SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Kamis, 04 Agustus 2016

PROFIL HABIB SYECH BIN ABD QODIR ASSEGAF (PENGASUH MAJELIS AHBAABUL MUSTHOFA)


Di tengah riuh ramainya bumi Indonesia dengan persoalan-persoalan di segala lini kehidupan, muncullah sosok Habib Syekh “the Contender” yang datang menandingi (melawan) dengan “Gerakan Shalawat”nya.
“Rasul adalah orang yang paling bahagia jika umatnya bisa bahagia. Salawat kepada Nabi bisa disuarakan dalam kondisi apapun, bahkan saat harus berjuang menegakkan kebenaran”, kata Mahfud MD dalam Pengajian Akbar IPHI bersama Habib Syekh yang dihadiri ribuan umat muslim di Lap. Kota Barat, Solo (7/4/2012)

Jumat, 29 Juli 2016

KH. ABDURRAHMAN CHUDLORI [ALM] ALLOHU YARHAM DAN AMPLOP BISYAROH

fiqhmenjawab.net ~ KH. Abdurrahman Chudlori [Alm] yang lebih akrab disapa Mbah Dur sudah lama meninggalkan kita, namun banyak kisah tak tertulis yg mengisahkan akhlak luhur beliau.

Untuk yang belum kenal beliau, beliau [alm] adalah seorang pemimpin pesantren yang istiqomah dengan mobilitas yang luar biasa. Selain mengajar beliau setiap hari selalu mengisi paraf di buku kehadiran santrinya satu-persatu. Dari mulai pukul 6 pagi hingga 11 malam, beliau memantau perkembangan mereka bahkan secara pribadi. Aktifitas rutin ini beliau geluti semenjak kepulangan Mbah Chudlori ke Rahmatullah tahun 1977.

Selain full time mengasuh pesantren, Mbah Dur juga figur kyai yang aktif mengayomi dan menjadi panutan masyarakat wilayah Tegalrejo,Bahkan hingga luar daerah juga tak luput dari keikhlasan dakwah beliau dengan jadwal yang padat untuk memberikan pengajian yang otomatis membutuhkan tenaga ekstra guna perjalanan jauh yang harus ditempuh bolak-balik. 


Amplop, adalah suatu tradisi yang selalu mewarnai dunia pesantren. Kehadiran seorang Kyai dalam sebuah majelis pengajian hampir pasti selalu disertai dengan disiapkannya amplop bisyaroh (hadiah). Bahkan kedatangan santri alumni atau tamu ke pesantren biasanya membawa amplop bisyaroh untuk diserahkan kepada Kyai. 

Bagi kebanyakan orang, yang menganggap Kyai adalah sebuah profesi, maka amplop bisyaroh secara mudah di “justifikasi” sebagai (maaf) pendapatan dari profesi itu.

Baca juga: KISAH DIBALIK NAMA MBAH DUR DAN GUS DUR

Pada masa Mbah Dur masih sehat, tiap hari rata-rata 2 sampai 3 tempat mengundang beliau untuk mengaji. Namun sampai wafatnya beliau tak pernah tahu dari siapa dan berjumlah berapa biysaroh yang beliau dapatkan.

Setiap mendapatkan amplop bisyaroh, menurut santri yang dekat dengan beliau, Mbah Dur menaruh amplop-amplop itu di dashboard, saku jok bahkan di bawah karpet mobil. Dan dalam waktu yang lama amplop-amplop itu berada di mobil Mbah Dur. Ini bukan karena tidak menghormati pemberian namun menurut beliau untuk mejaga keikhlasan dalam berdakwah. Bahkan ketika amplop bisaroh itu hanya berisi Rp. 600,00 pun beliau tak pernah tahu. Amplop-amplop itu kemudian dikumpulkan oleh santri dekat Mbah Dur ketika akan mencuci mobil, dan memasukkan amplop-amplop itu untuk kepentingan Pesantren. Tak serupiahpun Mbah Dur dan keluarganya menikmati amplop bisyaroh itu, karena Mbah Chudlori sang ayahanda mengharamkan kecuali untuk kepentingan umat atau pesantren.

Begitulah akhlak dan kehati-hatian (wira’i) seorang figur ulama sejati yang mungkin di zaman sekarang jarang dijumpai. Semoga para da’i atau penceramah bisa memetik hikmah sebagai bekal keikhlasan dalam setiap dakwahnya. Aamiin 

Oleh: Nasyit Manaf, pernah nyantri di API Tegalrejo – sumber kisah dari Mas Adhang Legowo

Selasa, 26 Juli 2016

SEJARAH PAGAR NUSA

Pagar Nusa adalah nama lembaga silat di kalangan NU yang di dirikan oleh para Kyai pendekar untuk melestarikan ilmu persilatan yang ada sejak masa zaman dahulu di nusantara. Nama tsb di nisbatkan agar warga Nahdiyyin bisa menjadi benteng kesatuan NKRI.

