pada waktu itu.

Suprihadi merupakan keturunan Haji Fadlan atau Puspowardoyo yakni tokoh Mangli yang membawa KH Hasan Asy’ari atau Mbah Mangli menetap di Dusun Mangli tahun 1956. Setelah mengasuh majelis taklim selama 3 tahun, Hasan Asy’ari kemudian menikah dengan Hj Ning Aliyah dari Sokaraja, Cilacap.

Pada 1959, Mbah Mangli mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak memberikan nama resmi. Lambat laun pondok tersebut dikenal dengan nama Ponpes Mangli dan sosok Hasan Asy’ari dikenal masyarakat dengan nama Mbah Mangli. Nama ini diberikan masyarakat karena ia menyebarkan Islam dengan basis dari Kampung Mangli, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Dusun Mangli terletak persis di lereng Gunung Andong. Dengan ketinggian 1.200 dpl, bisa jadi ponpes ini adalah yang tertinggi di Jawa Tengah. Dari teras masjid, para santri bisa melihat hamparan rumah-rumah di Kota Magelang dan Temanggung dengan jelas. Pemandangan lebih menarik terlihat pada malam hari di mana lautan lampu menghias malam. Untuk ke lokasi ini, kita harus menempuh perjalanan sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Magelang di Kota Mungkid.

Bangunan pondok yang berada di tengah-tengah perkampungan berdiri di atas lereng-lereng bukit sehingga dari kejauhan terlihat seperti bangunan bertingkat. Meski terpencil ribuan masyarakat setiap Minggu mengaji ke pondok tersebut. Mereka tidak hanya berasal dari sekitar Magelang namun juga berbagai daerah lain. Uniknya, santri yang menetap tidak pernah lebih dari 41 orang.

Pesantren Sederhana di Lereng Gunung
PONDOK Pesantren Mangli merupakan salah lembaga pendidikan yang unik dan menarik. Banyak ulama besar yang dicetak oleh ponpes ini. Sepak terjang pesantren tasawuf ini tidak terlepas dari sosok sang pendiri yang memiliki banyak cerita keajaiban.

Berdasar cerita yang beredar di masyarakat, KH Hasan Asy’ari atau lebih dikenal dengan nama Mbah Mangli bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang,Wonosobo,Jakarta dan bahkan Sumatera. Ia juga tidak memerlukan pengeras suara (loud speaker) untuk berdakwah seperti halnya kebanyakan kiai lainnya. Padahal jamaah yang menghadiri setiap pengajian Mbah Mangli mencapai puluhan ribu orang.

Menurut sesepuh Dusun Mangli, Mbah Anwar (75) warga Mangli sangat menghormati sosok Mbah Mangli. Bahkan meski sudah meninggal sejak akhir tahun 2007, nama Mbah Mangli tetap harum. Setiap hari ratusan pelayat dari berbagai daerah memadati makam Mbah Mangli yang berada di dalam kompleks pondok. Tokoh sekaliber Gus Dur semasa hidup juga acap berziarah ke makam tersebut.

Mbah Mangli-lah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Compleks (MMC).

Wallohu a'lam