SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Jumat, 21 Oktober 2016

BIOGRAFI IMAM BUKHARI

Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari

Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo'a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.

Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur di antara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir Dulu termasuk wilayah Sovyet(Rusia), yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya "Islam in the Sivyet Union" (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti "al-Mubarak" dan "al-Waki". Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).

Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.

Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja "diputar-balikkan" untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.

Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.

Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab "At-Tarikh" (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, "Saya menulis buku "At-Tarikh" di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama".

Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami' ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al 'Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du'afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami' as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama

Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' As-Sahih."

Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya.

Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun."
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, di antaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim  menceritakan : "Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.

Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.

Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami' as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."

Di sela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.

Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.

Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.

Di antara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab "Al-Jami 'as-Shahih".

Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. "Saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih". Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.

Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.

Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. "Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih", katanya suatu saat.

Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami' as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.

Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.

 Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun di sana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun

SEKILAS PESANTREN TEBUIRENG,MENGENANG RESOLUSI JIHAD 22/10/45

PESANTREN TEBUIRENG bukan pesantren tertua. Tapi pesantren yang berada di 

Jombang ini sangat dikenal karena menjadi pusat perjuangan sejak pertengahan 

abad ke-19.

Tebuireng sendiri lahir sebagai respon terhadap tumbuhnya kapitalisme liberal yang tubuh bersamaan tumbuhnya industri gula di kawasan itu. Pabrik gula itu membawa ekses ketidakadilan sosial,kemiskinan,dan berbagai macam kriminalitas yang sengaja dilestarikan oleh penjajah guna melemahkan mental masyarakat jajahan.
Sebagai seorang aktivis muda, Hasyim asy’ari yang telah mendapatkan pendidikan paripurna dari seluruh peantren terkemuka di Jawa yang kemudian berpuncak mendapatkan pendidikan agama di Tanah Suci. Ia tergerak untuk mengatasi tantangan struktural itu, maka pada tahun Rabiul Awal 1317/1899 M didirikanlah sebuah pesantren di Tebuireng  di Cukir. Berhadapan persis dengan pabrik Gula Cukir.
Sejak awal berdirinya, pesantren tersebut tidak mengenakkan kalangan kolonial yang bercokol di situ, maka gangguan demi gangguan dilakukan oleh sekelompok preman dan jagoan yang dipelihara oleh  Belanda.
Ketika posisi Kiai dan segenap santri yang jumlanya hanya beberapa orang itu sangat terancam, maka Mbah Hasyim Asy’ari meminta bantuan pada kiai-kiai dari Cirebon yang dikenal memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Kiai Abbas beserta beberapa kiai yang lain dari Buntet Cirebon datang memberikan bantuan. Semua jagoan yang ada di situ bisa dikalahkan sehingga mereka tidak berani lagi menggangu pesantren. Tetapi tidak dengan sendirinya pengawasan Belanda berhenti, sebaliknya terus diintensifkan.
Dengan berkurangnya gangguan itu, jumlah santri yang datang semakin bertambah. Ada sekitar 28 orang yang berasal dari berbagai tempat di Jawa Timur. Sebagai pesantren Salafiyah,  Tebuireng mengajarkan berbagai kitab penting baik dalam fiqih, tauhid dan akhlaq.
Keahlian Mbah Hasyim Asy’ari dalam bidang hadits dan tafsir, menjadi daya tarik utama pesantren yang dirintisnya itu. Semua kitab diajarkan sesuai dengan tradisi pesantren Salaf, yaitu dengan metode bandongan, dan sorogan, bahkan saat itu metode halaqah juga sudah diterapkan, sehingga kehidupan akademis para santri menjadi dinamis dalam mengasah diri. Banyak santri senior dari pesantren juga datang, nyantri di Tebuireng baik sekadar mencari barokah maupun sengaja melibatkan diri dalam perjuangan politik yang gerakan dari pesantren itu.
Saat itu santri sudah datang dari Jawa tengah dan Jawa Barat sehingga jumlahnya kemudian meningkat hingga 200 orang. Apalagi sikap kiai yang sangat tegas pendiriannya dalam menghadapi berbagai persoalan kolonial, menjadi daya tarik tersendiri bagi para santri untuk berguru kepadanya. Melihat perkembangan pesantren Tebuireng yang semakin tidak terbendung itu, pemerintah Kolonial Belanda akhirnya terpaksa mengakui pesantren ini tahun 1906. Namun, Mbah Hasyim ini tetap waspada. Sebab, dia tahu bahwa pengakuan ini tidak lebih merupakan bagian dari Politiek Etis, sebuah tipu muslihat Belanda untuk membelandakan bangsa Indonesia dan umat Islam melalui pendidikan.
Ternyata, Tebuireng tetap pada pendiriannya, tidak mau tunduk pada Belanda dan tidak mau menerima bantuannya, bahkan semakin intensif menyadarkan bangsanya. Pesantren itu dituduh sebagai sarang ekstrimis Islam, karena itu pada tahun 1913 pesantren Tebuireng dihancurkan dan berbagai kitab penting dibakar oleh Belanda.
Menghadapi tantangan yang semakin berat itu tiada lain bagi peasantren ini untuk menyiapkan pejuang yang selain mendalam ilmu agamanya tetapi juga memiliki bekal ilmu pengetahuan umum yang memadai sebagai modal perjuangan nasional.