Pendiri Pagar Nusa diantaranya adalah Simbah Kyai Makhrus 'Ali dr cirebon yang bermukim di Lirboyo Kediri atas ijin dan restu dr Assyaikhul Akbar Hasyim Asy'ari (Sunan Tebu Ireng) untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah persilatan dan melestarikan ilmu silat yang secara turun temurun dr Walisongo.

Ilmu silat yang ada pada para Kyai kebanyakan secara turun temurun dr zaman Walisongo sampai pd zaman Mataram dan akhirnya sebagai sarana perjuangan melawan penjajah.Salah satu diantara nya yang dikenal dengan Asma Songo... sebuah aurod yang yg di ijazah kan oleh para Wali pada para santri dan prajurit demak zaman itu... dan secara turun temurun sampai masa perjuangan melawan penjajah. Dan setelah kemerdekaan ilmu silat tsb disatukan dlm sebuah lembaga organisasi untuk mengisi kemerdekaan serta sebagai tonggak bagi sejarah perjuangan para Kyai dlm melawan penjajah. Dr hal tsb jelaslah bahwa para Kyai dlm masa penjajahan senantiasa bersatupadu untuk melawan penjajah.

Dan dimasa kemerdekaan ilmu persilatan hanya untuk menjaga diri serta berorientasi pada lembaga negara dlm bidang seni olahraga.Karena itulah almarhum KH Ma'syum Jauhari tidak pernah memberikan ilmu silat dan tenaga dalam tingkat tinggi pada Pagar Nusa. Karena di khawatir kan disalah gunakan oleh orang yang tdk bertanggung jawab.

Ilmu silat sebenarnya adalah ilmu hikmah yang didalamnya terdapat gerakan-gerakan yang mempunyai tenaga penghancur krn di dasari tenaga dalam.... sumber dr kekuatan itu adalah ALLOH lewat wirid dan pelatihan pernafasan yang sempurna. Di masa lalu ilmu silat tingkat tinggi biasa jadi rebutan dan adu tanding dunia persilatan... dr hal tsb setiap pendekar selalu meningkatkan mutu dr ilmu silat dan tenaga dalam... sehingga banyak tercipta ilmu dan jurus silat yang beraneka ragam. serta di kuatkan lagi dgn ajian yang sangatlah dahsyat.

Di antara ilmu2 tsb pada zaman Walisongo, tersebut lah : Jurus Taqwa,  sangkal putung, kalajenget, condrobirowo, singoludoyo, sosrobirowo, tapak jati, tapak geni, lebur saketi, guntur geni, brojomusti dan sebagainya. Ilmu dan ajian tsb masih ada sampai sekarang... dan hanya orang2 tertentu yang menguasai ilmu silat yang dahsyat tsb.

Ilmu tsb untuk sekarang ini tdk mungkin di ajarkan secara umum.. karena sifatnya yang kuat dan bisa menjadi penghancur.

Gus Ma'sum maupun yang lain tdk sembarangan memberikan ilmu2 tsb pada setiap org dan santri. Para sepuh selalu memikirkan anfak dan madhorotnya. Pagar Nusa adalah perkumpulan silat NU yang punya slogan Ngalah Ngalih Ngamuk.. dan punya makna yang cukup tinggi untuk ksatria.

Ngalah (tawadhuk.ngalah dateng pepesthen ALLOH lan setia terhadap aturan persilatan. Serta menjaga kesatuan bangsa)

Ngalih (berusaha memperbaiki diri dan berusaha pindah dr kemadhorotan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi sesama)

Ngamuk (jk ada yang berani mengoyak NKRI dan martabat bangsa dan negara... orang pagar Nusa harus siap di medan laga)

Para Kyai sepuh mengajarkan agar warga Nahdziyyin pny jiwa pemberani berjiwa ksatria... selalu patuh pada pimpinan dan guru... serta ikut menjaga keutuhan bangsa dan negara.

Teguh memegang prinsip dan menolak segala hal yang bisa mengoyak meruntuhkan kesatuan NKRI.
Urip kudu duwe roso lan rumongso. Ajaran kalimah tsb mempunyai arti. Dalam menjalankan kehidupan hendak nya mempunyai perasaan memiliki dan mengakui perjuangan masa lalu dan menjaga amanah serta keutuhan bangsa dan negara.

