KH. Chudlori mendirikan Pondok Pesantren di Tegalrejo pada awalnya tanpa
memberikan nama sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain. Baru
setelah berkali-kali beliau mendapatkan saran dan usulan dari rekan
seperjuangannya pada tahun 1947 di tetapkanlah nama Asrama Perguruan
Islam (API). Nama ini ditentukannya Beliau sendiri yang tentunya merupakan
hasil dari sholat Istikharoh. Dengan lahirnya nama Asrama Perguruan
Islam, beliau berharap agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan
mau menjadi guru yang mengajarkan dan mengembangkan syariat-syariat
Islam.
Adapun yang melatar belakangi berdirinya Asrama Perguruan Islam adalah
adanya semangat jihad ”Li i’Lai kalimatillah” yang mengkristal dalam jiwa
sang pendiri itu sendiri. Dimana kondisi masyarakat Tegalrejo pada waktu
itu masih banyak yang berlumuran dengan perbuatan-perbuatan syirik
dan antipati dengan tata nilai sosial yang Islami. Respon Masyarakat
Tegalrejo atas didirikannya Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam
Tegalrejo pada waktu itu sangat memprihatinkan. Karena pada saat itu masyarakat masih kental dengan aliran kejawen.
Tidak jarang mereka melakukan hal-hal yang negatif yang mengakibatkan
berhentinya kegiatan ta’lim wa-taa’llum (kegiatan belajar-mengajar).
Sebagai seorang ulama yang telah digembleng jiwanya bertahun-tahun di
berbagai pesantren, KH. Chudlori tetap tegar dalam menghadapi dan
menangani segala hambatan dan tantangan yang datang.
Akan tetapi di luar dugaan dan perhitungan pada
awal tahun 1948 secara mendadak API diserbu Belanda tepat pada “Kles
II”. Gedung atau fisik API yang sudah ada pada waktu itu diporak
porandakan. Sejumlah 36 kitab termasuk Kitab milik KH. Chudhori dibakar
hangus, sementara santri-santri termasuk KH.Chudhori mengungsi ke suatu
desa yang bernama Tejo kecamatan Candimulyo. Kegiatan taklim wa-taalum
nyaris terhenti.
Pada penghujung tahun 1949 dimana situasi nampak aman KH.Chudhori
kembali mengadakan kegiatan taklim wa-taalum kepada masyarakat sekitar
dan santripun mulai berdatangan terutama yang telah mendengar informasi
bahwa situasi di Tegalrejo sudah normal kembali, sehingga KH.Chudhori
mulai mendirikan kembali API lagi di tempat semula. Semenjak itulah API
berkembang pesat seakan bebas dari hambatan, sehingga mulai tahun 1977
jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an.
Inilah puncak prestasi KH.Chudhori di dalam membawa API ke permukaan
umat. Adalah merupakan suratan taqdir, dimana pada saat API sedang
berkembang pesat dan melambung ke atas, KH.Chudhori dipanggil
kerahmatullah (wafat), sehingga kegiatan taklim wat-Taalum terpaksa
diambil alih oleh putra sulungnya (KH. Abdurrohman Ch) dibantu oleh
putra Keduanya (Bp. Achmad Muhammad Ch).
Peristiwa yang mengharukan ini terjadi pada penghujung tahun 1977.
Sudah menjadi hal yang wajar bahwa apabila di suatu pondok pesantren
terjadi pergantian pengasuh, grafik jumlah santri menurun. Demikian juga
API pada awal periode KH. Abdurrohman Ch jumlah santri menurun drastis,
sehingga pada tahun 1980 tinggal sekitar 760-an. Akan tetapi nampak
keuletan dan kegigihan KH.Chudhori telah diwariskan kepada KH.
Abdurrohman Ch, sehingga jumlah santri bisa kembali meningkat sampai
pada tahun 1982 menurut catatan sekretaris mencapai 2698 santri.
Disini perlu dimaklumi oleh pembaca bahwa dari awal berdirinya hingga
sekarang, API hanya menerima santri putra. Meskipun usulan dan saran
dari berbagai kalangan saling berdatangan, namun belum pernah
terpikirkan secara serius untuk mendirikan pondok pesantren putri hingga
saat itu. Hal ini dapat dimaklumi karena faktor sarana dan prasarananya
kurang mendukung terutama persediaan air bersih dan tanah lokasi. Dan
Baru ada Santri Putri pada tahun 2000an.