Walaupun Mbah Hasyim murni berpendidikan Salaf, tetapi sangat menghargai kemajuan yang terjadi di lingkungannya. Sebab itu, tahun 1919  telah diselenggarakan pendidikan formal yang bersifat klasikal yang dinamakan Madrasah Salafiyah Syafiiyah. Pelopor pembaruan di tebuireng ini adalah seorang Kiai Muda Muhamamad Ilayas yang sangat dipercaya oleh KH. Hasyim Asy’ari, sehingga berani memulai mengajarkan mata pelajaran umum yang selama ini belum dikenal di pesantren salafiyah.
Kalau semua kitab agama dipelajari dengan menggunakan bahsa Arab, tetapi saat itu, mulai diperkenalkan huruf latin, bersamaan dengan diterapkannya mata pelajaran bahasa Melayu, berhitung, sejarah, ilmu bumi dan sebagainya.
Tawaran baru ini sangat menarik kalangan santri yang sedang bangkit dan bergejolak saat itu. Sehingga Tebuireng menjadi pesantren idaman di kalangan pemuda tidak hanya dari Jawa, tetapi dikenal di seluruh Nusantara.
Para santri dari Tebuireng ini kemudian menjadi ulama besar yang memimpin berbagai pesantren penting di Nusantara, antara lain KH Wahab hasbullah memimpin Pesantren ambakberas, KH Abdul Karim pendiri peantren Lirboyo dan sebagainya, termasuk  KH Ahmad Shiddiq adalah murid KH Hasyim yang disegani.
Kiai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang sangat giat bekerja mencari harta dan selalau menganjurkan orang untuk bercocok tanam yang dianggapnya sebagai pekerjaan sangat mulia. Demikian pula untuk mengembangkan pendidikan. Kedua dirasa sangat perlu untuk memperkuat basis perekonomian dan basis moral. Karena itu pada tahu 1919 itu juga didirikanlah Nahdlatut Tujjar yang dipimpin sendiri kemudian bendaharanya adalah Kiai Wahab Chasbullah.  Sejak saat itu Tebuireng menjadi simpul utama dari pergerakan nasional.
DI TENGAH gigihnya perlawan tehadap Belanda itu, kelompok Wahabi menguasai Masjidil Haram yang hendak menerapkan satu madzhab, yaitu Wahabi. Tingkah kelompok ini macam-macam, di antaranta mereka hendak membongkar makam Nabi Muhammad.
Para ulama pesantren tidak setuju dengan tingkah pola dan pemikiran agama kaum Wahabi.  Lantas, Kiai Wahab usul kepada Mbah Hasyim agar dibentuk kepanitiaan untuk memprotes tindakan raja Ibnu Saud. Terbentuklah panitia bernama Komite Hejaz.
Dikirimlah delegasi Komite Hejaz itu. Setelah mendapat persetujuan dari pemimpin pesantren Terbuireng itu maka pada 31 Januari 1926 NU didirikan dan KH Hasyim sendiri sebagai Rais Akbar.
Dengan menggunakan jaringan ulama yang dimiliki kiai, maka dengan cepat NU menyebar menjadi organisiasi besar. Dengan sendirinya Tebuireng menjadi sentral perjuangan kaum santri Nusantara saat itu. Atas restu Mbah Hasyim, kiai Wahab dan kiai muda lain semakin leluasa dan giat bergerak membangkitkan umat.
Dengan lahirnya NU, daya tarik Pesantren Tebuireng semakin memuncak. Seiring dengan naiknya pamor pesantren itu, maka santri berdatangan dari seluruh Nusantara. Demikian juga para pemimpin pergerakan Nasional berdatangan ke Pesantren itu sekedar untuk meminta restu dan memberikan dukungan moril atas kiprahnya.
Mereka itulah yang kemudian menjadi perintis NU di daerah masing-masing. Perlawanan terhadap penjajah juga semakin meluas di kalangan kiai dan santri pesantren setelah mendapat spirit baru perjuangan. Melihat gelagat semacam itu maka  pesantren ini selalu mendapatkan perhatian bahkan kunjungan dari berbagai pejabat Belanda terutama menteri urusan pribumi.
Untuk mempercepat perkembangan pesantren dalam penyadaran masyarakat, maka pada tahun 1934,  putra Mbah Hasyim, Kiai Wahid Hasyim, merintis pendidikan khusus yang diberi nama Madrasah Nidzomiyah, sebuah langkah spektakular, sebab pendidikan yang hanya bisa diikuti santri senior dan pilihan ini mengajarkan 70 persen mata pelajaran umum.
Di situ juga disediakan perpustakaan yang berisi sekitar 1000 judul buku, serta tidak ketinggalan disediakan berbagai majalah dan surat kabar, sehingga produk dari perguruan ini menjadi organisator yang tertib dan piawi serta pejuang yang militan.
Hingga tahun 1940-an, jumlah kiai yang dilahirkan dari Pesantren Tebuireng terdata sebanyak 25.000 orang tersebar di seluruh Nusantara. Dalam penyelidikan Jepang semua kiai yang militan tersebut ditengarai sebagai fabrikaat Tebuireng (gemblengan Tebuireng).
Karena itu ketika melihat Mbah Hasyim tetap membangkang tidak mau melakukan Saikere (penghormatan) pada bendera dan kaisar jepang, maka pada april 1942 kiai ini ditangkap dan dipenjarakan oleh Jepang.
Setelah dipenjara sekitar setahun beliau dibebaskan tanpa syarat, bahkan kemdian diberi jabatan Tinggi sebagai ketua Jawa Hokakai, menjadi Ketua MIAI dan ketua Masyumi.
Melihat posisi strategis dan keamanan di pesantren ini maka ketika larangan terhadap pengibaran bendera merah putih serta melagukan Indonesia raya diberlakukan keduanya masih bisa berkibar dan dinyanyikan di Pesantren Tebuireng.
Pada masa menjelang kemerdekaan dan masa awal kemerdekaan dalam mempertahankan kemerdekaan, posisi Pesantren Tebuireng sangat sentral. Bersamaan dikeluarkannya Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, para pimpinan Nasional baik Bung Karno, Tan malaka dan Bung Tomo selalu berkordinasi ke Tebuireng untuk menghadapi sekutu.
Para santri,ulama dan keluarga Pesantren Tebuireng semuanya turun ke medan laga menjadi tentara seperti KH Wahid Hasyim, KH Chaliq, KH Hasyim, KH Yusuf Hasyim dan sebagainya. Seusai kemerdekaan banyak di antara mereka yang kembali mengajar di pesantren dan yang meneruskan perjuangan di parlemen dan di berbagai lembaga eksekutif.
Dengan peran politiknya yang besar, melahirkan tokoh-tokoh besar, Tebuireng menjadi semakin dikenal, apalagi pendirinya yakni KH Hasyim Asy’ari dan kemudian puteranya KH Wachid Hasyim mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional sehingga namanya menghiasi sejarah perjuangan nasional.
Pamor ini dengan sendirinya menyedot minat masyarakat belajar ke pesantren besar ini, karena itu pendidikan semakin dikembangkan baik secara materi dan fisik bangunannya.
Sejak tahun 1965 pesantren ini dipimpin oleh KH Yusuf Hasyim, yang kemudian pada tahun 1969 merintis pendirian pendidikan tinggi dengan membangun Universitas Hasyim Asy’ari.
Sepeninggal KH Yusuf Hasyim Kepemimpinan Pesantren Tebuireng dilanjutkan oleh KH Salahuddin Wahid. Saat ini pesantren Tebuireng semakin ramai dikunjungi orang dari berbagai kalangan semenjak KH Abdurrahman Wahid putera dari KH Wahid Hasyim dimakamkan bersama dengan kakeknya KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim.
Setiap hari ribuan penziarah dari kalangan muslim maupun non Muslim menziarahi makam KH Abdurrahman Wahid, sebagai tokoh pemersatu bangsa yang sangat dihormati oleh semua kalangan, sehingga pesantren Tebuireng yang semula surut saat ini kembali dikenal dan menjadi pusat perhatian

I'TIBAR : KISAH KAUM LUTH

KISAH KAUM SODOM YANG DIBINASAKAN

"Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (Nabinya). Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu.” (QS. Al Qamar, 54: 33-36)

Luth hidup semasa dengan Ibrahim. Luth diutus sebagai rasul atas salah satu kaum tetangga Ibrahim. Kaum ini, sebagaimana diutarakan oleh Al Quran, mempraktikkan perilaku menyimpang yang belum dikenal dunia saat itu, yaitu sodomi (homoseksual). Ketika Luth menyeru mereka untuk menghentikan penyimpangan tersebut dan menyampaikan peringatan Allah, mereka mengabaikannya, mengingkari kenabiannya, dan meneruskan penyimpangan mereka. Pada akhirnya kaum ini dimusnahkan dengan bencana yang mengerikan.

Kota kediaman Luth, dalam Perjanjian Lama disebut sebagai kota Sodom. Karena berada di utara Laut Merah, kaum ini diketahui telah dihancurkan sebagaimana termaktub dalam Al Quran. Kajian arkeologis mengungkapkan bahwa kota tersebut berada di wilayah Laut Mati yang terbentang memanjang di antara perbatasan Palestina-Yordania.

Sebelum mencermati sisa-sisa dari bencana ini, marilah kita lihat mengapa kaum Luth dihukum seperti ini. Al Quran menceritakan bagaimana Luth memperingatkan kaumnya dan apa jawaban mereka:
“Kaum Luth telah mendustakan rasulnya, ketika saudara mereka Luth, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa?”. Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas. Mereka menjawab “Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang yang diusir”. Luth berkata ‘Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu’.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 160-168)

Sebagai jawaban atas ajakan ke jalan yang benar, kaum Luth justru mengancamnya. Kaumnya membenci Luth karena ia menunjuki mereka jalan yang benar, dan bermaksud menyingkirkannya dan orang-orang yang beriman bersamanya. Dalam ayat lain, kejadian ini dikisahkan sebagai berikut:
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (homoseksual) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.” (QS. Al A’raaf, 7: 80-82)

Luth menyeru kaumnya kepada sebuah kebenaran yang begitu nyata dan memperingatkan mereka dengan jelas, namun kaumnya sama sekali tidak mengindahkan peringatan macam apa pun dan terus menolak Luth dan tidak mengacuhkan azab yang telah ia sampaikan kepada mereka:
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang sebelumnya belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu”. Apakah sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabuut, 29: 28-29)

Karena menerima jawaban sedemikian dari kaumnya, Luth meminta pertolongan kepada Allah.“Ia berkata: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al ‘Ankabuut, 29: 30)
“Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26:169)

Atas doa Luth tersebut, Allah mengirimkan dua malaikat dalam wujud manusia. Kedua malaikat ini mengunjungi Ibrahim sebelum mendatangi Luth. Disamping membawa kabar gembira kepada Ibrahim bahwa istrinya akan melahirkan seorang jabang bayi, kedua utusan itu menjelaskan alasan pengiriman mereka: Kaum Luth yang angkara akan dihancurkan:“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu hai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth), agar kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi Tuhanmu untuk (membi-nasakan) orang-orang yang melampaui batas” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 31-34)
“Kecuali Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama-sama dengan orang kafir lainnya).” (QS. Al Hijr, 15: 59-60)

Setelah meninggalkan Ibrahim, para malaikat yang dikirim sebagai utusan lalu mendatangi Luth. Karena belum pernah bertemu utusan sebelumnya, Luth awalnya merasa khawatir (karena tamunya laki-laki, Luth takut kaumnya melakukan perbuatan sodomi itu terhadap tamunya), namun kemudian ia merasa tenang setelah berbicara dengan mereka.
“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena keda-tangan mereka, dan dia berkata, “Inilah hari yang amat sulit.” (QS. Huud, 11: 77)
“Ia berkata: “Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal”. Para utusan menjawab: “Sebenarnya kami ini datang kepadamu dengan membawa azab yang selalu mereka dustakan. Dan kami datang kepadamu membawa kebenaran dan sesungguhnya kami betul-betul orang yang benar. Maka pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutilah mereka dari belakang dan janganlah seorang pun di antara kamu menoleh ke belakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu”. Dan Kami telah wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” (QS. Al Hijr, 15 : 62-66)

Sementara itu, kaum Luth telah mengetahui bahwa ia kedatangan tamu. Mereka tidak ragu-ragu untuk mendatangi tamu-tamu tersebut dengan niat buruk sebagaimana terhadap yang lain-lain sebelumnya. Mereka mengepung rumah Luth. Karena khawatir atas keselamatan tamunya, Luth berbicara kepada kaumnya sebagai berikut:
“Luth berkata: “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr, 15 : 68-69)

Kaum Luth menjawab dengan marah:“Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia.” (QS. Al Hijr, 15: 70)Merasa bahwa ia dan tamunya akan mendapatkan perlakuan keji, Luth berkata:“Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu akan aku lakukan).” (QS. Huud, 11: 80)

“Tamu”-nya mengingatkannya bahwa sesungguhnya mereka adalah utusan Allah dan berkata:“Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Huud, 11 : 81)

Ketika kelakuan jahat warga kota memuncak, Allah menyelamatkan Luth dengan perantaraan malaikat. Pagi harinya, kaum Luth dihancurleburkan dengan bencana yang sebelumnya telah ia sampaikan.
“Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal.” (QS. Al Qamar, 54: 37-38)

Ayat yang menerangkan penghancuran kaum ini sebagai berikut:
“Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu belerang yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang meperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia).” (QS. Al Hijr, 15: 73-76)
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan (batu belerang) tanah yang terbakar secara bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud, 11: 82-83)
“Kemudian Kami binasakan yang lain, dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu belerang), maka amat kejamlah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. Sesungguh-nya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesung-guhnya Tuhanmu, benar-benar Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 172-175)

Ketika kaum tersebut dihancurkan, hanya Luth dan pengikutnya, yang tidak lebih dari “sebuah keluarga”, yang diselamatkan. Istri Luth sendiri juga tidak percaya, dan ia juga dihancurkan.
“Dan (Kami juga yang telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelumnya?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang me-lampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri”. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu belerang), maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang memperturutkan dirinya dengan dosa dan kejahatan itu.” (QS. Al A’raaf, 7: 80-84)

Demikianlah, Nabi Luth diselamatkan bersama para pengikut dan keluarganya, kecuali istrinya. Sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian Lama, ia (Luth) berimigrasi bersama Ibrahim. Akan halnya kaum yang sesat itu, mereka dihancurkan dan tempat tinggal mereka diratakan dengan tanah.

“TANDA-TANDA YANG NYATA” DI DANAU LUTH
Ayat ke-82 Surat Huud dengan jelas menyebutkan jenis bencana yang menimpa kaum Luth. “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri Kaum Luth itu yang atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan (batu belerang) tanah yang terbakar secara bertubi-tubi.”
Pernyataan “menjungkirbalikkan (kota)” bermakna kawasan tersebut diluluhlantakkan oleh gempa bumi yang dahsyat. Sesuai dengan ini, Danau Luth, tempat penghancuran terjadi, mengandung bukti “nyata” dari bencana tersebut.

Kita kutip apa yang dikatakan oleh ahli arkeologi Jerman bernama Werner Keller, sebagai berikut:"Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis melewati daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat yang mungkin disertai dengan letusan, petir, keluarnya gas alam serta lautan api".

Malahan, Danau Luth, atau yang lebih dikenal dengan Laut Mati, terletak tepat di puncak suatu kawasan seismik aktif, yaitu daerah gempa bumi.
Dasar dari Laut Mati berdekatan dengan runtuhan yang berasal dari peristi-wa tektonik. Lembah ini terletak pada sebuah tegangan yang merentang antara Danau Taberiya di Utara dan tengah-tengah Danau Arabah di Selatan.

Peristiwa tersebut dilukiskan dengan “Kami menghujani mereka dengan batu belerang keras sebagaimana tanah liat yang terbakar secara bertubi-tubi” pada bagian akhir ayat. Ini semua mungkin berarti letusan gunung api yang terjadi di tepian Danau Luth, dan karenanya cadas dan batu yang meletus berbentuk “terbakar” (kejadian serupa diceritakan dalam ayat ke-173 Surat Asy-Syu’araa’ yang menyebutkan: “Kami menghujani mereka (dengan belerang), maka amat kejamlah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.”)

Berkaitan dengan hal ini, Werner Keller menulis:"Pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama sepanjang patahan. Di lembah yang tinggi di Yordania dekat Bashan masih terdapat kawah yang menjulang dari gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan basal yang dalam yang telah terdeposit pada permukaan batu kapur.Sebuah ilustrasi yang menunjukkan letusan gunung berapi dan keruntuhan yang mengikutinya, yang memusnahkan seluruh kaum.

Lava dan lapisan basal merupakan bukti terbesar bahwa letusan gunung api dan gempa bumi pernah terjadi di sini. Bencana yang dilukiskan dengan ungkapan “Kami menghujani mereka dengan batu belerang keras sebagaimana tanah liat yang terbakar secara bertubi-tubi” dalam Al Quran besar kemungkinan menunjuk letusan vulkanis ini, dan Allah-lah Yang Mahatahu. Ungkapan “Ketika firman Kami telah terbukti, Kami jungkir-balikkan (kota)”, dalam ayat yang sama, mestilah menunjuk pada gempa bumi yang mengakibatkan letusan gunung api di atas permukaan bumi dengan akibat yang dahsyat, serta retakan dan reruntuhan yang diakibatkannya, dan hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

“Tanda-tanda nyata” yang disampaikan oleh Danau Luth tentu sangat menarik. Umumnya, kejadian yang diceritakan dalam Al Quran terjadi di Timur Tengah, Jazirah Arab, dan Mesir. Tepat di tengah-tengah semua kawasan ini terletak Danau Luth. Danau Luth, serta sebagian peristiwa yang terjadi di sekitarnya, patut mendapat perhatian secara geologis. Danau tersebut diperkirakan berada 400 meter di bawah permukaan Laut Tengah. Karena lokasi terdalam dari danau tersebut adalah 400 meter, dasarnya berada di kedalaman 800 meter di bawah Laut Tengah. Inilah titik yang terendah di seluruh permukaan bumi. Di daerah lain yang lebih rendah dari permukaan laut, paling dalam adalah 100 meter. Sifat lain dari Danau Luth adalah kandungan garamnya yang sangat tinggi, kepekatannya hampir mencapai 30%. Oleh karena itu, tidak ada organisme hidup, semacam ikan atau lumut, yang dapat hidup di dalam danau ini. Hal inilah yang menyebabkan Danau Luth dalam literatur-literatur Barat lebih sering disebut sebagai ” Laut Mati”.

Kejadian yang menimpa kaum Luth, yang disebutkan dalam Al Quran berdasarkan perkiraan terjadi sekitar 1.800 SM. Berdasarkan pada penelitian arkeologis dan geologis, peneliti Jerman Werner Keller mencatat bahwa kota Sodom dan Gomorah benar-benar berada di lembah Siddim yang merupakan daerah terjauh dan terendah dari Danau Luth, dan bahwa pernah terdapat situs yang besar dan dihuni di daerah itu.Karakteristik paling menarik dari struktur Danau Luth adalah bukti yang menunjukkan bagaimana peristiwa bencana yang diceritakan dalam Al Quran terjadi: "Pada pantai timur Laut Mati, semenanjung Al Lisan menjulur seperti lidah jauh ke dalam air. Al Lisan berarti “lidah” dalam bahasa Arab. Dari daratan tidak tampak bahwa tanah berguguran di bawah permukaan air pada sudut yang sangat luar biasa, memisahkan laut menjadi dua bagian. Di sebelah kanan semenanjung, lereng menghunjam tajam ke kedalaman 1200 kaki. Di sebelah kiri semenanjung, secara luar biasa kedalaman air tetap dangkal. Penelitian yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa kedalamannya hanya berkisar antara 50 – 60 kaki. Bagian dangkal yang luar biasa dari Laut Mati ini, mulai dari semenanjung Al Lisan sampai ke ujung paling Selatan, dulunya merupakan Lembah Siddim.

Werner Keller menenggarai bahwa bagian dangkal ini, yang ditemukan terbentuk belakangan, merupakan hasil dari gempa bumi dahsyat yang telah disebutkan di atas. Di sinilah Sodom dan Gomorah berada, yakni tempat kaum Luth pernah hidup.
Suatu ketika, daerah ini dapat dilintasi dengan berjalan kaki. Namun sekarang, Lembah Siddim, tempat Sodom dan Gomorah dahulunya berada, ditutupi oleh permukaan datar bagian Laut Mati yang rendah. Keruntuhan dasar danau akibat bencana alam mengerikan yang terjadi di awal alaf kedua sebelum Masehi mengakibatkan air garam dari utara mengalir ke rongga yang baru terbentuk ini dan memenuhi lembah sungai dengan air asin.
Jika seseorang bersampan melintasi Danau Luth ke titik paling utara dan matahari sedang bersinar pada arah yang tepat, maka ia akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan. Pada jarak tertentu dari pantai dan jelas terlihat di bawah permukaan air, tampaklah gambaran bentuk hutan yang diawetkan oleh kandungan garam Laut Mati yang sangat tinggi. Batang dan akar di bawah air yang berwarna hijau berkilauan tampak sangat kuno. Lembah Siddim, di mana pepohonan ini dahulu kala bermekaran daunnya menutupi batang dan ranting merupakan salah satu tempat terindah di daerah ini. Aspek mekanis dari bencana yang menimpa kaum Luth diungkapkan oleh para peneliti geologi. Mereka mengungkapkan bahwa gempa bumi yang menghancurkan kaum Luth terjadi sebagai akibat rekahan yang sangat panjang di dalam kerak bumi (garis patahan) sepan-jang 190 km yang membentuk dasar sungai Sheri’at. Sungai Sheri’at membuat air terjun sepanjang 180 meter keseluruhannya. Kedua hal ini dan fakta bahwa Danau Luth berada 400 meter di bawah permukaan laut adalah dua bukti penting yang menunjukkan bahwa peristiwa geologis yang sangat hebat pernah terjadi di sini.
Sisa-sisa dari kota yang terkubur ke dalam danau, ditemukan di tepian danau. Peninggalan ini menunjukkan bahwa kaum Luth telah memiliki standar hidup yang cukup tinggi.
Struktur Sungai Sheri’at dan Danau Luth yang menarik hanya merupakan sebagian kecil dari rekahan atau patahan yang melintas dari kawasan bumi tersebut. Kondisi dan panjang rekahan ini baru ditemukan akhir-akhir ini.
Rekahan tersebut berawal dari tepian Gunung Taurus, memanjang ke pantai selatan Danau Luth dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus melintasi Laut Merah, dan berakhir di Afrika. Di sepanjangnya teramati kegiatan-kegiatan vulkanis yang kuat. Batuan basal hitam dan lava terdapat di Gunung Galilea di Palestina, daerah dataran tinggi Yordan, Teluk Aqaba, dan daerah sekitarnya.

Seluruh reruntuhan dan bukti geografis tersebut menunjukan bahwa bencana geologis dahsyat pernah terjadi di Danau Luth. Werner Keller menulis:
Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis melewati daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat yang mungkin disertai dengan letusan, petir, keluarnya gas alam serta lautan api. Pergeseran patahan membang-kitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama sepanjang patahan. Di lembah yang tinggi di Jordania dekat Bashan masih terdapat kawah yang menjulang dari gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan basal yang dalam yang telah terdeposit pada permukaan batu kapur.National Geographic edisi Desember 1957 menyatakan sebagai berikut: "Gunung Sodom, tanah gersang dan tandus muncul secara tajam di atas Laut Mati. Belum pernah seorang pun menemukan kota Sodom dan Gomorrah yang dihancurkan, namun para akademisi percaya bahwa mereka berada di lembah Siddim yang melintang dari tebing terjal ini. Kemungkinan air bah dari Laut Mati menelan mereka setelah gempa bumi".
Semoga bermanfaat

I'TIBAR : SEJARAH KAUM TSAMUD

KISAH BANGSA TSAMUD YANG DIBINASAKAN

Awal mulanya, Nabi Hud (Gud, Gudea) bersama pengikutnya meninggalkan bangsa ‘Aad(Akad, Akadia), untuk selanjutnya eksodus ke sebelah tenggara ‘Aad. Insiden ini dilatarbelakangi oleh tindakan sewenang-wenang dari rezim Naramsin yang didukung oleh kekuatan militernya. Tidak lama kemudian bangsa ‘Aad hancur tertimpa bencana berupa angin topan yang sangat dahsyat selama sepekan lebih, sebagaimana diceritakan dalam lembaran-lembaran wahyu.
Adapun bangsa ‘Aad, maka mereka telah dihancurleburkan dengan angin yang sangat dingin Sangat kencang Dihadiahkan kepada mereka selama Tujuh malam delapan hari terus-menerus Maka Engkau lihat, bangsa ‘Aad mati bergelimpangan, Saat itu, seperti pohon kurma yang tumbang.(QS Al Haaqqah: 6-7)
Di tempat yang baru, Nabi Hud beserta pengikutnya menyusun peradaban kembali. Tempat itulah yang disebut Alhijr. Alhijr, secara harfiah berarti migrasi (hijrah), dan agaknya bukan nama kota yang dihuni Nabi Hud sekaligus Nabi Shulih. Sebab kiranya mustahil andaikata mereka memberi nama suatu kota dengan kosakata Arab, padahal bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa ‘Aad. Sementara bahasa Arab adalah bahasa yang baru muncul ribuan tahun kemudian seiring dengan perkembangan komunitas manusia yang dimulai dari kawasan itu. Sementara istilah ”Alhijr”dalam Alquran disesuaikan kurun ruang-waktu di mana Nabi Muhammad, Nabi yang pamungkas hidup. Bahkan, lebih jauh, para mufasirin menginterpretasikan ”Alhijr” sebagai daerah di antara Yasrib dan Syiria. Perihal ini agaknya kurang memuaskan, karena daerah tersebut belum ditemukan tanda-tanda adanya bekas peradaban tempo dulu.
Berdasarkan lempengan-lempengan tanah liat bertulis milik bangsa ‘Aad yang ditemukan dalam panggalian, kota pertama yang dibangun Nabi Hud di tempat yang baru adalah Lagash. Kemudian diikuti berdirinya kota-kota baru di sekitarnya. Sepeninggal Nabi Hud, keadaan daerah itu menjadi kacau balau sampai berlarut-larut ke beberapa generasi berikutnya. Pada akhirnya muncul seseorang yang dianugerahi wahyu kenabian, ya dialah Shulih.
Junta Militer Urnamu
Setelah Nabi Hud wafat, tongkat kepemimpinan diwariskan kepada seseorang yang tidak secerdas Nabi Hud. Pemimpin baru itu dikisahkan diculik oleh Utuhegal, seorang politheis yang haus kekuasaan. Semenjak itu, keadaan menjadi berantakan. Prinsip-prinsip kemadanian yang dicetuskan oleh Nabi Hud mulai ditinggalkan tanpa pengetahuan tentang bahaya yang akan menimpa. Utuhegal berusaha melanggengkan kekuasaannya dengan cara membentuk badan kemiliteran. Langkah ini menjadi bumerang bagi dirinya, sebab salah satu jenderal besarnya, Urnamu, mengadakan kudeta besar-besaran untuk menumbangkan Utuhegal.
Dengan tumbangnya rezim Utuhegal, maka bangsa itu diperintah oleh Urnamu. Keunggulannya dalam menjatuhkan Utuhegal, tidak berarti ia membawa perubahan ke arah yang lebih baik, karena ia sama sekali tidak mampu melakukan terobosan baru dengan cara mendobrak paham yang sangat liar yaitu menyembah patung-patung. Pada kurun waktu kekuasaannya, kehidupan komunitas itu mengalami penurunan nilai yang amat drastis. Bahkan bisa dikatakan lebih buruk daripada masa kekuasaan Utuhegal. Faktor utamanya ialah Urnamu sendiri menuhankan patung-patung pahlawannya yang hidup sebelum Nabi Hud. Kalau boleh kita bandingkan, bangsa Indonesia juga mengalami gaya hidup seperti mereka, menjadikan seorang pahlawan proklamatornya sebagai Tuhan meskipun tidak melalui seremonial tertentu, namun secara perilaku dapat dideteksi.
Sesuatu yang cukup punya nilai pada masa kekuasaan Urnamu, bangsa yang hidup di zona –yang dalam Alquran disebut Alhijr– tersebut tidak memiliki nama. Yang jelas, penyebutan dengan istilah ”Sumeria” oleh para sejarawan adalah bermuasal dari nama aslinya ”Sumer”yang memiliki persamaan alphabet dengan [T]samud.
Berdasarkan Alquran surat Al-A’raaf ayat 73-74 yang menyebutkan bahwa bangsa kuno yang hidup sesudah eksistensi bangsa ‘Aad adalah bangsa Tsamud. Dan jika dibandingkan dengan fakta historis dari situs arkeologi di Mesopotamia setelah kehancuran bangsa Akad muncullah bangsa Sumer. Maka kemungkinan besar Sumer (atau yang biasa disebut Sumeria) tidak lain adalah Tsamud. Kondisi asli bangsa Sumer ketika puing-puingnya ditemukan dalam penggalian arkeologi mirip dengan gambaran Alquran tentang Tsamud, menjadi pendukung kebenaran Alquran mengenai kisah tentang komunitas zaman dulu.
Pengaruh Urnamu sebagai penguasa bangsa Tsamud sepertinya sangat kuat, hal ini disebabkan monarki absolut yang diterapkannya dengan dukungan militerisme. Sistem pengelolaan negara menjadi feodalisme, otokrasi mayoritas dengan arbriter Urnamu sebagai puncaknya, bisa kita perhatikan pada QS Shaad ayat 12-13.
Arsitektur bangunannya terbilang sangat tinggi menurut ukuran masa itu, dinding-dinding bangunan disusun dari bata bakar dan bata jemur. Bahkan salah satu gedungnya mencapai ketinggian 21 meter di atas pemukiman. Terkadang dinding-dinding tiap bangunan mencapai ketebalan 2 meter. Di samping itu, pola bangunan kadang-kadang mirip piramida atau kerucut dengan pondasi bangunan yang telah dibuat sebagus mungkin, sesuai dengan QS Al-A’raaf ayat 74. Berdasarkan hasil penggalian juga terlihat adanya ketidakadilan, golongan elite tinggal di rumah-rumah mewah di kotaraja. Sementara golongan lemah tinggal di rumah-rumah sumpek yang jauh dari kotaraja. Hal ini jelas menandakan telah terjadi pertentangan antarwarga, bisa kita pelajari pada QS Huud ayat 61-67.
Kehancuran Sumeria
Seperti bangsa pendahulunya –yaitu ‘Aad– bangsa Tsamud (Sumer, Sumeria) juga mengalami kehancuran dan terkubur bersama penduduknya di bawah timbunan pasir gurun tanpa diketahui secara pasti apa faktor penyebabnya. Lagi-lagi para sejarawan dengan tergesa-gesa, kembali menuduh ”gerombolan Gut” [istilah bernuansa negatif yang diberikan kepada pengikut Nabi Hud oleh para orientalis] telah menyerang dan menghancurkan Sumeria seperti yang dialami bangsa pendahulunya. Padahal, sekali lagi sangat mustahil apabila gerombolan Gut menghancurkan Sumeria dengan pertimbangan yang teramat banyak seperti apa tujuannya menyerang Sumeria? Mungkinkah dengan jumlah anggota kecil, gerombolan Gut mampu menghancurkan Sumeria yang memiliki tentara dan teknologi yang lebih canggih. Sementara para sejarawan tahu pasti bahwa penduduk, kekayaan (emas, perak, lazuardi, dan lainnya) dan bangunan bangsa Sumeria terkubur dalam tumpukan pasir (al-ahqaaf) secara utuh. Sehingga analisis yang kira-kira mendekati kebenaran yaitu bahwa bangsa Sumeria yang tidak lain adalah bangsa Tsamud hancur akibat bencana yang sangat dahsyat karena mereka telah mengeksploitasi alam secara tidak seimbang, dapat kita cermati pada QS Fushshilat ayat 17. Sementara keadaan alam saat itu masih sangat rawan petaka karena sedang melakukan proses penstabilan akibat bencana banjir yang melanda seluruh permukaan bumi (era Nabi Nuh, kira-kira 4000 SM).
Sesuai dengan aturan kosmos: sesuatu yang tidak alami, natur, suci, fitrah seperti misalnya kepercayaan yang bersifat delusif atau mitos, pasti akan dilibas habis oleh perputaran alam. Di mana dalam Alquran pun disebutkan –innal bathila kaana zahuuqa– sesungguhnya yang tidak benar adalah sesuatu yang pasti lenyap, maka ketika bangsa Sumeria terjebak dalam berbagai kenakalan hidup, muncullah Shulih (Shulig, Shulgi).
Baginda Urnamu menemui ajalnya di dalam petaka yang menimpa Sumeria. Sementara ada orang-orang Sumeria yang tidak mengalami petaka itu, karena sudah melakukan evakuasi di bawah koordinator Shulih, yang menurut prasasti sezamannya bernama Shulig atau Shulgi. Merekalah orang-orang penganut monoteisme (Islam) yang amat dimusuhi rezim Urnamu. Shulgi sendiri oleh mereka dikenal sebagai guru karena kecerdasannya, diplomat (rasul), pelindung seni, pendiri masjid dan penyelenggara segala kebaikan bagi negeri dan rakyatnya

MENGENAL "ANAK BATU" YANG MENJADI PEMIMPIN ISLAM

SYAIKH IBNU HAJAR AL 'ASQALANI

(12 Sya’ban tahun 773H sd 28 Dzulhijjah 852H.)


Pada akhir abad kedelapan hijriah dan pertengahan abad kesembilan hijriah termasuk masa keemasan para ulama dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan menulis karya ilmiah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:
Nama dan Nashab
Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri. (Lihat Nazhm Al-‘Uqiyaan Fi A’yaan Al-A’yaan, karya As-Suyuthi hal 45)
Gelar dan Kunyah(Julukan)
Beliau Beliau seorang ulama besar madzhab Syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.
Kelahirannya
Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriah dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid. (Lihat Adh-Dahu’ Al-Laami’ karya imam As-Sakhaawi 2/36 no. 104 dan Al-badr At-Thaali’ karya Asy-Syaukani 1/87 no. 51).
Sifat beliau
Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.
Pertumbuhan dan belajarnya
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair.
Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda himgga mayoritas ulama dizaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar. Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’ Al-Laami’ 2/39).
Para Guru Beliau
Al-Hafizh Ibnu Hajar sangat memperhatikan para gurunya dengan menyebut nama-nama mereka dalam banyak karya-karya ilmiahnya. Beliau menyebut nama-nama mereka dalam dua kitab, yaitu:
1. Al-Mu’jam Al-Muassis lil Mu’jam Al-Mufahris.
2. Al-Mu’jam Al-Mufahris.
Imam As-Sakhaawi membagi guru beliau menjadi tiga klasifikasi:
1. Guru yang beliau dengar hadits darinya walaupun hanya satu hadits.
2. Guru yang memberikan ijazah kepada beliau.
3. Guru yang beliau ambil ilmunya secara mudzkarah atau mendengar darinya khutbah atau karya ilmiahnya.
Guru beliau mencapai lebih dari 640an orang, sedangkan Ibnu Khalil Ad-Dimasyqi dalam kitab Jumaan Ad-Durar membagi para guru beliau dalam tiga bagian juga dan menyampaikan jumlahnya 639 orang. Dalam kesempatan ini kami hanya menyampaikan beberapa saja dari mereka yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan keilmuan beliau agar tidak terlalu panjang biografi beliau ini.
Diantara para guru beliau tersebut adalah:
I. Bidang keilmuan Al-Qira’aat (ilmu Alquran):
Syeikh Ibrahim bin Ahmad bin Abdulwahid bin Abdulmu`min bin ‘Ulwaan At-Tanukhi Al-Ba’li Ad-Dimasyqi (wafat tahun 800 H.) dikenal dengan Burhanuddin Asy-Syaami. Ibnu Hajar belajar dan membaca langsung kepada beliau sebagian Alquran, kitab Asy-Syathibiyah, Shahih Al-Bukhari dan sebagian musnad dan Juz Al-Hadits. Syeikh Burhanuddin ini memberikan izin kepada Ibnu Hajar dalam fatwa dan pengajaran pada tahun 796 H.
II. Bidang ilmu Fikih:
1. Syeikh Abu Hafsh Sirajuddin Umar bin Ruslaan bin Nushair bin Shalih Al-Kinaani Al-‘Asqalani Al-Bulqini Al-Mishri (wafat tahun 805 H) seorang mujtahid, haafizh dan seorang ulama besar. Beliau memiliki karya ilmiah, diantaranya: Mahaasin Al-Ish-thilaah Fi Al-Mushtholah dan Hawasyi ‘ala Ar-Raudhah serta lainnya.
2. Syeikh Umar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdillah Al-Anshari Al-Andalusi Al-Mishri (wafat tahun 804 H) dikenal dengan Ibnu Al-Mulaqqin. Beliau orang yang terbanyak karya ilmiahnya dizaman tersebut. Diantara karya beliau: Al-I’laam Bi Fawaa`id ‘Umdah Al-Ahkam (dicetak dalam 11 jilid) dan Takhrij ahaadits Ar-Raafi’i (dicetak dalam 6 jilid) dan Syarah Shahih Al-Bukhari dalam 20 jilid.
3. Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa bin Ayub Ibnu Abnaasi (725-782 ).
III. Bidang ilmu Ushul Al-Fikih :
Syeikh Izzuddin Muhammad bin Abu bakar bin Abdulaziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah Al-Kinaani Al-Hamwi Al-Mishri (Wafat tahun 819 H.) dikenal dengan Ibnu Jama’ah seorang faqih, ushuli, Muhaddits, ahli kalam, sastrawan dan ahli nahwu. Ibnu Hajar Mulazamah kepada beliau dari tahun 790 H. sampai 819 H.
IV. Bidang ilmu Sastra Arab :
1. Majduddin Abu Thaahir Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syairazi Al-Fairuzabadi (729-827 H.). seorang ulama pakar satra Arab yang paling terkenal dimasa itu.
2. Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaaq Al-Ghumaari 9720 -802 H.).
V. Bidang hadits dan ilmunya:
1. Zainuddin Abdurrahim bin Al-Husein bin Abdurrahman bin Abu bakar bin Ibrahim Al-Mahraani Al-Iraqi (725-806 H. ).
2. Nuruddin abul Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaimanbin Abu Bakar bin Umar bin Shalih Al-Haitsami (735 -807 H).
Selain beberapa yang telah disebutkan di atas, guru-guru Ibnu Hajar, antara lain:
* Al-Iraqi, seorang yang paling banyak menguasai bidang hadits dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hadits.
* Al-Haitsami, seorang yang paling hafal tentang matan-matan.
* Al-Ghimari, seorang yang banyak tahu tentang bahasa Arab dan berhubungan dengan bahasa Arab.
* A-Muhib bin Hisyam, seorang yang cerdas. * Al-Ghifari, seorang yang hebat hafalannya.
* Al-Abnasi, seorang yang terkenal kehebatannya dalam mengajar dan memahamkan orang lain.
* Al-Izzu bin Jamaah, seorang yang banyak menguasai beragam bidang ilmu.
* At-Tanukhi, seorang yang terkenal dengan qira’atnya dan ketinggian sanadnya dalam qira’at.
Murid Beliau
Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat luas dan dalam tentunya menjadi perhatian para penuntut ilmu dari segala penjuru dunia. Mereka berlomba-lomba mengarungi lautan dan daratan untuk dapat mengambil ilmu dari sang ulama ini. Oleh karena itu tercatat lebih dari lima ratus murid beliau sebagaimana disampaikan murid beliau imam As-Sakhawi. Diantara murid beliau yang terkenal adalah:
1. Syeikh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahiirah Al-Makki Asy-Syafi’i (wafat tahun 891 H.).
2. Syeikh Ahmad bin Utsmaan bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karmaani Al-hanafi (wafat tahun 835 H.) dikenal dengan Syihabuddin Abul Fathi Al-Kalutaani seorang Muhaddits.
3. Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan Al-Anshari Al-Khazraji (wafat tahun 875 H.) yang dikenal dengan Al-Hijaazi.
4. Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari wafat tahun 926 H.
5. Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu bakar bin Utsmaan As-Sakhaawi Asy-Syafi’i wafat tahun 902 H.
6. Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Fahd Al-Hasyimi Al-‘Alawi Al-Makki wafat tahun 871 H.
7. Burhanuddin Al-Baqa’i, penulis kitab Nuzhum Ad-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar.
8. Ibnu Al-Haidhari.
9. At-Tafi bin Fahd Al-Makki.
10. Al-Kamal bin Al-Hamam Al-Hanafi.
11. Qasim bin Quthlubugha.
12. Ibnu Taghri Bardi, penulis kitab Al-Manhal Ash-Shafi.
13. Ibnu Quzni.
14. Abul Fadhl bin Asy-Syihnah.
15. Al-Muhib Al-Bakri.
16. Ibnu Ash-Shairafi.
Menjadi Qadhi &Wafatnya
Setelah melalui masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau. Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah dengan mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit tha’un telah muncul. Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”
Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang nonmuslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu datang melayat dan bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.
Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.” Al-Iraqi berkata, “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah, Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhaif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek.” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar. Karya Ilmiah Beliau. Al-Haafizh ibnu Hajar telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya dengan lisan, amalan dan tulisan. Beliau telah memberikan jasa besar bagi perkembangan beraneka ragam bidang keilmuan untuk umat ini. Murid beliau yang ternama imam As-Sakhaawi dalam kitab Ad-Dhiya’ Al-Laami’ menjelaskan bahwa karya tulis beliau mencapai lebih dari 150 karya, sedangkan dalam kitab Al-Jawaahir wad-Durar disampaikan lebih dari 270 karya.
Tulisan-tulisan Ibnu Hajar, antara lain:
* Ithaf Al-Mahrah bi Athraf Al-Asyrah.
* An-Nukat Azh-Zhiraf ala Al-Athraf.
* Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-Tadlis (Thaqabat Al-Mudallisin).
* Taghliq At-Ta’liq. * At-Tamyiz fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz (At-Talkhis Al-Habir).
* Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah.
* Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari.
* Al-Qaul Al-Musaddad fi Adz-Dzabbi an Musnad Al-Imam Ahmad.
* Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasyyaf.
* Mukhtashar At-Targhib wa At-Tarhib.
* Al-Mathalib Al-Aliyah bi Zawaid Al-Masanid Ats-Tsamaniyah.
* Nukhbah Al-Fikri fi Mushthalah Ahli Al-Atsar.
* Nuzhah An-Nazhar fi Taudhih Nukhbah Al-Fikr.
* Komentar dan kritik atas kitab Ulum Hadits karya Ibnu As-Shalah.
* Hadyu As-Sari Muqqadimah Fath Al-Bari.
* Tabshir Al-Muntabash bi Tahrir Al-Musytabah.
* Ta’jil Al-Manfaah bi Zawaid Rijal Al-Aimmah Al-Arba’ah.
* Taqrib At-Tahdzib.
* Tahdzib At-Tahdzib.
* Lisan Al-Mizan.
* Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah.
* Inba’ Al-Ghamar bi Inba’ Al-Umur.
* Ad-Durar Al-Kaminah fi A’yan Al-Miah Ats-Tsaminah.
* Raf’ul Ishri ‘an Qudhat Mishra.
* Bulughul Maram min Adillah Al-Ahkam.
* Quwwatul Hujjaj fi Umum Al-Maghfirah Al-Hujjaj.
(Sumber : 

Kamis, 20 Oktober 2016

4 WASIAT YANG DI TINGGALKAN NABI UNTUK MADINAH


wasiat-nabi-muhammad

0













عن أبي يوسف عبد الله بن سلام رضي الله عنه قال: لما قدم النبي صلى الله
 عليه وسلم المدينة انجفل الناس قِـبَـله، وقيل: قد قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم -ثلاثا-، فجئت في الناس لأنظر، فلما تبينت وجهه عرفت أن وجهه ليس بوجه كذاب، فكان أول شيء سمعته تكلم به أن قال: (يا أيها الناس: أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصِلُوا الأرحام، وصلّوا بالليل والناس نيام، تدخلوا الجنة بسلام) رواه أحمد والترمذي والحاكم، وصححه الترمذي والحاكم ووافقه الذهبي.
“Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di kota Madinah, orang-orang berduyun-duyun mendatangi beliau. Mereka berkata, ‘Rasul telah tiba!’. Akupun mengikuti kerumunan mereka untuk turut melihat. Ketika nampak wajah beliau, aku langsung tahu bahwa wajah beliau bukanlah wajah seorang pendusta. Hal pertama yang aku dengar dari beliau adalah ‘Wahai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, berikanlah makanan, jalin silaturahim, dan salatlah pada malam hari ketika orang-orang tengah tertidur. Maka kalian semua akan masuk surga dengan selamat.’” (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Al-Hakim)
Kedatangan Nabi Muhammad SAW ke kota Yastrib menjadi kabar gembira bagi penduduk kota tersebut. Mereka berbondong-bondong ingin tahu, dan ingin melihat langsung bagaimana rupa nabi yang selama ini telah dijanjikan. Tak luput pula, ‘Abdullâh bin Salâm, perowi hadis ini. Beliau merupakan salah seorang beragama yahudi yang paling terhormat di kota tersebut. Menurut sejarah, beliau masih keturunan nabi Yusuf AS, dan beliau bak lautan dalam hal keilmuan. Beliau banyak tahu akan kitab suci umat nabi Musa AS. tersebut.
‘Abdullâh bin Salâm yang ketika itu masih belum memeluk islam, menceritakan dalam hadistnya, bagaimana pertama kali kesannya berjumpa nabi, dan bagaimana sekilas suasana ketika itu. Kala itu orang-orang berteriak bahagia, “Rasul telah tiba!” hingga tiga kali. Mereka berduyun-duyun mengerumuni nabi besar Muhammad SAW yang ketika itu masih baru sampai di Quba’. Dengan hanya melihat wajah beliau saja, muncul benih-benih keimanan dalam hati ‘Abdullâh bin Salâm, ia langsung percaya dan membenarkan nabi Muhammad SAW.  Hal ini pulalah yang akhirnya diabadikan dalam Alquran (al-Ahqof: 10),
وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
Menurut sebagian mufassir, sosok yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ‘Abdullâh bin Salâm.Dalam hadis tersebut, nabi mewasiatkan empat hal penting. Empat hal yang jika dapat dilakukan, beliau telah menjanjikan surga.
                            Wasiat Pertama: Sebarkanlah Salam
Salam adalah salah satu media dan jalan untuk menciptakan jalinan kasih sayang. Salah satu cara yang paling tepat untuk menebarkan kedamaian dan persaudaraan antar umat muslim dengan saling mendoakan. Wasiat nabi untuk menebarkan salam, tak kurang maksudnya adalah anjuran bagi kita untuk memperbanyak mengucapkan salam kepada setiap muslim yang kita temui. Beliau nabi pernah bersabda,
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا، ولا تؤمنوا حتى تحابوا، أولا أدلكم على شيء إذا فعلتموه تحاببتم: أفشوا السلام بينكم) رواه مسلم
Dari sahabat Abu Hurairah RA beliau berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda ‘Kalian semua tidak akan masuk surga sebelum beriman. Dan kalian belum bisa  sempurna imannya sebelum saling mengasihi. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mengasihi? Sebarkanlah salam diantara kalian.’” (HR. Muslim)
Tidak sampai disini saja, salam juga termasuk salah satu syiar islam dan hak seorang muslim. Nabi bersabda:
عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (حق المسلم على المسلم ست)، قيل: ما هي يا رسول الله؟ قال: (إذا لقيته فسلم عليه, وإذا دعاك فأجبه, وإذا استنصحك فانصح له, وإذا عطس فحمد الله فشمته, وإذا مرض فعده, وإذا مات فاتبعه) رواه مسلم.
Dari sahabat Abu Hurairah RA, nabi pernah bersabda, ‘hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam perkara’. Sahabatpun bertanya, apakah itu wahai rasulallah? Nabi menjawab ‘Ketika kamu jumpa seorang muslim, maka ucapkanlah salam. Ketika kamu diundang, maka datangilah. Ketika ada muslim yang minta nasihat, maka nasihatilah. Ketika ada muslim yang bersin, kemudian membaca hamdalah, maka doakan. Ketika ada muslim yang sakit, maka jenguklah. Dan ketika ada muslim yang meninggal, maka hadirlah mengantarkannya.” (HR. Muslim).
                         Wasiat Kedua : Berikanlah Makanan
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيناً وَيَتِيماً وَأَسِيراً * إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلَا شُكُوراً} (الإنسان: 8-9
Dan mereka (Al-Abrâr, orang-orang yang taat kepada Allah) memberikan makanan karena cinta kepada Allah untuk orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Mereka berkata) ‘Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.’” (QS. Al-Insan: 8-9)
Memberikan makanan juga menjadi amaliah yang merupakan perantara untuk masuk surga. Hal tersebut nyata, kala seorang sahabat menghadap nabi dan mengemukakan pertanyaan tentang amaliah yang menjadi perantara agar dapat memasuki surga-Nya.
عن هانئ أنه لما وفد على رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: يا رسول الله، أي شيء يوجب الجنة؟ قال: (عليك بحسن الكلام وبذل الطعام) رواه الطبراني.
Wahai rasul, apakah yang bisa menetapkan masuk surga? Nabi menjawab ‘Katakanlah perkataan yang baik, dan sedekahkanlah makanan.” (HR. Thabarâni)
Imam Al-Khatthabi menafsirkan, “Rasul SAW menjadikan amaliah yang terbaik adalah memberikan makanan yang merupakan kebutuhan pokok badan. Lalu beliau menyatakan bahwa perkataan yang paling baik adalah menebarkan salam, baik yang umum dan khusus, untuk orang yang tak kita kenal, atau orang yang kita kenal. Sehingga akhirnya bisa menjadi semata-mata keikhlasan untuk Allah. Karena salam adalah salah satu syiar islam.”
Fadhîlah menyedekahkan makanan akan semakin menumpuk kala kita memberikannya di saat yang tepat. Di saat banyak orang membutuhkannya. Sesuai firman-Nya,
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَة} (البلد: 14)
“”Atau memberi makan pada hari kelaparan” (QS. Al-Balad)
                         Wasiat Ketiga: Jalin Silaturahim
{وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً} (النساء: 1)
Dan takutlah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (takutlah kalian semua untuk memutus) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (QS. Al-Nisâ’:1)
Menyambung silaturahim merupakan salah satu anjuran bagi umat muslim. Menjalin silaturahim selain memiliki nilai lebih dalam tahap sosialisasi dan hubungan antar manusia, juga memiliki nilai lebih dimata agama. Beberapa kali disebutkan bahaya memutuskan tali silaturahim dalam Alquran, hingga tak perlu lagi kiranya ditegaskan akan arti penting slaturahim dalam islam.
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (من سره أن يُبسط له في رزقه أو ينسأ له في أثره فليصل رحمه) متفق عليه
Diriwayatkan dari sahabat Anas RA, aku pernah mendengar rasulullha SAW bersabda, ‘Barang siapa yang senang dilapangkan rizkinya, atau dipanjangkan umurnya, maka jalinlah silaturahim.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
                         Wasiat Terakhir(Ke empat): Dirikanlah Salat Malam
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً} (السجدة: 16)
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada tuhannya dengan rasa takut (terhadap siksa-Nya) dan mengharap (rahmat-Nya). Dan dari rizki yang Aku berikan kepada mereka, merejka menafkahkannya.” (Al-Sajdah: 16)
Demikian kiranya Allah mengabadikan pujian-Nya kepada hamba-hambanya yang beriman dan mendirikan salat malam dalam Alquran. Malam adalah waktu yang tepat untuk berdoa dan bermunajat. Waktu yang tepat untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Nabi pernah bersabda kepada sahabat beliau, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash untuk tak lupa mendirikan salat malam saat terjaga,
وعن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا عبد الله لا تكن مثل فلان، كان يقوم الليل فترك قيام الليل) متفق عليه
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, beliau berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdullah, jangan sampai kamu seperti si Fulan. Dia terjaga di malam hari namun meninggalkan qiyamul lail.’” (HR. Bukhari dan Muslim.)
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (رحم الله رجلا قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته، فإن أبت نضح في وجهها الماء, رحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها، فإن أبى نضحت في وجهه الماء) رواه أحمد وأصحاب السنن.
Allah merahmati seorang laki-laki yang melakukan qiyamul lail lalu mendirikan salat malam dan membangunkan istrinya. Ketika istrinya menolak, si laki-laki menyipratkan air di wajah istrinya. Allah merahmati seorang wanita yang melakukan qiyamul lail, lalu mendirikan salat dan membangunkan suaminya. Ketika suaminya menolak, ia menyipratkan air di wajah suaminya.” (HR. Ahmad)
Refleksi Hadis
Nabi yang diutus di jazirah Arab, tidak hanya diutus untuk bangsa Arab. Beliau diutus bahkan untuk sekalian alam. Beliau diutus menyebarkan agama islam. Membangun peradaban yang bermartabat, dan menghancurkan budaya-budaya jahiliyyah yang menyimpang dari ajaran agama. Beban di pundak beliau seakan semakin berat, kala waktu itu beliau juga dinantikan kejadirannya di Yatsrib, sekarang menjadi Madinah, juga untuk mendamaikan pertikaian antar dua suku utama kota itu, Aus dan Khazraj. 
Pada akhirnya, beliau pulalah yang kemudian membangun peradaban dan menjadikan Madinah kota yang Mutamaddin, sebuah cikal bakal negri yang membentang luas, mengalahkan luasnya imperium adikuasa Persia saat itu. Bukan sebuah gambaran kota islam, namun kota yang tetap damai meski dihuni berbagai macam agama yang berdampingan. Hidup rukun meski berbeda, hidup saling berbagi meski sama-sama tak begitu memiliki.Pesan pertama nabi ketika menyelesaikan perjalanan hijrah, sebuah catatan penting bagi kita. Beliau mewasiatkan empat hal untuk penduduk kota yang telah lama menunggu beliau.
Kita patut berkaca pada saudara-saudara kita yang jauh, di negri mereka yang dilanda peperangan, yang kedamaiannya hilang, yang ekonominya berantakan, yang warganya saling bermusuhan, bagaimana mungkin mereka dapat beribadah dengan tenang? Bagaimana mungkin mereka dapat menunaikan salat malam dengan khusu’, sementara nyawa mereka sedang dalam bahaya?

Ini menjadi sebuah renungan yang paling penting. Sebenarnya manakah yang paling musti kita dahulukan? Egois membentuk komunitas dengan membawa-bawa nama islam? Ataukah lebih baik membangun sebuah bangsa yang kuat dan damai, hingga akhirnya dengan sendirinya agama islam dapat membentuk komunitas yang kuat didalamnya?