Jika kita merasa bodoh hendak nya kira belajar

Jika kita merasa pintar hendak nya memberikan pengetahuan pd org lain

Jika kita merasa kaya hendak nya menggunakan kekayaan itu untuk menolong yang lemah dan miskin

Jika kita merasa punya sesepuh hendak nya selalu mendoakan dan mencontoh perjuangan nya

Jika kita merasa punya negri ini hendaknya selalu menjaga martabat dan keutuhan NKRI

Jika kita merasa punya agama hendak nya selalu berpegang pada ajaran agama

Jika kita merasa punya iman hendak nya berfikir dan melihat dgn keimanan tsb

Jika kita merasa umat Nabi Muhammad hendak nya selalu mencintai dan menjalankan ajaran Nabi

Jika kita merasa punya ALLOH hendak nya kita menyembah dan berserah diri, karena semua yang ada hanya atas kehendakNya

Jika kita merasa punya orang tua hendaknya selalu berbakti

Jika kita merasa punya guru hendaknya selalu patuh dan berbakti menurut kemungkinan

Jika kita merasa punya saudara hendaknya selalu berbelaskasih

Jika kita merasa punya sahabat hendaknya selalu berinteraksi

Jika kita merasa punya keluarga hendaknya selalu bertanggung jawab

Jika kita merasa punya teman hendaknya selalu berbagi

Jika kita merasa punya harga diri hendaknya hormati org lain

Jika kita merasa kurang hendaknya selalu berdoa dan berusaha

Itulah ajaran para Kyai sepuh yang ditanamkan dalam slogan pagar nusa “Ngalah Ngalih Ngamuk urip kudu duwe roso rumongso Kanggo ngadepi urip ing dunyo dalah akhirate”

Surodiro Djayaningrat lebur ing pangastuti. Yen wedi ojo wani-wani.. Yen wani ojo wedi-wedi

Sabtu, 23 Juli 2016

KENDUREN,MEDIA KERUKUNAN MASYARAKAT JAWA



SATU ciri kehidupan dalam masyarakat di Jawa lekat dengan ciri gemeinschaft atau paguyuban. Kehidupan antarwarga berlangsung harmonis, rekat antarsatu sama lain, dan penuh kehangatan.
Untuk melanggengkan sifat-sifat bermasyarakat itulah, tradisi kenduren atau kenduri masih dilestarikan hingga hari ini. Meski kenduren merupakan hasil akulturasi Islam dan Jawa, namun kebersamaan yang terjalin di dalamnya tetap tidak berubah.
Tradisi kenduren ini diperkirakan berakar dari pengungsi Campa yang beragama Islam. Peristiwa yang terjadi pada rentang waktu antara tahun 1446 hingga 1471 masehi itu rupanya memberikan kontribusi yang tidak kecil bagi terjadinya perubahan sosio-kultural religius di Majapahit khususnya, dan di pulau Jawa pada umumnya.
Kenduren biasanya dilakukan setelah ba’da isya, dan disajikan sebuah nasi tumpeng dan besek (tempat yang terbuat dari anyaman bambu bertutup, bentuknya segi empat yang dibawa pulang oleh seseorang dari acara selametan atau kenduri) untuk tamu undangan.
Kenduren memiliki nama-nama khusus, sesuai dengan niat penyelenggara. Contohnya kenduren Wetonan (wedalan) yang bermakna kenduren yang digelar pada hari lahir seseorang (weton), kenduren Likuran yang digelar pada tanggal 21 bulan Ramadhan dan dilakukan untuk memperingati turunnya Al-Qur’an atau Nuzulul Quran, dan kenduren Ba’dan yang digelar pada 1 Syawal atau saat hari Raya Idul Fitri yang bertujuan untuk menurunkan arwah leluhur ke tempat peristirahatannya.
Meski terkesan sederhana, namun nyatanya tradisi kenduren masih dipertahankan hingga saat ini. Selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, tradisi ini juga memiliki dampak positif bagi kehidupan sosial masyarakat.

(Fadhil Nugroho/CN41/SMNetwork)

Minggu, 03 Juli 2016

BERANDA

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala nikmat yang tercurah kepada kita semua. Shalawat salam semoga tercurah kepada Baginda Rasulillah Muhammad SAW, Sahabat-sahabat setia beliau hingga kepada kita semua ila akhirizzaman, mudah-mudahan kita semua yang hidup di era sekarang akan mendapatkan syafaat dari uswah kita Baginda Rasulullah saw. Amin.

Salam hangat dan bahagia buat para pembaca yang budiman dari kami pengasuh dan pengelola Blog "mpdaaruttholabah79" Yang merupakan wadah kreatifitas kami dalam mensyiarkan ISLAM yang Rahmatan lil- aalamiin, berfahamkan AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH ALA NAHDHATUL ULAMA', dan nguri-nguri peninggalan para ulama', auliya' sholihin para tabi'in juga para tabi'it tabiin ila yaumil qiyamah kelak.

Adapun Majlis Ta'lim yang kami Ampu kami beri Nama " MAJELIS PENGAJIAN DAARUT THOLABAH" dan beralamat di Dukuh Petodanan Baru Kel. Proyonanggan Tengah Kec/Kab. Batang Jawa Tengah Kode Pos 51211. Majelis Pengajian Daarut Tholabah yang kemudian di singkat [ MPDT ] ini kami dirikan tepatnya pada tanggal 29 bulan Agustus tahun 2002 atau tepat satu tahun setelah kami lulus nyantri di Pesantren API TEGALREJO MAGELANG.