ALMARHUM (allohu yarhamhu) KH Abdurrahman Wahid. Mantan ketua Tanfidz PBNU dan Presiden RI, tercatat sebagai salah seorang alumni Ponpes tegalrejo
Adapun program pendidikan (salaf) yang diselenggarakan sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Bentuk pendidikan yang ada berupa madrasah yang terdiri dari 7 kelas. Kurikulum yang dipakai di kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama, baik itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat (nahwu dan sharaf) yang semuanya dengan kitab berbahasa Arab.
Kitab-kitab yang
diajarkan di bidang fikih antara lain safinatun- Najah, fathul Qarib,
Minhajul Qowim, Fathul Wahhab, al- Mahalli, Fathul Mu’in, dan
Uqdatul-Farid. Di bidang ushul fiqh antara lain Faraidul – Bahiyah. Di
bidang tauhid antara lain ‘Aqidatul ‘Awam. Dan dibidang akhlaq /
Tasawwuf antara lin kitab Ihya Ulumuddin.
Kelas satu sampai dengan tujuh
di PP Tegalrejo, oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama kitab yang
dipelajari seperti :
Tingkat I dikenal Jurumiyah Jawan
Tingkat II
dengan nama Jurumiyah
Tingkat III dengan nama Fathul Qarib/Shorof
Tingkat IV
dengan Alfiyah
tingkat V dengan Fathul Wahab
tingkat VI dengan Al
Mahalli
tingkat VII dengan Fathul Mu’in/Bukhori
Tingkat VIII dengan
Ihya' Ulumuddin.
Kegiatan Ekstrakulikuler
Sejak tahun 1993, PP
Tegalrejo juga aktif setiap bulan Ramadhan mengirimkan santri seniornya
ke daerah-daerah yang membutuhkan dai/mubaligh. Daerah yang sering
mengajukan permintaan antara lain Gunung Kidul, Wonogiri, Bojonegoro, Sragen dan
Banyumas. Dilingkungan PP ini juga diselenggarakan Bahtsul masail,
yakni pembahasan masalah-masalah yang sedang aktual di tengah-tengah masyarakat.
Kegiatan lainnya adalah Jam’iyatul Quro, yakni membaca Al Qur’an secara bersama-sama. Juga “Khitobah Komplek” yaitu latihan pidato guna bekal santri berdakwah di tengah-tengah masyarakat di kemudian hari saat sudah lulus.
Kegiatan lainnya adalah Jam’iyatul Quro, yakni membaca Al Qur’an secara bersama-sama. Juga “Khitobah Komplek” yaitu latihan pidato guna bekal santri berdakwah di tengah-tengah masyarakat di kemudian hari saat sudah lulus.
Ada juga pengajian rutin setiap hari Senin di Masjid Jami Al Muhajirin Tegalrejo dan ini
dikenal dengan nama acara Pengajian Seninan Yang di hadiri oleh ribuan orang, bukan cuma masyarakat sekitar tegalrejo saja,namun juga ada yang dari magelang dan kota-kota sekitarnya seperti ; Temanggung, Parakan, kebumen, Purworejo, jogja dan sekitarnya. Adapun Untuk Para Alumni Yang Sudah Muqim ada Pertemuan rutin yang digelar setiap 35 hari
sekali, yaitu pada malam Ahad Kliwon. Acara ini juga lebih dikenal
sebagai acara Selapanan /Alumninan.
Kini setelah wafatnya Almukarrom KH ABDURROHMAN CH dan juga Bapak AHMAD MUHAMMAD CH (GUS MUH), Pesantren API Dipegang oleh adik-adik, para menantu juga para putra-putri "BELIAU BERDUA".
Dan Sekarang Dibawah kepemimpinan KH MUDRIK CH DAN KH CHANIF CH, jumlah santri di Pesantren API Tegalrejo Magelang justru semakin bertambah, sehingga memaksa para Pengasuh menambah ruang lokal baru juga kamar untuk asrama santri yang kini berjumlah tidak kurang dari 5000 santri putra dan 2000 santri putri.
Semoga kedepan API TEGALREJO MAGELANG Tetap eksis dalam mencetak kader-kader militan pengayom masyarakat ketika berkecimpung di dalamnya & makin berkembang kualitas, kuantitasnya serta memberi banyak sumbangsih untuk bangsa, negara juga dinul islam yang rahmatan lil aalamin..
AAMIIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar