SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Rabu, 28 Desember 2016

HABIB AL-’AJAMI RA.SANG SUFI DARI PERSIA

 
Habib bin Muhammad al-’Ajami al-Bashri, seorang Persia yang menetap di Bashrah, adalah seorang ahli Hadits terkenal yang merawikan hadits-badits dari Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin dan tokoh-tokoh terpercaya lainnya.  
Pertaubatannya dari kehidupan yang ugal-ugalan dan berfoya-foya adalah karena dalil-dalil yang dikemukakan oleh Syekh Hasan Basri dengan sedemikian fasihnya. 
Habib aI·’Ajami sering mengikuti pengajaran-pengajaran yang disampaikan oleh Hasan sehingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat beliau yang paling akrab.

KISAH HABIB Sl ORANG PARSI
Semula Habib adalah seorang yang kaya raya dan suka membungakan uang. la tinggal di kota Bashrah, dan setiap hari berkeliling kota untuk menagih piutang-piutangnya. Jika tidak memperoleh angsuran dari langganannya maka ia akan menuntut uang ganti rugi dengan dalih alas sepatunya yang menjadi aus di perjalanan. Dengan cara seperti inilah Habib menutupi biaya hidupnya sehari-hari.

Pada suatu hari Habib pergi ke rumah seseorang yang berhutang kepadanya. Namun yang hendak ditemuinya sedang tak ada di rumah. Maka Habib meminta ganti rugi kepada isteri orang tersebut.
“Suamiku tak ada di rumah”, isteri seseorang yang berhutang itu berkata kepadanya, “Aku tak mempunyai sesuatupun untuk diberikan kepadamu tetapi kami ada menyembelih seekor domba dan lehernya masih tersisa, jika engkau suka akan kuberikan kepadamu”.
“Bolehlah!” si lintah darat[habib al-'ajami] menjawab. Ia berfikir bahwa setidaknya ia dapat mengambil leher domba tersebut dan membawanya pulang.
“Masaklah! “.kata Si lintah darah setengah berteriak
“Aku tak mempunyai roti dan minyak”, si wanitaitupun  menjawab.
“Baiklah”, si lintah darat menjawab, “aku akan mengambil minyak dan roti, tapi untuk semua itu engkau harus membayar ganti rugi pula”. Lalu ia pun pergi mengambil minyak dan roti.
Kemudian si wanita segera memasaknya di dalam belanga. Setelah masak dan hendak dituangkan ke dalam mangkuk, seorang pengemis datang mengetuk pintu.
“Jika yang kami miliki kami berikan kepadamu,Engkau tidak akan menjadi kaya, tetapi kami sendiri akan menjadi miskin”.Habib mendamprat si pengemis
Si pengemis yang kecewa memohon kepada si wanita agar ia sudi memberikan sekedar makanan kepadanya. Si wanita segera membuka tutup belanga, ternyata semua isinya telah berubah menjadi darah hitam. Melihat ini, wajahnya menjadi pucat pasi. Segera ia mendapatkan Habib dan menarik lengannya untuk memperlihatkan isi belanga itu kepadanya.
“Saksikanlah apa yang telah menimpa diri kita karena ribamu yang terkutuk dan hardikanmu kepada si pengemis!”. Si wanita menangis, “Apakah yang akan terjadi atas diri kita di atas dunia ini? Apa pula di akhirat nanti”.
Melihat kejadian ini dada Habib terbakar oleh api penyesalan. Penyesalan yang tidak akan pernah mereda seumur hidupnya.
“Wahai wanita! Aku menyesali segala perbuatan yang telah kulakukan!”.

Keesokan harinya Habib berangkat pula untuk menemui orang-orang yang berhutang kepadanya. Kebetulan sekali hari itu adalah hari Jum’at dan anak-anak bermain di jalanan. Ketika melihat Habib, mereka berteriak-teriak: “Lihat, Habib lintah darat sedang menuju ke sini, ayo kita lari, kalau tidak niscaya debu-debu tubuhnya akan menempel di tubuh kita dan kita akan terkutuk pula seperti dia!”
Seruan-seruan ini sangat melukai hati Habib. Kemudian ia pergi ke gedung pertemuan dan di sana terdengarlah olehnya ucapan-ucapan yang bagaikan menusuk-nusuk jantungnya sehingga akhirnya ia jatuh terkulai.

Habib bertaubat kepada Allah dari segala perbuatan yang telah dilakukannya, setelah menyadari apa sebenarnya yang terjadi, Syekh Hasan al-Bashri datang memapahnya dan menghibur hatinya. Ketika Habib meninggalkan tempat pertemuan itu seseorang yang berhutang kepadanya melihatnya, dan mencoba untuk menghindari dirinya.
“Jangan lari” Habib berkata, “Di waktu yang sudah-sudah engkaulah yang menghindari diriku, tetapi sejak saat ini akulah yang harus menghindari dirimu”.
Habib meneruskan perjalanannya, anak-anak tadi masih juga bermain-main di jalan. Melihat Habib, mereka segera berteriak:
“Lihat Habib yang telah bertaubat sedang menuju ke mari. Ayolah kita lari! jika tidak, niscaya debu-debu di tubuh kita akan menempel di tubuhnya sedang kita adalah orang-orang yang telah berdosa kepada Allah”.

“Ya Allah ya Tuhanku”, seru Habib. “Baru saja aku membuat perdamaian dengan-Mu, maka Engkau telah menabuh genderang-genderang di dalam hati manusia untuk diriku dan telah mengumandangkan namaku di dalam keharuman”.
Kemudian Habib membuat sebuah pengumuman yang berbunyi: “Kepada siapa saja yang menginginkan harta benda milikku[Habib], datanglah dan ambillah!”
Dan pada saat Orang-orang datang berbondong-bondong, Habib memberikan segala harta kekayaannya kepada mereka dan akhimya ia tak mempunyai sesuatu pun juga. Namun masih ada seseorang yang datang untuk meminta, kepada orang ini Habib memberikan cadar isterinya sendiri. Kemudian datang pula seorang lagi dan kepadanya Habib memberikan pakaian yang sedang dikenakannya, sehingga tubuhnya terbuka. Dan ia lalu pergi menyepi kesebuah tempat di pinggir sungai Euphrat, dan di sana ia membaktikan diri untuk beribadah kepada Allah.Siang malam ia belajar di bawah bimbingan Syekh Hasan Al-Bashri namun betapa pun juga ia tidak dapat menghapal al-Qur’an, dan karena itulah ia dijuluki  ‘ajami atau si orang Barbar. ‘

Waktu berlalu, Habib sudah benar-benar dalam keadaan papa, tetapi isterinya masih tetap menuntut biaya rumah tangga kepadanya. Maka pergilah Habib meninggalkan rumahnya menuju tempat uzlahnya untuk melakukan kebaktiannya kepada Allah dan apabila malam tiba barulah ia pulang.
”Di mana sebenarnya engkau bekerja sehingga tak ada sesuatu pun yang engkau bawa pulang?” isterinya mendesak.
”Aku bekerja pada seseorang yang sangat Pemurah”, jawab Habib. “Sedemikian Pemurahnya Ia sehingga  aku malu meminta sesuatu kepada-Nya, apabila saatnya nanti pasti ia akan memberi,karena seperti katanya sendiri: ’Sepuluh hari sekali aku akan mem-bayar upahmu’ “.

Demikianlah setiap hari Habib pergi ke tempat uzlahnya untuk beribadah kepada Allah. Pada waktu shalat Zhuhur di hari yang kesepuluh, sebuah pikiran mengusik batinnya. “Apakah yang akan kubawa pulang malam nanti? Apakah yang harus kukatakan kepada isteriku?”.
Lama ia termenung di dalam perenungannya itu. Tanpa sepengetahuannya Allah Yang Maha Besar telah mengutus pesuruh-pesuruh-Nya ke rumah Habib. Yang seorang membawakan gandum sepemikulan keledai, yang Lain membawa seekor domba yang telah dikuliti, dan yang terakhir membawa minyak, madu, rempah-rempah dan bumbu-bumbu. Semua itu mereka pikul disertai seorang pemuda gagah yang membawa sebuah kantong berisi 300 dirham perak.
Sesampainya di rumah Habib, si pemuda mengetuk pintu.“Apakah maksud kalian datang kemari?”, tanya istri Habib setelah membukakan pintu.
“Majikan kami telah menyuruh kami untuk mengantarkan barang-barang ini”, pemuda gagah itu menjawab, “sampaikanlah kepada Habib: ’Bila engkau melipatgandakan jerihpayahmu maka Kami akan melipatgandakan upahmu’ “’.Setelah berkata demikian merekapun berlalu.

Setelah matahari terbenam Habib berjalan pulang. Ia merasa malu dan sedih. Ketika hampir sampai ke rumah, terciumlah olehnya bau roti dan masakan-masakan. Dengan berlari isterinya datang menyambut, menghapus keringat di wajahnya dan bersikap Iembut kepadanya, sesuatu yang tak pernah dilakukannya di waktu yang sudah-sudah.
“Wahai suamiku”, si isteri berkata, “majikanmu adalah seorang yang sangat baik dan pengasih. Lihatlah segala sesuatu yang telah dikirimkannya kemari melalui seorang pemuda yang gagah dan tampan. Pemuda itu berpesan: ’Bila Habib pulang, katakanlah kepadanya, bila engkau melipatgandakan jerih payahmu maka Kami akan melipat gandakan upahmu` ”.
Habib terheran-heran,“Sungguh menakjubkan! Baru sepuluh hari aku bekerja, sudah sedemikian banyak imbalan yang dilimpahkan-Nya kepadaku, apapulakah yang akan dilimpahkan-Nya nanti?”
Sejak saat itu Habib memalingkan wajahnya dari segala urusan dunia dan membaktikan dirinya untuk Allah semata-mata.
Semoga menjadi i'tibar bagi kita...

SUFI PEREMPUAN "RABI’AH AL-ADAWIYAH"

 

Rabi‘ah binti Ismail al-Adawiyah, berasal dari keluarga miskin. Dari kecil ia tinggal di Bashrah. Di kota ini namanya sangat harum sebagai seorang manusia suci dan seorang pengkhotbah. Dia sangat dihormati oleh orang-orang saleh semasanya. Mengenai kematiannya ada berbagai pendapat: tahun 135 H/752 M atau tahun 185 H/801 M.
Rabi’ah al-Adawiyah yang seumur hidupnya tidak pernah menikah, dianggap mempunyai saham yang besar dalam memperkenalkan cinta Allah ke dalam Islam tashawuf. Orang-orang mengatakan bahwa ia dikuburkan di dekat kota Yerussalem. 

RABI’AH, LAHIR DAN MASA KANAK—KANAKNYA
Jika seseorang bertanya: ”Mengapa engkau mensejajarkan Rabi’ah dengan kaum lelaki?”, maka jawabanku adalah bahwa Nabi sendiri pernah berkata: “Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa kamu” dan yang menjadi masalah bukanlah bentuk, tetapi niat seperti yang dikatakan Nabi, “Manusia-manusia akan dimuliakan sesuai dengan niat di dalam hati mereka”. Selanjutnya, apabila kita boleh menerima dua pertiga ajaran agama dari ’Aisyah, maka sudah tentu kita boleh pula menerima petunjuk-petunjuk agama dari pelayanan pribadinya itu. Apabila seorang perempuan berubah menjadi ”seorang lelaki” pada jalan Allah, maka ia adaIah sejajar dengan kaum lelaki dan kita tidak dapat menyebutnya sebagai seorang perempuan lagi.
 
Pada malam Rabi’ah dilahirkan ke atas dunia, tidak ada sesuatu barang berharga yang dapat: ditemukan di dalam rumah orang tuanya, karena ayahnya adalah seorang yang sangat miskin. Si ayah bahkan tidak mempunyai minyak barang setetes pun untuk pemoles pusar puterinya itu. Mereka tidak mempunyai lampu dan tidak mempunyai kain untuk menyelimuti Rabi’ah. Si ayah telah memperoleh tiga orang puteri dan Rabi’ah adalah puterinya yang keempat. Itulah sebabnya mengapa ia dinamakan Rabi’ah (artinya ke-empat).
“Pergilan kepada tetangga kita si anu dan mintalah sedikit minyak sehingga aku dapat menyalakan lampu” isterinya berkata kepadanya.
Tetapi si suami telah bersumpah bahwa ia tidak akan meminta sesuatu jua pun dari manusia lain. Maka pergilah ia, pura-pura menyentuhkan tangannya ke pintu rumah tetangga tersebut lalu kembali Iagi ke rumahnya.

“Mereka tidak mau membukakan pintu” ia melaporkannya kepada isterinya sesampainya di rumah.
Isterinya yang malang menangis sedih. Dalam keadaan yang serba memprihatinkan itu si suami hanya dapat menekurkan kepala ke atas lutut dan terlena. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat Nabi. Nabi membujuknya: “JanganIah engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru dilahirkan itu adalah ratu kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku”.

Kemudian Nabi meneruskan; “Besok, pergilah engkau menghadap ‘Isa az-Zadan, Gubernur Bashrah. Di atas sehelai kertas, tuliskan kata-kata berikut ini: ’Setiap malam engkau mengirimkan shalawat seratus kali kepadaku, dan setiap malam jum’at empat ratus kali. Kemarin adalah malam jum’at tetapi engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu berikanlah kepada orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh secara halal’ “.
Ketika terjaga dari tidurnya, ayah Rabi’ah mengucurkan air mata. Ia pun bangkit dan menulis seperti yang telah dipesankan Nabi kepadanya dan mengirimkannya kepada gubernur melalui pengurus rumahtangga istana.

“Berikanlah dua ribu dinar kepada orang-orang miskin”, gubernur memberikan perintah setelah membaca surat tersebut, ”sebagai tanda syukur karena Nabi masih ingat kepadaku. Kemudian berikan empat ratus dinar kepada si syaikh dan katakan kepadanya: ’Aku harap engkau datang kepadaku sehingga aku dapat melihat wajahmu. Namun tidaklah pantas bagi seorang seperti kamu untuk datang menghadapku. Lebih baik seandainya akulah yang datang dan menyeka pintu rumahmu dengan janggutku ini. Walaupun demikian, demi Allah, aku bermohon kepadamu, apa pun yang engkau butuhkan katakanlah kepadaku’ “.
Ayah Rabi’ah menerima uang emas tersebut dan membeli sesuatu yang dirasa perlu.
Demikian kisah singkat Tentang sang sufi..

SYEKH DZUN NUN AL-MISHRI

Abul Faiz Tsuban bin Ibrahim al-Mishri, yang dijuluki Dzun Nun, lahir dikota Ekhmim yang terletak di pedalaman Mesir, sekitar tahun 180 H/796 M.

Banyak guru-guru yang telah diikuti Dzun Nun dan banyak pengembaraan yang
telah dilakukannya di negeri Arab dan Syria. Pada tahun 214 H/829 M, Dzun Nun ditangkap dengan tuduhan bid’ah dan dikirim ke kota Baghdad untuk di-penjarakan di sana. Setelah diadili, khalifah memerintahkan agar ia dibebaskan dan dikembalikan ke Kaim. Di kota ini ia meninggal tahun 246 H/861 M.
Kuburan Dzun Nun sampai kini masih terpelihara dengan baik. Secara legendaris beliau dianggap sebagai seorang ahli al-kimia yang mempunyai kekuatan-kekuatan ghaib dan telah mengetahui rahasia tulisan Hiroglif Mesir. Serangkaian syair dan risalat diduga sebagai karya-karyanya, tetapi kebanyakannya masih diragukan.

CATATAN MENGENAI ANEKDOT-ANEKDOT
“Dzun Nun Si Orang Mesir”: T.A., I, 114-117. Di sini tampak dengan jelas
bahwa al-Attar telah memperoleh sumber-sumber mengenai kehidupan dan
karya-karya Dzun Nun yang belum diketahui oleh orang lain. Tulisan-tulisan
al-Attar mengenai Dzun Nun jauh lebih sempurna dibandingkan dengan penulis-
penulis sebelumnya. Kisah seekor burung, dapat kita jumpai di dalam karya al-
Qushiri, halaman 10,203. Kisah permata yang hilang ketika Dzun Nun sedang
menumpang perahu, adalah berdasarkan karya Hujwiri, halaman 233. Kisah ini
diulangi di dalam Matsnawi (terjemahan Nicholson, London, 1925-1940),
3479-3496; lihat karya A.J.Arberry yang berjudul “The Miracle of the Pearls”
(Keajaiban Mutiara) di dalam Buletin of the school of Oriental and African
Studies, XII (1947), 36-33.
“Dzun Nun Ditangkap”: TA., I, 120-121. Sehubungan dengan peristiwa
ini, lihat karya al-Khatib, VIII, 394-397, yang secara lengkap merekam pidato
Dzun Nun di depan al-Mutawakkil. Episode seorang pemikul air dikisahkan di
dalam karya al-Qushairi, halaman 122. Selanjutnya lihat karya Abu Nu’aim, IX,
387-388.
“Dzun Nun Beserta Seorang Murid Yang Saleh”: T.A., I, 121-122.
“Anekdot-Anekdot Mengenai Diri Dzun Nun”: T.A., I, 117-120, 13
sekbaj adalah semacam bubur yang terbuat dari daging, tepung gandum dan
cuka. Waktu Dzun Nun menjelang kematian, dikisahkan di dalam karya al-
Qushairi, halaman 161-164.

SYEKH MAULANA SYARIF HIDAYATULLAH SUNAN GUNUNG JATI RAHIMAHULLAH

 Hasil gambar untuk sejarah sUNAN GUNUNG JATI
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah[1], lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari waliyullah di Jawa yang kita kenal dengan sebut walisonggo.

Asal Usul Sebelum era Sunan Gunung Jati berdakwah di Jawa Barat. Ada seorang ulama besar dari Bagdad telah datang di daerah Cirebon bersama duapuluh dua orang muridnya. Ulama besar itu bernama Syekh Kahfi. Ulama inilah yang lebih dahulu menyiarkan agama Islam di sekitar daerah Cirebon.
Al-Kisah, putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran bernama Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang pada suatu malam mendapat mimpi yangsama. Mimpi itu terulang hingga tiga kali yaitu bertemu dengan Nabi Muhammad yang mengajarkan agama Islam.
Wajah Nabi Muhammad yang agung dan caranya menerangkan Islam demikian mempersona membuat kedua anak muda itu merasa rindu.Tapi mimpi itu hanya terjadi tiga kali.
Seperti orang kehausan, kedua anak muda itu mereguk air lebih banyak lagi, air yang akan menyejukkan jiwanya itu agama Islam. Kebetulan mereka telah mendengar adanya Syekh Dzatul Kahfi atau lebih mudah disebut Syekh Datuk Kahfi yang membuka perguruan Islam di Cirebon. Mereka mengutarakan maksudnya kepada Prabu Siliwangi untuk berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, mereka ingin memperdalam agama Islam seperti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi keinginan mereka ditolak oleh Prabu Siliwangi.
Pangeran Walangsungsang dan adiknya nekad, keduanya melarikan diri dari istana dan pergi berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Jati. Setelah berguru beberapa lama di Gunung Jati, Pangeran Walangsungsang diperintahkan oleh Syekh Datuk Kahfi untuk membuka hutan di bagian selatan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang adalah seorang pemuda sakti, tugas itu diselesaikannya hanya dalam beberapa hari. Daerah itu dijadikan pendukuhan yang makin hari banyak orang berdatangan menetap dan menjadi pengikut Pangeran Walangsungsang. Setelah daerah itu ramai Pangeran Walangsungsang diangkat sebagai kepala Dukuh dengan gelar Cakrabuana. Daerahnya dinamakan Tegal Alang-alang.
Orang yang menetap di Tegal Alang-alang terdiri dari berbagai rasa atau keturunan, banyak pula pedagang asing yang menjadi penduduk tersebut, sehingga terjadilah pembauran dari berbagai ras dan pencampuran itu dalam bahasa Sunda disebut Caruban. Maka Legal Alang-alang disebut Caruban.
Sebagian besar rakyat Caruban mata pencariannya adalah mencari udang kemudian dibuatnya menjadi petis yang terkenal.
Dalam bahasa Sunda Petis dari air udang itu, Cai Rebon. Daerah Carubanpun kemudian lebih dikenal sebagai Cirebon hingga sekarang ini. Setelah dianggap memenuhi syarat, Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang di perintah Datuk Kahfi untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Di Kota Suci Mekkah, kedua kakak beradik itu tinggal di rumah seorang ulama besar bernama Syekh Bayanillah sambil menambah pengetahuan agama.
Sewaktu mengerjakan thawaf mengelilingi Ka’bah kedua kakak beradik itu bertemu dengan seorang Raja Mesir bernama Sultan Syarif Abdullah yang sama-sama menjalani Ibadah haji. Raja Mesir itu tertarik pada wajah Rarasantang yang mirip mendiang istrinya.
 Sesudah ibadah haji diselesaikan Raja Mesir itu melamar Rarasantang pada Syekh Bayanillah.
 Rarasantang dan Pangeran Cakrabuana tidak keberatan. Maka dilangsungkanlah pernikahan dengan cara Mazhab Syafi’i. Nama Rarasantang kemudian diganti dengan Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.
Pangeran Cakrabuana sempat tinggal di Mesir selama tiga tahun. Kemudian pulang ke Jawa dan mendirikan Negeri Caruban Larang. Negeri Caruban Larang adalah perluasan dari daerah Caruban atau Cirebon, pola pemerintahannya menggunakan azas Islami. Istana negeri itu dinamakan sesuai dengan putri Pangeran Cakrabuana yaitu Pakungwati.
Dalam waktu singkat Negeri Caruban Larang telah terkenal ke seluruh Tanah Jawa, terdengar pula oleh Prabu Siliwangi selaku penguasa daerah Jawa Barat. Setelah mengetahui negeri baru tersebut dipimpin putranya sendiri, maka sang Raja tidak keberatan walau hatinya kurang berkenan. Sang Prabu akhirnya juga merestui tampuk pemerintahan putranya, bahkan sang Prabu memberinya gelar Sri Manggana.
Sementara itu dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir, Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar di daratan Timur Tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa, ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.
Silsilah dari Raja Pajajaran dari ibu beliau:
Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah putra dari Rara Santang (Syarifah Muda’im) putri dari Prabu Jaya Dewata/Raden Pamanah Rasa/Prabu Siliwangi II putra dari Prabu Dewa Niskala (Raja Galuh/Kawali) putra dari Niskala Wastu Kancana/Prabu Siliwangi I

Perjalanan Hidup

Proses belajar

Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecenderungan spiritual dari kakek buyutnya dari sang ayah, Syekh Maulana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Datuk Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji untuk umat Islam.
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif Hidayatullah mengambil peranan membangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

Pernikahan

Memasuki usia dewasa sekitar di antara tahun 1470-1480, beliau menikahi adik dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang kelak menjadi Sultan Banten I.

Kesultanan Demak

Masa ini kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba masa pendirian Kesultanan Demak tahun 1487 yang mana beliau memberikan andil karena sebagai anggota dari Dewan Muballigh yang sekarang kita kenal dengan nama Walisonggo. Pada masa ini beliau berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Maulana Akbar Gujarat dari pihak ayah, maka Raden Patah adalah keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa.
Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di Demak, maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan vassal state dari kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan Cirebon.
Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel, Ulama waliyullah  yang paling di-tua-kan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan disebarkan di P. Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya.

Gangguan proses Islamisasi

Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa paling sulit, baik bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah karena proses Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara.
Tentang personaliti dari Syarif Hidayat yang banyak dilukiskan sebagai seorang Ulama kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki peranan penting dalam pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di pelataran Masjid Demak. Ia ikut membimbing Ulama berperangai ‘aneh’ itu untuk menerima hukuman mati dengan lebih dulu melucuti ilmu kekebalan tubuhnya.
Eksekusi yang dilakukan Sunan Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan dengan wafatnya Syekh Siti Jenar, maka salah satu duri dalam daging di Kesultana Demak telah tercabut.
Raja Pakuan di awal abad 16, seiring masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayat yang telah berkembang di Cirebon dan Banten. Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam kekuasaan Pakuan.
Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak, Cirebon di P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari wilayah Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati Unus yang ke 2 di tahun 1511.
Kegagalan expedisi jihad II Pati Unus yang sangat fatal di tahun 1521 memaksa Syarif Hidayat merombak Pimpinan Armada Gabungan yang masih tersisa dan mengangkat Tubagus Pasai (belakangan dikenal dengan nama Fatahillah atau Falatehan dalam dialek Portugis), untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka, sebagai Panglima berikutnya dan menyusun strategi baru untuk memancing Portugis bertempur di P. Jawa.
Sangat kebetulan karena Raja Pakuan telah resmi mengundang Armada Portugis datang ke Sunda Kelapa sebagai dukungan bagi kerajaan Pakuan yang sangat lemah di laut yang telah dijepit oleh Kesultanan Banten di Barat dan Kesultanan Cirebon di Timur.
Kedatangan armada Portugis sangat diharapkan dapat menjaga Sunda Kelapa dari kejatuhan berikutnya karena praktis Kerajaan Hindu Pakuan tidak memiliki lagi kota pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
Tahun 1527 bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan dahsyat dari Pasukan Islam yang telah bertahun-tahun ingin membalas dendam atas kegagalan expedisi Jihad di Malaka 1521.
Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa secara resmi ke dalam Kesultanan Banten-Cirebon dan di rubah nama menjadi Jayakarta dan Tubagus Pasai mendapat gelar Fatahillah.
Perebutan pengaruh antara Pakuan-Galuh dengan Cirebon-Banten segera bergeser kembali ke darat. Tetapi Pakuan dan Galuh yang telah kehilangan banyak wilayah menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu persatu dari para Pangeran, Putri Pakuan di banyak wilayah jatuh ke dalam pelukan agama Islam. Begitu pula sebagian Panglima Perangnya.

Perundingan Yang Sangat Menentukan

Satu hal yang sangat unik dari personaliti Syarif Hidayatullah adalah dalam riwayat jatuhnya Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda pada tahun 1568 hanya setahun sebelum beliau wafat dalam usia yang sangat sepuh hampir 120 tahun (1569). Diriwayatkan dalam perundingan terakhir dengan para Pembesar istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi.
Yang pertama Pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya seperti gelar Pangeran, Putri atau Panglima dan dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke dua adalah bagi yang tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota Pakuan untuk diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang.
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi ke 1. Sedang Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat Pakuan memilih opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy Dalam sekarang yang terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga karena keturunan dari 40 pengawal istana Pakuan. Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman Baduy Luar.
Yang menjadi perdebatan para ahli hingga kini adalah opsi ke 3 yang diminta Para Pendeta Sunda Wiwitan. Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain mereka ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di wilayah Pakuan) tetapi tetap bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan.
Sejarah membuktikan hingga penyelidikan yang dilakukan para Arkeolog asing ketika masa penjajahan Belanda, bahwa istana Pakuan dinyatakan hilang karena tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat yang diyakini kaum Sufi menyatakan dengan kemampuan yang diberikan Allah karena doa seorang Ulama yang sudah sangat sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan istana Pakuan ke alam ghaib sehubungan dengan kerasnya penolakan Para Pendeta Sunda Wiwitan untuk tidak menerima Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan.
Bagi para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagai negara maju dan makmur mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan seorang anggota istana yang dikenal dengan nama Sultan Haji.
Dengan segala jasanya, umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap Syekh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.

Catatan kaki
  1. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 72. ISBN 9798451163.ISBN 9789798451164
Sumber Tulisan:

PERIBAHASA JAWA

OJO DUMEH yang maksudnya “Jangan Mentang Mentang” adalah suatu peringatan agar manusia tidak larut dengan apa yang di miliki atau di jalaninya,sehingga cenderung menjalani keputusan hidup yang negatif seperti : Mentang mentang kaya, maka kita menjadi sombong dan merasa semua dapat di beli dengan uang, Mentang mentang Miskin, maka kita menjadi putus asa dan mengakibatkan kita mengumpat sana sini kepada yang kaya..
Siapa yang “mentang mentang” maka suatu saat akan menjadi sebagaimana dalma pribahasa Jawa :
1.Sopo sing Dumeh bakal keweleh
2.Sopo sing adigang bakal keplanggrang
3.Sopo sing Adigung bakal kecemplung
4.Sopo sing Adiguno bakal ciloko
5.Sopo sing Becik bakal ketitik
6.Sopo sing salah bakal seleh
7.Sopo sing Temen bakal Tinemu
PERIBAHASA-JAWA
Dalam khasanah sastra Jawa dikenal apa yang dinamakan bebasan, sanepan, atau saloka. Merupakan bentuk peribahasa yang berisi makna kiasan sebagai sarana mempermudah penggambaran suatu keadaan. Keadaan bisa berupa fakta realitas yang tidak biasa terjadi, sindiran, sarkasme, dan suatu kenyataan yang paradoksal. Dirangkai dalam gaya bahasa, kata dan kalimat yang indah, lembut agar tidak mudah menyinggung perasaan orang namun mudah sebagai pengingat.
Pada saat ini kekayaan sastra Jawa terasa sangat minim, tidak lebih dari bahasa sehari-hari yang diterapkan dalam pergaulan masyarakat Jawa dan lainnya. Namun bila anda ingin menggunakan dalam wacana komunikasi sehari-hari tampaknya masih relevan, dan saya pikir masih bermanfaat untuk megistilahkan atau membahasakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak wajar. Kalimat yang digunakan ibarat pantun yang terkadang terasa lucu dan aneh. Apapun tastenya, berikut ini peribahasa yang dapat kami kumpulkan dari berbagai sumber khasanah pustaka Jawa dan nara sumber langsung. Semoga bermanfaat untuk anda sekalian yang masih peduli kebudayaan lokal asli nusantara maupun bagi yang gemar olah sastra dan budaya lokal.
A 
Adhang-adhang tetese embun : njagakake barang mung sak oleh-olehe.
Adigang, adigung, adiguna : ngendelake kekuwatane, kaluhurane lan kepinterane.
Aji godhong garing (aking) : wis ora ana ajine / asor banget.
Ana catur mungkur : ora gelem ngrungokake rerasan kang ora becik.
Ana daulate ora ana begjane : arep nemu kabegjan nanging ora sida (untub-untub).
Ana gula ana semut : papan sing akeh rejekine, mesti akeh sing nekani.
Anak polah bapa kepradah : tingkah polahe anak dadi tanggungjawabe wong tuwa.
Anggenthong umos (bocor/rembes) : wong kang ora bisa nyimpen wewadi.
Angon mongso : golek waktu kang prayoga kanggo tumindak.
Angon ulat ngumbar tangan : ngulatake kahanan menawa kalimpe banjur dicolong.
Arep jamure emoh watange : gelem kepenake ora gelem rekasane.
Asu rebutan balung : rebutan barang kang sepele.
Asu belang kalung wang : wong asor nanging sugih.
Asu gedhe menang kerahe : wong kang dhuwur pangkate mesti bae gede panguwasane.
Asu marani gebuk : njarak / sengaja marani bebaya.
Ati bengkong oleh obor : wong kang duwe niyat ala malah oleh dalan.

Baladewa ilang gapite (jepit wayang) : ilang kekuwatane / kaluhurane.
Banyu pinerang ora bakal pedhot (sigar) : pasulayan sedulur ora bakal medhotake sedulurane.
Bathang lelaku : lunga ijen ngambah panggonan kang mbebayani.
Bathok bolu isi madu (bolong telu) : wong asor nanging sugih kepinteran.
Blaba wuda : saking lomane nganti awake dhewe ora keduman.
Bebek mungsuh mliwis : wong pinter mungsuh wong kang podho pintere.
Becik ketitik ala ketara : becik lan ala bakal konangan ing tembe mburine.
Belo melu seton (malem minggu) : manut grubyuk ora ngerti karepe (taklid).
Beras wutah arang bali menyang takere : barang kang wis owah ora bakal bali kaya maune.
Bidhung api rowang : ethok-ethok nulung nanging sejatine arep ngrusuhi.
Balilu tan pinter durung nglakoni (bodho) : wong bodho sering nglakoni, kalah pinter ro wong pinter nanging durung tau nglakoni.
Bubuk oleh leng : wong duwe niyat ala oleh dalan.
Bung pring petung : bocah kang longgor (gelis gedhe).
Buntel kadut, ora kinang ora udud : wong nyambut gawe borongan ora oleh mangan lan udud.
Buru (mburu) uceng kelangan dheleg : golek barang sepele malah kelangan barang luwih gedhe.
Busuk ketekuk, pinter keblinger : wong bodho lan pinter padha wae nemu cilaka.
C
Carang canthel : ora diajak guneman nanging melu-melu ngrembug.
Car-cor kaya kurang janganan : ngomong ceplas-ceplos oran dipikir disik.
Cathok gawel (timangan sabuk) : seneng cawe-cawe mesthi ora diajak guneman.
Cebol nggayuh lintang : kekarepan kang ora mokal bisa kelakon.
Cecak nguntal cagak (empyak) : gegayuhan kang ora imbang karo kekuwatane.
Cedhak celeng boloten (gupak lendhut) : cedhak karo wong ala bakal katut ala.
Cedhak kebo gupak : cedhak karo wong ala bakal katut ala.
Ciri wanci lelai ginawa mati : pakulinan ala ora bisa diowahi yen durung nganti mati.
Cincing-cincing meksa klebus : karepe ngirit nanging malah entek akeh.
Criwis cawis : seneng maido nanging yo seneng menehi/muruki.
Cuplak andheng-andheng, yen ora pernah panggonane bakal disingkirake : wong kang njalari ala becike disingkirake.
D
Dadiya banyu emoh nyawuk, dadiya godhong emoh nyuwek, dadiyo suket emoh nyenggut : wis ora gelem nyanak / emoh sapa aruh.
Dahwen ati open (seneng nacad) : nacad nanging mbenerake wong liya.
Dandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dandhang : ala dianggep becik, becik dianggep ala.
Desa mawa cara, negara mawa tata : saben panggonan duwe cara utawa adat dhewe-dhewe.
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan : tansah diparingi slamet, ora ana kang ngganggu gawe.
Digarokake dilukoke : dikongkon nyambut gawe abot.
Didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat : wong kang kenceng karepe ora kena dipenggak.
Diwenehi ati ngrogoh rempela : diwenehi sithik ora trima, malah njaluk sing akeh.
Dom sumuruping mbanyu : laku sesideman kanggo meruhi wewadi.
Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan : senajan wong liya yen lagi nemoni rekasa bakal dibelani. Duka yayah sinipi, jaja bang mawinga-wingi : wong kang nesu banget.
Dudutan lan anculan (tali memeden sawah) : padha kethikan, sing siji ethok-ethok ora ngerti.
Durung pecus keselak besus : durung sembada nanging kepengin sing ora-ora.
E
Eman-eman ora keduman : karepe eman malah awake dewe ora keduman.
Emban cindhe emban siladan (slendang iratan pring) : pilih kasih / ora adil.
Embat-embat celarat (klarap) : wong nyambut gawe kanthi ngati-ati banget.
Emprit abuntut bedhug : perkara sing maune sepele dadi gedhe / ngambra-ambra.
Endhas gundul dikepeti : wis kepenak ditambahi kepenak maneh.
Endhas pethak ketiban empyak : wong kang bola-bali nemu cilaka.
Enggon welut didoli udhet : panggone wong pinter dipameri kepinteran sing ora sepirowa.
Entek ngamek kurang golek : anggone nyeneni/nguneni sakatoge.
Entek jarake : wis entek kasugihane.
Esuk dhele sore tempe : wong kang ora tetep atine (mencla mencle).

Gagak nganggo lar-e merak : wong asor / wong cilik tumindak kaya wong luhur (gedhe).
Gajah alingan suket teki : lair lan batine ora padha, mesthi bakal ketara.
Gajah (nggajah) elar : sarwa gedhe lan dhuwur kekarepane.
Gajah ngidak rapah (godhong garing) : nerang wewalere dewe.
Gajah perang karo gajah, kancil mati ing tengahe : wong gedhe sing padha pasulayan, wong cilik sing dadi korbane.
Garang garing : wong semugih nanging sejatine kekurangan.
Gawe luwangan kanggo ngurungi luwangan : golek utang kanggo nyaur utang.
Gayuk-gayuk tuna, nggayuh-nggayuh luput : samubarang kang dikarepake ora bisa keturutan.
Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh : senajan alon-alon anggone tumindak, nanging bisa kaleksanan karepe.
Golek banyu bening : meguru golek kawruh kang becik.
Golek-golek ketemu wong luru-luru : karepe arep golek utangan malah dijaluki utang.
Gupak pulute ora mangan nangkane : melu rekasa nanging ora melu ngrasakake kepenake.

Idu didilat maneh : murungake janji kang wis diucapake.
Iwak lumebu wuwu : wong kena apus kanthi gampang.
J
(n)Jagakake endhoge si blorok : njagagake barang kang durung mesthi ana lan orane.
(n)Jajah desa milang kori : lelungan menyang ngendi-endi.
Jalma angkara mati murka : nemoni cilaka jalaran saka angkara murkane.
(n)Jalukan ora wewehan : seneng njejaluk ora seneng menehi.
Jati ketlusupan ruyung : kumpulane wong becik kelebon wong ala.
Jaran kerubuhan empyak : wong wis kanji (kapok) banget.
Jarit lawas ing sampire : duwe kapinteran nanging ora digunakake.
Jer basuki mawa bea : samubarang gegayuhan mbutuhake wragat.
Jujul muwul : perkara kang nambah-nambahi rekasa.
(n)Junjung ngetebake / ngebrukake : ngalembana nanging duwe maksud ngasorake.
K
Kacang ora ninggal lanjaran : kebiasa-ane anak nirokake wong tuwane.
Kadang konang : gelem ngakoni sedulur mung karo sing sugih.
Kala cacak menang cacak : samubarang panggawean becik dicoba dhisik bisa lan orane.
Kandhang langit, bantal ombak, kemul mega : wong sing ora duwe papan panggonan.
Katepang ngrangsang gunung : kegedhen karep/panjangka sing mokal bisa kelakon.
Katon kaya cempaka sawakul : tansah disenengi wong akeh.
Kaya banyu karo lenga : wong kang ora bisa rukun.
Kakehan gludug kurang udan : akeh omonge ora ana nyatane.
Kabanjiran segara madu : nemu kabegjan kang gedhe banget.
Kebat kliwat, gancang pincang : tumindak kesusu mesthi ora kebeneran.
Kebo bule mati setra : wong pinter nanging ora ana kang mbutuhake.
Kebo ilang tombok kandhang : wis kelangan, isih tombok wragat kanggo nggoleki, malah ora ketemu.
Kebo kabotan sungu : rekasa kakehan anak / tanggungan.
Kebo lumumput ing palang : ngadili perkara ora nganggo waton.
Kebo mulih menyang kandhange : wong lunga adoh bali menyang omahe / asale.
Kebo nusu gudel : wong tuwa njaluk wulang wong enom.
Kegedhen empyak kurang cagak : kegedhen karep nanging ora sembada.
Kajugrugan gunung menyan : oleh kabegjan kang gedhe banget.
Kekudhung walulang macan : ngapusi nggawa jenenge wong kang diwedeni.
Kelacak kepathak : ora bisa mungkir jalaran wis kebukten.
Kena iwake aja nganti buthek banyune : sing dikarepake bisa kelakon nanging aja nganti dadi rame/rusak. Kencana katon wingko : senajan apik nanging ora disenengi.
Kendel ngringkel, dhadang ora godak : ngakune kendel tur pinter jebule jirih tur bodho.
Kenes ora ethes : wong sugih amuk nanging bodho.
Keplok ora tombok : wong senengane komentar thok nanging ora gelem tumindak.
Kere munggah mbale : batur dipek bojo karo bendarane.
Kere nemoni malem : wong kang bedigasan / serakah.
Kerot ora duwe untu : duwe kekarepan nanging ora duwe beaya / wragat.
Kerubuhan gunung : wong nemoni kesusahan sing gedhe banget.
Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang : nemoni cilaka kang ora kenyana-nyana.
Ketula-tula ketali : wong kang tansah nandang sengsara.
Kethek saranggon : kumpulane wong kang tindakane ala.
Kleyang kabur kanginan, ora sanak ora kadhang : wong kang ora duwe panggonan sing tetep.
Klenthing wadah uyah : angel ninggalake pakulinan tumindak ala.
Kongsi jambul wanen : nganti tumekan tuwa banget.
Krokot ing galeng : wong kang mlarat banget.
Kriwikan dadi grojogan : prakara kang maune cilik dadi gedhe banget.
Kumenthus ora pecus : seneng umuk nanging ora sembada.
Kurung munggah lumbung : wong asor / cilik didadekake wong gedhe.
Kuthuk nggendhong kemiri : manganggo kang sarwo apik/aji liwat dalan kang mbebayani.
Kutuk marani sunduk, ula marani gebuk : njarag marani bebaya.
Kuncung nganti temekan gelung : suwe banget anggone ngenteni.
L
Ladak kecangklak : wong kang angkuh nemoni pakewuh, marga tumindake dewe.
Lahang karoban manis : rupane bagus / ayu tur luhur budine.
Lambe satumang kari samerang : dituturi bola-bali meksa ora digugu.
Lanang kemangi : wong lanang kang jireh.
Legan golek momongan : wis kepenak malah golek rekasa.
Lumpuh ngideri jagad : duwe karepan kang mokal bisa keturutan.
M
Maju tatu mundur ajur : perkara kang sarwa pakwuh.
Matang tuna numbak luput : tansah luput kabeh panggayuhan.
Mbuang tilas : ethok-ethok ora ngerti marang tumindak kang ala sing lagi dilakoni.
Meneng widara uleran : katon anteng nanging sejatin ala atine.
Menthung koja kena sembagine : rumangsane ngapusi nanging sejatine malah kena apus.
Merangi tatal : mentahi rembug kang wis mateng.
Mikul dhuwur mendhem jero : bisa njunjung drajate wong tuwa.
Milih-milih tebu oleh boleng : kakehan milih wekasan oleh kang ora becik.
Mrojol selaning garu : wong kang luput saka bebaya.
Mubra-mubra mblabar madu : wong sing sarwa kecukupan.
Makno Rukun : podo gelem lan iklase mowo sing dadi syarat [utang-silih]

Nabok anyilih tangan : tumindak ala kanthi kongkonan uwong liya.
Ngagar metu kawul : ngojok-ojoki supaya dadi pasulayan, nanging sing diojoki ora mempan.
Ngajari bebek nglangi : panggawean sing ora ana paedahe.
Ngalasake negara : wong sing ora manut pranatane negara.
Ngalem legining gula : ngalembana kepinterane wong kang pancen pinter/sugih.
Ngaturake kidang lumayu : ngaturake barang kang wis ora ana.
Nglungguhi klasa gumelar : nindakake panggawean kang wis tumata.
Ngontragake gunung : wong cilik/asor bisa ngalahake wong luhur/gedhe, nganti gawe gegere wong akeh. Nguthik-uthik macan gedhe : njarag wong kang wis lilih nepsune.
Nguyahi segara : weweh marang wong sugih kang ora ana pituwase.
Nucuk ngiberake : wis disuguhi mangan mulih isih mbrekat.
Nututi layangan pedhot : nggoleki barang sepele sing wis ilang.
Nyangoni kawula minggat : ndandani barang sing tansah rusak.
Nyolong pethek : tansah mleset saka pametheke/pambatange.
O
Obah ngarep kobet mburi : tumindake penggede dadi contone/panutane kawula alit.
Opor bebek mentas awake dhewek : rampung saka rekadayane dhewe.
Ora ana banyu mili menduwur : watake anak biasane niru wong tuwane.
Ora ana kukus tanpa geni : ora ana sbab tanpa akibat.
Ora gonjo ora unus : wong kang ala atine lan rupane.
Ora mambu enthong irus : dudu sanak dudu kadhang.
Ora tembung ora tawung : njupuk barang liyan ora kandha disik.
Ora uwur ora sembur : ora gelem cawe-cawe babar pisan.
Ora kinang ora udud : ora mangan apa-apa.
Othak athik didudut angel : guneme sajak kepenak, bareng ditemeni jebule angel.
P
Palang mangan tandur : diwenehi kapercayan malah gawe kapitunan.
Pandengan karo srengenge : memungsuhan karo penguwasa.
Pandhitane antake : laire katon suci batine ala.
Pecruk (manuk kang mangan iwak) tunggu bara : dipasrahi barang kang dadi kesenengan.
Pitik trondhol diumbar ing padaringan : wong ala dipasrahi barang kang aji, wekasane malah ngentek-entekake.
Pupur sadurunge benjut : ngati-ati sadurunge benjut.
R
Rampek-rampek kethek : nyedak-nyedak mung arep gawe kapitunan.
Rawe-rawe rantas malang-malang putung : samubarang kang ngalang-alangi bakal disingkirake.
Rebut balung tanpa isi : pasulayan merga barang kang sepele.
Rindhik asu digitik : dikongkon nindakake penggawean kang cocok karo kekarepane.
Rupa nggendhong rega : barang apik regane larang.
Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah : yen padha rukun mesti padha santosa, yen padha congkrah mesthi padha bubrah/rusak.

Sabar sareh mesthi bakal pikoleh : tumindak samubarang aja kesusu supaya kasil.
Sabaya pati, sabaya mukti : kerukunan kang nganti tekan pati.
Sadumuk bathuk sanyari bumi : pasulayan nganti dilabuhi tekaning pati.
Sandhing kebo gupak : cedhak wong tumindak ala, bisa-bisa katut ala.
Satru mungging cangklakan : mungsuh wong kang isih sanak sedulur.
Sadhakep awe-awe : wis ninggalake tumindak ala, nanging batien isih kepengin nglakoni maneh.
Sembur-sembur adus, siram-siram bayem : bisa kalaksanan marga oleh pandongane wong akeh.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe : nindakake panggaweyan kanthi ora melik/pamrih apa-apa.
Sing sapa salah bakal seleh : sing sapa salah bakal konangan.
Sluman slumun slamet : senajan kurang ati-ati isih diparingi slamet.
Sumur lumaku tinimba, gong lumaku tinabuh : wong kang kumudu-kudu dijaluki piwulang/ditakoni.
T
Tebu tuwuh socane : prakara kang wus apik, bubrah marga ana sing ngrusuhi.
Tega larane ora tega patine : senajan negakake rekasane, nanging isih menehi pitulungan.
Tekek mati ing ulone : nemoni cilaka margo saka guneme dhewe.
Tembang rawat-rawat, ujare mbok bakul sunambiwara : kabar kang durung mesthi salah lan benere.
Timun jinara : prakara gampang banget.
Timun mungsuh duren : wong cilik mungsuh wang kuwat/panguwasa, mesthi kalahe.
Timun wungkuk jaga imbuh : wong bodho kanggone yen kekurangan wae.
Tinggal glanggang colong playu : ninggalake papan pasulayan.
Tulung (nulung) menthung : katone nulungi jebule malah nyilakani.
Tumbak cucukan : wong sing seneng adu-adu.
Tuna sathak bathi sanak : rugi bandha nanging bathi paseduluran.
Tunggak jarak mrajak tunggak jati mati : prakara ala ngambra-ambra, prakara becik kari sethitik.
U
Ucul saka kudangan : luput saka gegayuhane.
Ulat madhep ati manteb : wis manteb banget kekarepane.
Undaking pawarta, sudaning kiriman : biasane pawarta iku beda karo kasunyatane.
Ungak-ungak pager arang : ngisin-isini.
W
Welas tanpa lalis : karepe welas nanging malah gawe kapitunan.
Wis kebak sundukane : wis akeh banget kaluputane.
Wiwit kuncung nganti gelung : wiwit cilik nganti gedhe tuwa.
Y
Yitna yuwana mati lena : sing ngati-ati bakal slamet, sing sembrana bakal cilaka.
Yiyidan mungging rampadan : biyene wong durjana/culika saiki dadi wong sing alim.
Yuwana mati lena : wong becik nemoni cilaka marga kurang ngati-ati.
Yuyu rumpung mbarong ronge : omahe magrong-magrong nanging sejatine mlarat.

Selasa, 27 Desember 2016

PARA PENDAHULU WALI SONGO "SYEKH JAMALUDDIN AL-AKBAR AL-HUSAINI....

Seperti yang dikutip dalam buku Khoul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Ahmad Dahlan; “…majelis da’wah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya” 

Namun, jauh sebelum Wali Songo berkiprah dengan majelis da’wahnya di Indonesia khususnya pulau Jawa dan sekitarnya, peran para Alawiyyin, telah terlebih dahulu berjasa menyebarkan Islam di bumi pertiwi ini. Sebutan “Alawiyyin” adalah diperuntukkan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah langsung (Keturunan/Nasab) dengan Nabi Muhammad saw. Kebanyakan dari mereka berasal dari Persia (Iraq) dan Hadramaut, Yaman Selatan.
Berikut ini adalah 5 tokoh Alawiyyin yang merupakan pendahulu para Wali Songo. Mereka itu adalah :
1.Sayyid Ali Al-Muktabar.
2. Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini.
3. Syekh Datuk Kahfi.
4. Syekh Quro.
5. Syekh Khaliqul Idrus.

    --->>> Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini "PARA PENDAHULU WALI SONGO" <<<---
Syekh Jamaluddin al-Akbar al-Husaini Penyebarkan Islam Pertama di Sulsel.
Syekh Jamaluddin Akbar al-Husaini atau Maulana Husain Jumadil Kubro (1310-1453M) dikenal sebagai seorang muballigh terkemuka, dimana sebagian besar penyebar Islam di Nusantara (Wali Songo), berasal dari keturunannya. Beliau dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, yakni sebuah negeri dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur (Amir) negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah Jalaluddin.
Silsilah Nasab lengkap beliau adalah Maulana Husin Jumadil Kubro bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Azmat khan bin Abdul Malik bin ‘Alwi ‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali Qasam bin ‘Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma’ah bin ‘Alwi al-Mubtakir bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin ‘Ali Al-’Uraidhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.
Keluarga Maulana Husin, memiliki banyak saudara di antaranya : Aludeen Abdullah, Amir Syah Jalalluddeen (Sultan Malabar), Alwee Khutub Khan, Hasanuddeen, Qodeer Binaksah, Ali Syihabudeen Umar Khan, Syeikh Mohamad Ariffin Syah (Datuk Kelumpang Al Jarimi Al Fatani) dan Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) .
Maulana Husain memiliki beberapa nama panggilan, diantaranya Sayyid Husain Jamaluddin, Syekh Maulana Al-Akbar atau Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat, beliau tercatat memiliki isteri 6 orang, yaitu :
1.Lalla Fathimah binti Hasan bin Abdullah Al-Maghribi Al-Hasani (Morocco) Memperoleh seorang anak, yang kemudian dikenal dengan nama Maulana Muhammad Al-Maghribi.
2.Puteri Nizam Al Mulk dari Delhi Memperoleh 4 anak yaitu: Maulana Muhammad Jumadil Kubra, Maulana Muhammad ‘Ali Akbar, Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir), Syaikh Maulana Wali Islam.
3.Puteri Linang Cahaya (menikah tahun 1350 M) Memperoleh 3 anak, yaitu: Pangeran Pebahar, Fadhal (Sunan Lembayung), Sunan Kramatsari (Sayyid Sembahan Dewa Agung), Syekh Yusuf Shiddiq.
4.Puteri Ramawati (Puteri Jeumpa/Pasai) (Menikah tahun 1355 M) Memperoleh seorang anak yang bernama Maulana Ibrahim Al Hadrami.
5.Puteri Syahirah dari Kelantan (Menikah tahun 1390 M) Memperoleh 3 anak. yaitu ’Abdul Malik, ‘Ali Nurul ‘Alam dan Siti ‘Aisyah (Putri Ratna Kusuma.
6.Puteri Jauhar (Diraja Johor) Memperoleh anak bernama Muhammad Berkat Nurul Alam dan Muhammad Kebungsuan
(Note : Ke-empat isterinya yang terakhir, beliau nikahi selepas tiap-tiap seorang daripadanya meninggal dunia)

Sejarah Dakwah Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini Pada tahun 1349 M bersama adiknya Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) , tiba di Kelantan dalam menjalankan misi dakwahnya. Dari Kelantan beliau menuju Samudra Pasai, dan beliau kemudian begerak ke arah Tanah Jawa.
Di Jawa beliau menyerahkan tugas dakwah ke Putra tertuanya Maulana Malik Ibrahim. Beliau sendiri bergerak ke arah Sulawesi dan mengislamkan Raja Lamdu Salat pada tahun 1380 M.
Pada awal abad ke-15, Maulana Husin mengantar puteranya Maulana Ibrahim Al Hadrami ke tanah Jawa. Pada akhirnya beliau memutuskan untuk bermukim di Sulawesi, hal ini dikarenakan, sebagian besar orang Bugis ketika itu belum masuk Islam. Pada tahun 1453 M, Maulana Husin di panggil menghadap ILLAHI, dan dimakamkan di Wajo Sulawesi. Makam Cungkup / Petilasan Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini di Sulawesi Selatan,Tosora-Wajo

Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini Sisa dari reruntuhan Masjid Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al HusainiMakam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini.

Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini

Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini

Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini


Seperti yang dikutip dalam buku Khoul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Ahmad Dahlan; “…majelis da’wah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya” Namun, jauh sebelum Wali Songo berkiprah dengan majelis da’wahnya di Indonesia khususnya pulau Jawa dan sekitarnya, peran para Alawiyyin, telah terlebih dahulu berjasa menyebarkan Islam di bumi pertiwi ini. Sebutan “Alawiyyin” adalah diperuntukkan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah langsung (Keturunan/Nasab) dengan Nabi Muhammad saw. Kebanyakan dari mereka berasal dari Persia (Iraq) dan Hadramaut, Yaman Selatan Berikut ini adalah 5 tokoh Alawiyyin yang merupakan pendahulu para Wali Songo. Mereka itu adalah: 1. Sayyid Ali Al-Muktabar. 2. Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini. 3. Syekh Datuk Kahfi. 4. Syekh Quro. 5. Syekh Khaliqul Idrus. <<<<<<--***-->>>>> Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini "PARA PENDAHULU WALI SONGO" Syekh Jamaluddin al-Akbar al-Husaini Penyebarkan Islam Pertama di Sulsel Jamaluddin Akbar al-Husaini atau Maulana Husain Jumadil Kubro (1310-1453M) dikenal sebagai seorang muballigh terkemuka, dimana sebagian besar penyebar Islam di Nusantara (Wali Songo), berasal dari keturunannya. Beliau dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, yakni sebuah negeri dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur (Amir) negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah Jalaluddin. Silsilah Nasab lengkap beliau adalah Maulana Husin Jumadil Kubro bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Azmatkhan bin Abdul Malik bin ‘Alwi ‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali Qasam bin ‘Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma’ah bin ‘Alwi al-Mubtakir bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin ‘Ali Al-’Uraidhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Keluarga Maulana Husin, memiliki banyak saudara di antaranya : Aludeen Abdullah, Amir Syah Jalalluddeen (Sultan Malabar), Alwee Khutub Khan, Hasanuddeen, Qodeer Binaksah, Ali Syihabudeen Umar Khan, Syeikh Mohamad Ariffin Syah (Datuk Kelumpang Al Jarimi Al Fatani) dan Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) . Maulana Husain memiliki beberapa nama panggilan, diantaranya Sayyid Husain Jamaluddin, Syekh Maulana Al-Akbar atau Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat, beliau tercatat memiliki isteri 6 orang, yaitu : Lalla Fathimah binti Hasan bin Abdullah Al-Maghribi Al-Hasani (Morocco) Memperoleh seorang anak, yang kemudian dikenal dengan nama Maulana Muhammad Al-Maghribi. Puteri Nizam Al Mulk dari Delhi Memperoleh 4 anak yaitu: Maulana Muhammad Jumadil Kubra, Maulana Muhammad ‘Ali Akbar, Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir), Syaikh Maulana Wali Islam. Puteri Linang Cahaya (menikah tahun 1350 M) Memperoleh 3 anak, yaitu: Pangeran Pebahar, Fadhal (Sunan Lembayung), Sunan Kramasari (Sayyid Sembahan Dewa Agung), Syekh Yusuf Shiddiq. Puteri Ramawati (Puteri Jeumpa/Pasai) (Menikah tahun 1355 M) Memperoleh seorang anak yang bernama Maulana Ibrahim Al Hadrami. Puteri Syahirah dari Kelantan (Menikah tahun 1390 M) Memperoleh 3 anak. yaitu ’Abdul Malik, ‘Ali Nurul ‘Alam dan Siti ‘Aisyah (Putri Ratna Kusuma. Puteri Jauhar (Diraja Johor) Memperoleh anak bernama Muhammad Berkat Nurul Alam dan Muhammad Kebungsuan (Note : Ke-empat isterinya yang terakhir, beliau nikahi selepas tiap-tiap seorang daripadanya meninggal dunia) Sejarah Dakwah Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini Pada tahun 1349 M besama adiknya Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) , tiba di Kelantan dalam menjalankan misi dakwahnya. Dari Kelantan beliau menuju Samudra Pasai, dan beliau kemudian bergerak ke arah Tanah Jawa. Di Jawa beliau menyerahkan tugas dakwah ke anakanda tertuanya Maulana Malik Ibrahim. Beliau sendiri bergerak ke arah Sulawesi dan mengislamkan Raja Lamdu Salat pada tahun 1380 M. Pada awal abad ke-15, Maulana Husin mengantar puteranya Maulana Ibrahim Al Hadrami ke tanah Jawa. Pada akhirnya beliau memutuskan untuk bermukim di Sulawesi, hal ini dikarenakan, sebagian besar orang Bugis ketika itu belum masuk Islam. Pada tahun 1453 M, Maulana Husin di panggil menghadap ILLAHI, dan dimakamkan di Wajo Sulawesi. Makam Cungkup / Petilasan Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini di Sulawesi Selatan,Tosora-Wajo Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini Sisa dari reruntuhan Masjid Makam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al HusainiMakam Assyeikh Al Habib Jamaluddin Al Akbar Al Husaini

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

MENYIBAK LEGENDA PUSER BUMI GUNUNG JATI CIREBON


Letak Gunung Jati Cirebon
Gunung Jati atau Giri Amparan Jati Cirebon terletak di desa Astana kecamatan Sunan Gunung Jati,Cirebon. Tepatnya bila dari arah kota Cirebon menuju utara ada disebelah kanan.Persisnya bersebrangan dengan Gunung Sembung yang menjadi tempat makan para leluhur Cirebon diantaranya adalah Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah yang merupakan keponakan dari mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana.

 
Foto insert : Astana Gunung Sembung

Astana Gunung Sembung

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Adapun Astana Gunung Sembung Gunung Jati merupakan kawasan pemakaman warga Keraton Cirebon dan penduduk asli desa Astana. Pintu masuk utama Gunung Jati ada di depan, tepat disisi jalan raya Sunan Gunung Jati. Namun, bisa juga masuk melalui pintu dari samping kiri atau kanan dari kawasan pemakaman ini yang merupakan kawasan tempat tinggal warga.


Foto insert : Puncak gunung jati

Ketika Kita mulai mendaki Gunung Jati, dipertengahan akan dijumpai persimpangan dimana bila lurus akan menuju ke satu tempat yang dikenal dengan Pemakaman dari Syekh Datul Kahfi atau Syekh Nurjati (Guru Pangeran Walangsungsang dan adik perempuannya Nyi Mas Ratu Rarasantang atau ibu dari Sunan Gunung Jati).



Sedangkan ke arah kanan akan menuju ke puncak dari Gunung Jati dimana akan dijumpai sebuah lubang yang dikenal dengan Puser Bumi dan disamping kiri arah turun ada sebuah Gua tempat Syekh Datul Kahfi. Dan arah kiri akan dijumpai Sumur Jalatunda atau Sumur Titipan Agung dari kata "Jalla" yang artinya : "agung atau luhur" dan kata "tundha" yang artinya : "titipan" (dalam bahasa arab).
Pada Setiap Malam Jumat Kliwon dan hari-hari tertentu, kawasan pemakaman ini ramai dikunjungi peziarah dari berbagai pelosok. Khususnya di tiga tempat utama dari Puncak Gunung Jati ini.


Foto insert : Puser Bumi Gunung Jati Cirebon.
Asal Muasal Nama Puser Bumi
Asal Muasal Puser Bumi Konon, menurut dongeng dari Cirebon, Pulau Jawa sebelum ajaran Islam berkembang, adalah merupakan hutan rimba yang sangat angker. Penuh dengan rawa yang membanjir. Ditumbuhi banyak pepohonan besar dan semak belukar yang lebat. Pada suatu masa di jaman Nabi Isa Al Masih, di salah satu puncak gunung, hiduplah seorang pertapa bernama Pendeta Bageral Banjir. Kawah Kembar Gunung Ciremai Jawa Barat Dipercaya bahwa gunung tersebut adalah Gunung Ciremai.
Dan hanya pertapa sakti mandraguna pilihan Sanghyang yang dapat tinggal di puncak gunung ini. Gunung Cerme atau Ceremai (Gunung Tertinggi di Propinsi Jawa Barat) Mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai ada yang menyebut cerme, ada yang seringkali menamakan “Ceremai”) secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.



Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet. Sang Pendeta melakukan tapa demi meminta kepada Sanghyang Maha Tunggal supaya diberikan ilmu Wijihing Srandil dan kesempurnaan hidup.
Lima belas tahun sudah Pendeta Bageral Banjir bertapa di puncak Gunung Ciremai. Tak sia-sia, keinginannya dikabulkan oleh Sanghyang Maha Tunggal. Bersamaan dengan Raga Sukma, ilmu Wijihing Srandil merasuk ke tubuh Pendeta Bageral Banjir. Sang Pendeta langsung merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri.
Bersamaan dengan itu, tanpa disadari oleh Pendeta Bageral Banjir, Gunung Ciremai mendadak meletus dahsyat. Puncak Gunung Ciremai itu ambrol, terlepas, terpental melesat jauh ke awang-uwung (angkasa) dan akhirnya jatuh ke laut. Puncak Gunung Ciremai itu terombang-ambing di perairan laksana perahu dihantam ombak badai. Sementara itu, tubuh Pendeta Bageral Banjir telah raib. Hilang tanpa bekas, bak pindah ke dimensi lain.
Sekian ratus tahun berlalu, Puncak Gunung Ciremai masih terombang-ambing di laut. Saat itu, datanglah seseorang ke puncak gunung yang terombang-ambing itu. Memperhatikan dengan seksama, kemudian meyakini bahwa tempat inilah yang dicarinya. Itulah petilasan tempat bertapa Pendeta Bageral Banjir. Segera orang tersebut menuntaskan tapa yang pernah dilakukan Sang Pendeta. Puncak gunung yang semula terombang-ambing di tengah laut, mendadak diam dan berubah menjadi tanah (daratan) biasa.
 Di tempat ini, orang tersebut mendirikan rumah gubuk dan bermukim. Kegiatannya di rumah gubuk ini, hanya beribadah saja. Orang tersebut yakin akan tempat yang dipilihnya ini. Orang ini selalu berdoa memohon petunjuk guna mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Tengah khusuk berdoa, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara tanpa rupa. Suara itu sepertinya keluar dari pepohonan. Suara itu berkata bahwa tempat ini kelak akan menjadi tempat tujuan dan pusat (puser) berkembang-luasnya Agama Islam. Hal ini semakin memantapkan niatnya untuk tetap tinggal selamanya di tempat ini.
 Dari tempat orang itu biasa duduk, terpancar sinar dari dalam bumi, menghadap permukaan tanah Pulau Jawa. Sinar itu menyoroti tempatnya duduk, dan berpendar ke seantero jagat negara-negara Islam. Orang tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Syekh Nurul Jati atau Syekh Nurjati (Nur Ingkang Sejati). Sedangkan tempatnya duduk, kemudian dikenal sebagai Puser Bumi Gunung Jati.
Letak Gunung Jati Cirebon Gunung Jati atau Giri Amparan Jati, Cirebon terletak di desa Astana kecamatan Sunan Gunung Jati, Cirebon. Tepatnya bila dari arah kota Cirebon menuju utara ada disebelah kanan. Persisnya bersebrangan dengan Gunung Sembung yang menjadi tempat makan para leluhur Cirebon diantaranya adalah Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah yang merupakan keponakan dari mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana. Astana Gunung Sembung Gunung Jati ini merupakan kawasan pemakaman warga Keraton Cirebon dan penduduk asli desa Astana. Pintu masuk utama Gunung Jati ada di depan, tepat disisi jalan raya Sunan Gunung Jati. Namun, bisa juga masuk melalui pintu dari samping kiri atau kanan dari kawasan pemakaman ini yang merupakan kawasan tempat tinggal warga. Ketika mulai mendaki Gunung Jati, Puncak Gunung Jati Ketika mulai mendaki Gunung Jati, dipertengahan akan dijumpai persimpangan dimana bila lurus akan menuju ke satu tempat yang dikenal dengan Pemakaman dari Syekh Datul Kahfi atau Syekh Nurjati (Guru Pangeran Walangsungsang dan adik perempuannya Nyi Mas Ratu Rarasantang atau ibu dari Sunan Gunung Jati). Sedangkan ke arah kanan akan menuju ke puncak dari Gunung Jati dimana akan dijumpai sebuah lubang yang dikenal dengan Puser Bumi dan disamping kiri arah turun ada sebuah Gua tempat Syekh Datul Kahfi. Dan arah kiri akan dijumpai Sumur Jalatunda atau Sumur Titipan Agung dari kata "Jalla" yang artinya : "agung atau luhur" dan kata "tundha" yang artinya : "titipan" (dalam bahasa arab). Pada Malam Jumat Kliwon dan hari-hari tertentu, kawasan pemakaman ini ramai dikunjungi peziarah dari berbagai pelosok. Khususnya di tiga tempat utama dari Puncak Gunung Jati ini. Puser Bumi Gunung Jati Cirebon Dari tempat orang itu biasa duduk, terpancar sinar dari dalam bumi, menghadap permukaan tanah Pulau Jawa. Sinar itu menyoroti tempatnya duduk, dan berpendar ke seantero jagat negara-negara Islam. Orang tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Syekh Nurul Jati atau Syekh Nurjati (Nur Ingkang Sejati). Sedangkan tempatnya duduk, kemudian dikenal sebagai Puser Bumi Gunung Jati. ---------------------------------------------------------------------------------- Asal Muasal Puser Bumi Konon, menurut dongeng dari Cirebon, Pulau Jawa sebelum ajaran Islam berkembang, adalah merupakan hutan rimba yang sangat angker. Penuh dengan rawa yang membanjir. Ditumbuhi banyak pepohonan besar dan semak belukar yang lebat. Pada suatu masa di jaman Nabi Isa Al Masih, di salah satu puncak gunung, hiduplah seorang pertapa bernama Pendeta Bageral Banjir. Kawah Kembar Gunung Ciremai Jawa Barat Dipercaya bahwa gunung tersebut adalah Gunung Ciremai. Dan hanya pertapa sakti mandraguna pilihan Sanghyang yang dapat tinggal di puncak gunung ini. Gunung Cerme atau Ceremai (Gunung Tertinggi di Propinsi Jawa Barat) Mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai ada yang menyebut cerme, ada yang seringkali menamakan “Ceremai”) secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet. Sang Pendeta melakukan tapa demi meminta kepada Sanghyang Maha Tunggal supaya diberikan ilmu Wijihing Srandil dan kesempurnaan hidup. Lima belas tahun sudah Pendeta Bageral Banjir bertapa di puncak Gunung Ciremai. Tak sia-sia, keinginannya dikabulkan oleh Sanghyang Maha Tunggal. Bersamaan dengan Raga Sukma, ilmu Wijihing Srandil merasuk ke tubuh Pendeta Bageral Banjir. Sang Pendeta langsung merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Bersamaan dengan itu, tanpa disadari oleh Pendeta Bageral Banjir, Gunung Ciremai mendadak meletus dahsyat. Puncak Gunung Ciremai itu ambrol, terlepas, terpental melesat jauh ke awang-uwung (angkasa) dan akhirnya jatuh ke laut. Puncak Gunung Ciremai itu terombang-ambing di perairan laksana perahu dihantam ombak badai. Sementara itu, tubuh Pendeta Bageral Banjir telah raib. Hilang tanpa bekas, bak pindah ke dimensi lain. Sekian ratus tahun berlalu, Puncak Gunung Ciremai masih terombang-ambing di laut. Saat itu, datanglah seseorang ke puncak gunung yang terombang-ambing itu. Memperhatikan dengan seksama, kemudian meyakini bahwa tempat inilah yang dicarinya. Itulah petilasan tempat bertapa Pendeta Bageral Banjir. Segera orang tersebut menuntaskan tapa yang pernah dilakukan Sang Pendeta. Puncak gunung yang semula terombang-ambing di tengah laut, mendadak diam dan berubah menjadi tanah (daratan) biasa. Di tempat ini, orang tersebut mendirikan rumah gubuk dan bermukim. Kegiatannya di rumah gubuk ini, hanya beribadah saja. Orang tersebut yakin akan tempat yang dipilihnya ini. Orang ini selalu berdoa memohon petunjuk guna mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Tengah khusuk berdoa, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara tanpa rupa. Suara itu sepertinya keluar dari pepohonan. Suara itu berkata bahwa tempat ini kelak akan menjadi tempat tujuan dan pusat (puser) berkembang-luasnya Agama Islam. Hal ini semakin memantapkan niatnya untuk tetap tinggal selamanya di tempat ini. Dari tempat orang itu biasa duduk, terpancar sinar dari dalam bumi, menghadap permukaan tanah Pulau Jawa. Sinar itu menyoroti tempatnya duduk, dan berpendar ke seantero jagat negara-negara Islam. Orang tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Syekh Nurul Jati atau Syekh Nurjati (Nur Ingkang Sejati). Sedangkan tempatnya duduk, kemudian dikenal sebagai Puser Bumi Gunung Jati.

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

SYEKH DATUK KAHFI CIREBON PENDAHULU WALI SONGO

WALI SONGO,Setiap umat Muslim di Indonesia khususnya di Pulau Jawa pasti tidak asing dengan kata ini. Kebanyakan diantara kita mahfum akan keberadaannya yang masyur dengan 9 wali, yang biasa disapa dengan kata “Sunan”. Seperti; Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kali Jogo, Sunan Gresik, Sunan Drajat, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Tetapi tahukah kalian bahwa sebenarnya Wali Songo adalah sebuah majelis da’wah yang di prakarsai oleh Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).
Majelis da’wah ini beranggotakan 9 Mubaligh, yang dalam keberlangsungan organisasinya tetap mempertahankan jumlah anggota yang tetap 9. Seperti yang dikutip dalam buku Khoul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Ahmad Dahlan; “…majelis da’wah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya”
Namun, jauh sebelum Wali Songo berkiprah dengan majelis da’wahnya di Indonesia,khususnya pulau Jawa dan sekitarnya, peran para Alawiyyin, telah terlebih dahulu berjasa menyebarkan Islam di bumi pertiwi ini. Sebutan “Alawiyyin” adalah diperuntukkan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah langsung (Keturunan/Nasab) dengan Nabi Muhammad saw.
Kebanyakan dari mereka berasal dari Persia (Iraq) dan Hadramaut, Yaman Selatan.
Berikut ini adalah 5 tokoh Alawiyyin yang merupakan pendahulu para Wali Songo.
Mereka itu adalah :
1.Sayyid Ali Al-Muktabar.
2.Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini.
3.Syekh Datuk Kahfi.
4.Syekh Quro.
5.Syekh Khaliqul Idrus.
        -- -->>>>> Syekh Datuk Kahfi "PARA PENDAHULU WALI SONGO" <<<<-----
SYEKH DATUK KAHFI [SYEKH DZATUL KAHFI] adalah pendahulu Wali Songo di Tanah Caruban, wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Cirebon, Jawa Barat.
SYEKH MUHAMAD KAHFI/SYEKH DATUK KAHFI/SYEKH DZATUL KAHFI (dikenal juga dengan nama SYEKH IDHOFI atau SYEKH NURUL JATI) adalah tokoh penyebar Islam di wilayah yang sekarang dikenal dengan Cirebon dan leluhur dari raja-raja Sumedang.
Foto Syekh MUHAMAD KAHFI atau juga SYEKH DATUK KAHFIBeliau pertama kali menyebarkan ajaran Islam di daerah Amparan Jati. Syekh Datuk Kahfi merupakan buyut dari Pangeran Santri (Ki Gedeng Sumedang), penguasa di Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat, dan putera dari SYEKH DATUK AHMAD.
Beliau merupakan keturunan dari Amir Abdullah Khan. Syekh Datuk Kahfi yang bernama asli Idholfi Mahdi berasal dari Malaka. Beliau adalah putra dari Datuk Ahmad.
Nasab Syekh Datuk Kahfi adalah ; Idholfi Mahdi bin Datuk Ahmad bin Maulana ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jalaluddin bin Amir ‘Abdullah Khonnuddin bin ‘Abdul Malikal Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi Ats-Tsani bin Muhammad Shohibus Saumiah bin Alawi (Alwi) Awwal bin Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uroidhi bin Ja’far Ash-Shoddiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain As-Sabith bin Sayyidina Ali bin Abi Tholib + Sayyidah Fathimah Az-Zahro binti Nabi Muhammad saw.
Syekh Datuk Kahfi adalah: Cucu keponakan dari Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini (Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar Jumadil Kubro). Karena kakeknya, Syekh Maulana ‘Isa ‘Alawi adalah adik satu ayah (Syekh Ahmadsyah Jalaluddin) dengan Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini. Sepupu dari Syekh Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar), karena ayahnya Syekh Datuk Ahmad, adalah kakak kandung dari ayah (Syekh Datuk Shalih) Syekh Abdul Jalil.
Syekh Datuk Kahfi memiliki beberapa nama lain, seperti;
a.Syekh Dzatul Kahfi.
b.Syekh Datuk Khofid.
c.Syekh Idholfi.
d.Syekh Nurul Jati.
Syekh Datuk Kahfi pertama kali menyebarkan ajaran Islam di daerah Amparan Jati, Cirebon. Nama Kahfi yang menyertai namanya berasal dari bahasa Arab yang berarti gua. Karena tempat ia mengajar ilmu agama adalah didalam gua.
Adapun para santri Syekh Datuk Kahfi antara lain : Pangeran Walangsungsang dan Nyai Rara Santang; anak-anak dari Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Prabu Jaya Dewata - Siliwangi III, raja dari Kerajaan Pajajaran juga beberapa mubaligh Wali Songo, seperti Syekh Syarif Hidayatullah dan Sunan Kalijogo. Syekh Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar).



Makam Cungkup Petilasan Syekh Datuk Kahfi di Cirebon terletak di Pasambangan, kompleks makam Gunung Sembung di Bukit Gunung Jati, bersebelahan dengan komplek makam Sunan Gunung Jati.
Semoga bermanfaat

Kamis, 22 Desember 2016

DISCLAIMER

Disclaimer for "MP"DAARUTTHOLABAH

If you require any more information or have any questions about our site's disclaimer, please feel free to contact us by email at http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com /p/Disclaimer html.

DISCLAIMERS FOR mpdaaruttholabah79.blogspot.coM

All the information on this website is published in good faith and for general information purpose only. mpdaaruttholabah79.blogspot.com does not make any warranties about the completeness, reliability and accuracy of this information. Any action you take upon the information you find on this website (mpdaaruttholabah79.blogspot.com), is strictly at your own risk. mpdaaruttholabah79.blogspot.com will not be liable for any losses and/or damages in connection with the use of our website. 
From our website, you can visit other websites by following hyperlinks to such external sites. While we strive to provide only quality links to useful and ethical websites, we have no control over the content and nature of these sites. These links to other websites do not imply a recommendation for all the content found on these sites. Site owners and content may change without notice and may occur before we have the opportunity to remove a link which may have gone 'bad'. 
Please be also aware that when you leave our website, other sites may have different privacy policies and terms which are beyond our control. Please be sure to check the Privacy Policies of these sites as well as their "Terms of Service" before engaging in any business or uploading any information. 

Consent

By using our website, you hereby consent to our disclaimer and agree to its terms. 

Update

This site disclaimer was last updated on: Tuesday, Desember 22nd, 2016
· Should we update, amend or make any changes to this document, those changes will be prominently posted here.

PRIVACY POLICY

Privacy Policy for

If you require any more information or have any questions about our privacy policy, please feel free to contact us by email at http://mpdaaruttholabah79.blogspot.co.id/p/Privacy Policy html">.
At we consider the privacy of our visitors to be extremely important. This privacy policy document describes in detail the types of personal information is collected and recorded by and how we use it. 
Log Files
Like many other Web sites, makes use of log files. These files merely logs visitors to the site - usually a standard procedure for hosting companies and a part of hosting services's analytics. The information inside the log files includes internet protocol (IP) addresses, browser type, Internet Service Provider (ISP), date/time stamp, referring/exit pages, and possibly the number of clicks. This information is used to analyze trends, administer the site, track user's movement around the site, and gather demographic information. IP addresses, and other such information are not linked to any information that is personally identifiable. 
Cookies and Web Beacons
does not use cookies. 
DoubleClick DART Cookie
→ Google, as a third party vendor, uses cookies to serve ads on .
→ Google's use of the DART cookie enables it to serve ads to our site's visitors based upon their visit to and other sites on the Internet. 
→ Users may opt out of the use of the DART cookie by visiting the Google ad and content network privacy policy at the following URL - http://www.google.com/privacy_ads.html 
Our Advertising Partners
Some of our advertising partners may use cookies and web beacons on our site. Our advertising partners include ....... 

    While each of these advertising partners has their own Privacy Policy for their site, an updated and hyperlinked resource is maintained here: Privacy Policies.
    You may consult this listing to find the privacy policy for each of the advertising partners of .

    These third-party ad servers or ad networks use technology in their respective advertisements and links that appear on and which are sent directly to your browser. They automatically receive your IP address when this occurs. Other technologies (such as cookies, JavaScript, or Web Beacons) may also be used by our site's third-party ad networks to measure the effectiveness of their advertising campaigns and/or to personalize the advertising content that you see on the site. 
    has no access to or control over these cookies that are used by third-party advertisers. 
    Third Party Privacy Policies
    You should consult the respective privacy policies of these third-party ad servers for more detailed information on their practices as well as for instructions about how to opt-out of certain practices. 's privacy policy does not apply to, and we cannot control the activities of, such other advertisers or web sites. You may find a comprehensive listing of these privacy policies and their links here: Privacy Policy Links.
    If you wish to disable cookies, you may do so through your individual browser options. More detailed information about cookie management with specific web browsers can be found at the browsers' respective websites. What Are Cookies?
    Children's Information
    We believe it is important to provide added protection for children online. We encourage parents and guardians to spend time online with their children to observe, participate in and/or monitor and guide their online activity. does not knowingly collect any personally identifiable information from children under the age of 13. If a parent or guardian believes that has in its database the personally-identifiable information of a child under the age of 13, please contact us immediately (using the contact in the first paragraph) and we will use our best efforts to promptly remove such information from our records. 
    Online Privacy Policy Only
    This privacy policy applies only to our online activities and is valid for visitors to our website and regarding information shared and/or collected there. This policy does not apply to any information collected offline or via channels other than this website.
    Consent
    By using our website, you hereby consent to our privacy policy and agree to its terms. 


    Update
    This Privacy Policy was last updated on: Tuesday, November 22nd, 2016. Privacy Policy Online Approved Site
    Should we update, amend or make any changes to our privacy policy, those changes will be posted here.