MPDT ini sengaja dibangun untuk menampung dan menjadi wadah belajar buat santri dari berbagai kalangan. Dan alhamdulillah dulu untuk tahap awal (th 2002), kami memulainya dengan 20 orang santri dari kampung sendiri dan sekitar kampung dengan harapan akan membantu mereka yang dititipkan oleh orang tuanya untuk mendalami dan mengkaji al Qur’an dengan baik dan benar dan mampu menguasai ilmu alatnya berupa kitab kuning dan juga menguasai ilmu untuk hidup di dunia berupa kemandirian dan jiwa kepemimpinan.

MPDT punya cita-cita yang semoga alloh SWT meridhoi, yaitu merupakan wadah yang bisa diharapkan mencetak para penerus ulama atau para asatidz yang pada ujungnya adalah meneruskan cita-cita luhur para anbiya’ dan para waliyullah yang telah mensyiarkan Islam dengan mengedepankan kasih sayang bagi seluruh penghuni bumi Allah ini, Yaitu ajaran Islam yang menebarkan keindahan akhlak dan perdamaian di antara sesama makhluk Allah di alam raya ini. Karena inilah inti ajaran Islam yang dibawa oleh para nabi dan rasul serta wali – wali Allah yang pernah hadir sebelum kita.

Doa dan harapan kami sangat besar, semoga apa yang Tersaji dan di baca para pengunjung Blog ini bisa membawa manfaat yang banyak buat umat Islam dan khususnya buat para santri kami ke depan. Dan kami juga mohon dukungan dan doanya kepada segenap pembaca, kiranya niat baik ini diridhai oleh Allah Ta’ala. Amin

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pengasuh Dan Pengelola  MAJELIS PENGAJIAN DAARUT THOLABAH dan BLOG "MPDAARUTTHOLABAH79"

ttd

WAHAB CHASBULLOH.

Minggu, 29 Mei 2016

MUSTAHIQ ZAKAT

Pengertian Mustahiq Zakat secara umum telah ditegaskan oleh Allah dalam firmannya surat at-Taubah : 60). dan secara tertulis, dalam buku Fiqh Islam karangan Sulaiman Rasjid halaman 210 dijelaskan bahwa : Mustahiq adalah Mereka (orang-orang) yang berhak mendapatkan zakat yang sesuai ketetapan Allah. Adapun ketetapan tersebut dibagi menjadi 8 Golongan Mustahiq
(8 Asnaf Mustahiq Zakat Menurut Alqur'an At-Taubat : 60)

~ Faqir
Yang dimaksud faqir di sini adalah, mereka yang dalam hidupnya tidak mempunyai kekayaan harta maupun pekerjaan. Kalaupun mereka memiliki harta ataupun pekerjaan (kerja serabutan/tidak tetap), namun harta atau hasil dari upah kerjanya sangat jauh dari kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan orang-orang yang ditanggungnya dalam satu hari. Jika dikalkulasikan dalam bentuk deskriptif begini contohnya : Si A dalam kesehariannya untuk memenuhi kebutuhan harus mengeluarkan budget senilai 50.000, namun dari hasil pekerjaan si A, dia hanya bisa mendapatkan dari hasil upahnya tidak lebih dari setengah yang dia butuhkan, jadi penghasilan si A dalam kerja satu hari kurang dari 25.000.

~ Miskin
Asnaf kedua ini memiliki derajat satu tingkat di atas Faqir. Jika Faqir dikatakan adalah orang yang tak punya harta dan hanya mendapat penghasilan di bawah kebutuhannya dalam satu hari, maka satu tingkat di atasnya adalah Miskin dengan deskripsi: Orang yang tergolong dalam kategori miskin adalah orang yang sebenarnya punya harta dan punya pekerjaan tapi hanya mampu menghasilkan setengah dari kebutuhannya dalam satu hari, dan masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya juga orang-orang dalam tanggung jawabnya.
Contohnya begini, Jika si A memiliki pekerjaan dengan upah dari hasil kerjanya sebesar 30.000 sampai dengan 35.000, sementara kebutuhan yang harus dikeluarkan oleh si A untuk memenuhi kebutuhannya dalam satu hari adalah 50.000. Pada kasus ini Si A tersebut dikatakan miskin. Dia memiliki penghasilan di atas faqir, namun penghasilannya masih belum memadai untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.

~ Amil
Pada dasarnya Amil memiliki pengertian, Orang-orang yang memiliki tugas dalam mengurusi masuk dan keluarnya zakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, Amil dibedakan menjadi empat bagian.
1.Amil Hasir, Adalah seorang amil yang memiliki tugas dalam pengumpulan orang-orang yang hendak mengeluarkan zakat
2.Amil Qosim, Adalah orang-orang yang bertugas untuk membagi zakat kepada orang yang berhaq menerima zakat (Mustahiq)
3.Amil Kisa'i, Adalah orang yang memiliki tugas dalam pemungutan zakat dari para muzakki (orang yang mengeluarkan zakat)
4.Amil Katib, adalah seorang amil yang memiliki peran dalam mencatan masuk dan keluarnya zakat.

~ Muallaf
Seperti halnya amil, dalam muallaf juga terbagi menjadi beberapa bagi, sekurang-kurangnya ada empat pembagian dalam Asnaf ini, di antaranya adalah:
1.Seseorang yang baru saja masuk agama Islam dan masih memiliki keyakinan atau keimanan yang belum teguh
2. Seseorang yang sudah masuk Islam dan telah memiliki tingkat keimanan yang kuat, namun dia juga memiliki derajat sosial yang tinggi dalam pandangan ummat no-muslim.
3.Seseorang yang memiliki kedekatan dengan non-Muslim, dan dari kedekatannya tersebut dikhawatirkan akan terpengaruh dengan kejahatan orang kafir tersebut.
4.Seseorang yang memiliki kedekatan dengan golongan yang berfaham anti zakat, sebab hal ini dikhawatirkan orang tersebut akan terpengaruh dan mengikuti faham mereka.

~ Riqab
Rqab disebut juga seorang hamba sahaya, Riqab ini mengandung pengertian seorang budak yang dibebaskan oleh tuannya dengan syarat, sibudak dapat menebus dirinya. Dalam hal ini seorang budak muslim yang hendak membebaskan diri wajib hukumnya untuk diberi zakat guna pembebasannya tersebut.

~ Ghorim
Pengertian ghorim adalah, singkatnya orang yang berhutang di jalan Allah. Dalam kaitannya dengan mustahiq yang satu ini, terdapat beberapa pembagian, di antaranya adalah:
1.Orang yang memiliki hutang disebabkan dia telah menjamin sesuatu barang yang dimilikinya atau bisa juga disebut menggadaikan.
2.Orang yang memiliki hutang untuk kebaikan, seperti  ketika ada seseorang yang berhutang demi menyelesaikan perkara dari orang yang sedang bersengketa agar persengketaan diantara keduanya terselesaikan sehingga tidak muncul fitnah.
3.Orang yang berhutang dan hutangnya tidak digunakan untuk suatu hal yang bersifat kejahatan atau sesuatu yang diharamkan dalam agama, dan pada kasus ini orang tersebut tidak bisa membayar hutangnya dengan cara apapun yang dia bisa lakukan.

~ Sabilillah
Asnaf yang satu ini adalah orang yang sedang melakukan peperangan di jalan Allah, seperti contohnya sedang membela Sebuah Negara dari penjajah yang hendak merebut wilayah dari suatu negara. Dan tentunya kategori Asnaf ini adalah mereka yang sudah tidak lagi memiliki bekal apapun.

~ Ibnu Sabil
Adalah orang-orang yang sedang dalam perjalanan, dan dalam perjalanannya tersebut mereka telah kehabisan bahan pasok untuk kebutuhannya. Namun dengan catatan orang yang sedang dalam perjalanan itu tidak atas dasar dengan tujuan kemaksiatan.

Demikian keterangan ringkas 8 Asnaf atau 8 Mustahiq yang  berhak menerima zakat, semoga bermanfaat aamiin

MENGENAL IMAM MADZHAB (MADZAHIBUL ARBA'AH)

Pada abad ke-II H, telah bermunculan Ulama-ulama atau pemikir-pemikir Islam yang benar-benar tangguh. Baik dilihat dari segi pemikiran maupun tekad yang berdampak kepada konsistensi diri mereka, sehingga meskipun raga mereka telah hancur dan melebur bersama tanah serta seisinya, akan tetapi nama-nama mereka tetaplah luhur, harum, dan besar. Di antara nama-nama ulama pada zaman itu, sebagian dari mereka dialah Empat Imam Mazhab yang secara resmi diakui oleh penduduk di Indonesia sebagai Mujtahid Mutlak.

Apakah yang dinamakan Mujtahid Mutlak, Mujtahid Mutlak adalah seorang mujtahid yang dalam menggali hukum Islam (berijtihadnya) menggunakan metode sendiri. Dengan kata lain, metode yang ia pakai bukanlah berasal dari metodenya ulama-ulama lain.

Adapun Di Indonesia ini telah dimayoritasi penduduknya dengan ajaran Islam yang berfaham Ahli SUnnah Wal Jama'ah. Dan orang-orang Ahli Sunnah atau yang biasa kita sebut dengan Faham ASWAJA ini mengakui keempat mujtahid mutlak sebagai pedoman dalam mengenali hukum-hukum Islam yang belum benar-benar dijelaskan di dalam nash al-Qur'an dan al-Hadits.
Adapun para ulama' msdzhab itu ialah:

1.Mazhab Hanafi
Penyusun mazhab ini adalah Imam Abu Hanifah.  Beliau lahir tahun 80 H dan wafat di Baghdad pada tahun 150 H. Pada saat remaja, beliau telah belajar di Kufah, dan di sinilah Abu Hanifah mulai menyusun mazhabnya.
Berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipercaya, Beliau adalah seorang yang wadi' Ilmu Fiqh ( orang yang termasuk golongan pertama yang menyusun ilmu fikih seperti kita saksikan sekarang ini ).

2.Mazhab Maliki
Malik bin Anas Al-Asbahi adalah Imam yang menusun Mazhab Maliki. Lahir tahun 93 H dan wafat pada tahun 170 H. Penyusun mazhab maliki yaitu Malik bin Anas Al-Asbahi mempelajari ilmunya di Madinah, dan di sanalah beliau menuliskan kitab Al-Muwatta, yaitu kitab panduan hadits yang masih terus digunakan hingga saat ini juga.

Dalam Ijtihadnya, beliau ini menggunakan beberapa sumber hujjahnya. Yakni Al-Qur'an, Al-Hadts, Ijma', Qiyas. Akan tetapi Qiyas sebagai sumber terakhir yang penulis sebutkan ini sangat kecil kemungkinannya digunakan oleh Imam Malik. Hal ini dikarenakan beliau adalah ahli hadits.
Imam Malik juga terkenal dengan sebutan fuqoha, saorang Ahli dalam Ilmu Fiqih, salah satu gelar yang disandangnya adalah " Sayyid Fuqoha Al-Hijaz " Pemimpin ahli fikih di seluruh daerah Hijaz.

3.Mazhab Syafi'i
Adalah Muhammad bin Idris bin Syafi'i adalah pendiri mazhab syafi'i. Beliau ini masih keturunan bangsa Quraisy, yang dilahirkan kedunia pada tahun 150 H dan meninggal pada tahun 204 H di daerah Khuzzah.

Pada umurnya yang masih terhitung belia, yakni tujuh tahun beliau telah dapat menghafalkan Al-Qur'an. Sedangkan pada saat umur beliau menginjak sepuluh tahun beliau telah dapat menghafalkan kitab karangan Imam Malik yang menjadi gurunya dikemudian hari, kitab yang dihafalkannya ketika itu adalah kitab Al-Muwatta. Sementara itu, di saat Imam Syafii menginjak usia dua puluh tahun beliau sudah diberikan izin oleh gurunya yakni Muslim bin Khalid untuk berfatwa.

Kisah perjalanannya membangun mazhab dimulai ketika beliau hijrah ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar ahli hadits dan ahli ilmu Fiqih, di sana dia belajar kepada Imam Malik, kemudian setelah itu beliau pergi ke Irak, di sana beliau bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Beliau terus melanjutkan perjalanannya menuju ke daerah Persi hingga Negeri-Negeri yang lainnya.

Satu daerah kemudian daerah yang lain dia lewati, dari sanalah terus bertambah ilmu yang dimiliki oleh Imam syafii. Beliau ini adalah orang yang supel, pandai bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah. Beliau sering bertukar pikiran dengan para ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Dan dari pergaulannya sekaligus hasil dari diskusi-diskusinya itu akhirnya beliau dapat menyusun pendapat beliau yang pertama yang disebut qadim. Kemudian beliau kembali ke Makkah pada tahun198 H. Nah, Pada tahun tersebut juga Imam Syafi pergi ke Mesir, di sana belau menyusun pendapat beliau yang baru yang terkenal dengan sebutannya "qoulul Jadid"

4.Mazhab Hanbali
Disusun oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Lahir di Baghdad dan meninggal dunia pada tahun 241 H. Imam Hambali merupakan salah satu muridnya dari Imam Syafii.

Imam Hanbali ini memiliki banyak murid yang terkemuka, beberapa di antaranya adalah Imam Bukhari dan Imam Muslim. Beliau sangat berpegang teguh kepada fatwa sahabat apa bila tidak ditemukanny nas di dalam al-Qur'an dan Al-Hadits.

Beliau adalah salah satu tokoh Mujtahid Mutlak yang memiliki tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Begitu telitinya beliau menfatwakan sesuatu hal, akhirnya mengakibatkan mazhab ini kurang berkembang dengan pesat. Hal ini juga diakibatkan orang-orang yang menganut mazhab Hanbal ini juga merupakan orang-orang yang begtu sangat teliti.
Demikian uraian singkat tentang imam madzhab,semoga bermanfaat.

Dikutip dari Fiqh Islam karya H.Sulaiman Rasjid

BEDA DEFINISI ANTARA ILMU FIQH, FIQH DAN USHUL FIQH


Pengertian Fiqih
Menurut bahasa “fiqih” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang berarti mengerti atau paham berarti juga paham yang mendalam. Dari sini ditariklah perkataan fiqih, yang memberi pengertian kepahaman dalam hukum syariat yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi, Fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).

Definisi fiqih secara umum, ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.

Pengertian Ushul Fiqih
Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”. Jika fiqih adalah paham mengenai sesuatu sebagai hasil dari kesimpulan pikiran manusia. Maka ushul fiqih adalah dasar yang dipakai oleh pikiran manusia untuk membentuk hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, definisi ushul fiqih adalah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil hukum).
Sedangkan definisi ushul fiqih menurut Abdul Wahab Khalaf, adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan (Atau kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan ) yang merupakan cara untuk menemukan hukum-hukum syara’ yang amaliyah dari dalil-dalilnya secara rinci.


Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Jelaslah perbedaan antara fiqih dan ushul fiqih, bahwa ushul fiqih merupakan metode (cara) yang harus ditempuh oleh ahli fiqih (faqih) di dalam menetapkan hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil syar’i, serta mengklasifikasikan dalil-dali tersebut berdasarkan kualitasnya. Dalil dari Al Qur’an harus didahulukan  dari pada qiyas serta dalil-dalil lain yang tidak berdasarkan nash Al- Qur’an dan Hadits. Sedangkan fiqih adalah hasil hukum-hukum syar’i bedasarkan methode-methode tersebut.

Pengetahuan Fiqh itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh. Menurut aslinya kata "Ushul Fiqih" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab "Ushulul Fiqih" yang berarti asal-usul Fiqih. Maksudnya, pengetahuan Fiqih itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqih. Pengetahuan Fiqih adalah formulasi dari nash syari'at yang berbentuk Al-Qur'an, Sunnah Nabi dengan cara-cara yang disusun dalam pengetahuan Ushul Fiqih. Meskipun cara-cara itu disusun lama sesudah berlalunya masa diturunkan Al-Qur'an dan diucapkannya sunnah oleh Nabi, namun materi, cara dan dasar-dasarnya sudah mereka (para Ulama Mujtahid) gunakan sebelumnya dalam mengistinbathkan dan menentukan hukum.

Dasar-dasar dan cara-cara menentukan hukum itulah yang disusun dan diolah kemudian menjadi pengetahuan Ushul Fiqih. Menurut Istilah yang digunakan oleh para ahli Ushul Fiqh ini, Ushul Fiqh itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya.

Dalam pemakaiannya, kadang-kadang ilmu ini digunakan untuk menetapkan dalil bagi sesuatu hukum; kadang-kadang untuk menetapkan hukum dengan mempergunakan dalil Ayat-ayat Al-Our'an dan Sunnah Rasul yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, dirumuskan berbentuk "hukum Fiqh" (ilmu Fiqh) supaya dapat diamalkan dengan mudah. Demikian pula peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ditemukan dalam kehidupan dapat ditentukan hukum atau statusnya dengan mempergunakan dalil.

semoga bermanfaat

PENGERTIAN & HUKUM MEMPELAJARI ILMU FIQH



1. Pengertian Ilmu Fiqih
Hadits Nabi :
“Barangsiapa dikehendaki oleh Allah akan diberikannya kebajikan dan keutamaan, niscaya diberikan kepadanya “ke-faqih-an” (memahami fiqih) dalam urusan agama.” (HR. Bukhari-Muslim). 
Ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).

Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.

2. Hukum Mempelajari Ilmu Fiqih
Hukum mempelajari/mencari ilmu fiqih adalah wajib atau fardhu ‘ain bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagaimana sabda Nabi ;
” Mencari ilmu itu hukumnya fardhu bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan “.

Hukum mempelajari ilmu fiqih tergantung dari amal yang akan dilakukan atau dijalankan atau diamalkan:
~ Kalau  amal yang akan dijalankan itu wajib ( fardhu ), maka hukum mencari/mempelajari ilmunya juga wajib. Seperti shalat lima waktu, hukum mempelajari ilmu yang membahas tata cara atau peraturan (syarat, rukun dll ) shalat lima waktu menjadi wajib.
~ Kalau amalnya sunnah, mencari ilmunya pun sunnah, contoh shalat rawatib . akan tetapi, walaupun amal sunnah kalau itu akan dijalankan, maka hukum mempelajari ilmunya menjadi wajib.

Kesimpulannya, amal sunnah kalau tidak akan dilakukan, mencari ilmunya hukumnya sunnah, amal sunnah yang akan dilakukan hukum mencari ilmunya menjadi wajib.

PERTUMBUHAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DAULAH ABBASIYAH


Wahai pemuda-pemudi muslim yang cerdas, kisah dan sejarah yang akan disajikan pada artikel ini merupakan kisah terhebat dalam sejarah peradaban Islam. Kisah yang dimaksud itu adalah mengenai tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah yang berpusat di kota Bagdad, Irak.
Puncak dari masa keemasan tersebut ditandai dengan tumbuh suburnya ilmu pengetahuan pada abad ke-8. Saat itu para ilmuwan muslim sangat produktif dan juga menjadi pelopor perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Subhanallah.

Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid dan putera beliau bernama Al-Ma’mun. Kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh Raja Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun di Bagdad.

Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan pada Masa Daulah Abbasiyah dibidang kesejahteraan, pendidikan, ilmu pengetahuan, sosial, kesehatan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menjadi negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun, penerus Harun ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat mencintai ilmu filsafat. Pada masa pemerintahan Al-Ma’mun, penerjemahan buku-buku asing sangat digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia membayar mahal penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya besar ada masa pemerintahannya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang sekaligus berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di dunia.

Mari kita renungkan, betapa harumnya citra dunia Islam waktu itu. Kaum muslimin sangat disegani dalam pergaulan di seluruh dunia. Waktu itu umat Islam sangat identik dengan ilmu pengetahuan. Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan selalu dipelopori dari kalangan ilmuwan muslimin. Hal ini dilakukan karena al-Qur’an dan Hadis menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Akankah masa kejayaan dan kemajuan tersebut pada saatnya bisa terulang kembali? Jawabannya tentu ada pada benak kalian pemuda dan pemudi muslim.

Masa Daulah Abbasiyah merupakan jaman keemasan (The Golden Age) bagi umat Islam. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik itu dalam bidang ekonomi, peradaban, dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang dengan pesat berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya hasil penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Adapun cendekiawan-cendekiawan Islam dalam bidang ilmunya masing-masing pada masa Daulah Abasiyah adalah:

a. Bidang ilmu Filsafat
Tokoh cendekiawan Muslim di bidang ilmu filsafat diantaranya adalah Abu Nasyar Muhammad bin Muhammad bin Tarhan yang dikenal dengan al-Farabi, Abu Yusuf bin Ishak yang dikenal dengan al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Rusd, al-Ghazali, Ibnu Bajah dan Ibnu Tufail.

b. Bidang ilmu Kedokteran
Tokoh cendekiawan Islam yang terkenal di bidang kedokteran adalah Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai bapak ilmu kimia, Hunaian bin Ishak yang terkenal sebagai ahli penerjemah buku-buku asing,  Ar-Razi yang dikenal sebagai ahli penyakit campak dan cacar, Ibnu Sahal dan Thabit Ibnu Qurra.

c. Bidang ilmu Matematika
Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu matematika yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (penemu huruf nol) dengan bukunya Algebra, Geometri Ilmu Matematika. Cendikiawan matematika yang lainnya adalah Umar bin Farukhan (bukunya Quadripartitum), Banu Musa (ilmu mengukur permukaan, datar, dan bulat).

d. Bidang ilmu Falak
Tokoh cendekiawan Islam dibidang ilmu Falak ini adalah Abu Masyar al- Falaky (bukunya Isbatul Ulum dan Haiatul Falak), Raihan Bairuny (bukunya al-Afarul Bagiyah’ainil Khaliyah, Istikhrajul Autad dan lain-lain). Jabir Batany (membuat teropong bintang)

e. Bidang ilmu Astronomi
Tokoh cendekiawan Islam di bidang Astronomi adalah al-Farazi (pencipta Astro Lobe), al-Gattani/Albetagnius, dan al-Farghoni atau Alfragenius.

f. Bidang ilmu Tafsir
Tokoh cendekiawan Islam yang terkenal di bidang ilmu Tafsir ini adalah Ibnu Jarir at-abary, as-Suda, Mupatil bin Sulaiman, Ibnu Atiyah al-Andalusy, Muhammad bin Ishak dan lain-lain.

g. Bidang ilmu Hadist
Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Hadis ini adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, At-Tarmidzi, dan lain-lain

h. Bidang ilmu Kalam (tauhid)
Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Kalam ini adalah Wasil bin Atha’, Abu Huzail al-Allaf, ad-Dhaam, Abu Hasan al-Asy’ary, Hujjatul Islam Imam al-Gazali. Pada masa itu, pembahasan ilmu tauhid semakin luas dibandingkan dengan zaman sebelumnya.

i. Bidang ilmu Tasawuf (ilmu mendekatkan diri pada Allah Swt.)
Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Tasawuf ini adalah al-Qusyairy dengan karyanya ar-Risalatul Qusyairiyah, Imam al-Gazali dengan karyanya al-Bashut, al-Wajiz, Syahabuddin dengan karyanya Awariful Ma’arif, dan lain-lain.

j. Para imam Fuqaha (ahli fiqh)
Tokoh cendekiawan Islam yang merupakan para iman Fuqaha ini adalah Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambali.

Semoga bermanfaat ya..

Jumat, 06 Mei 2016

WALI PITU DI BALI

 

Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa Islam sudah masuk di Bali pada abad 15 M. Ini dibuktikan, pada saat Dalem Ketut Ngelesir menjabat sebagai raja Gelgel ke I (1380-1460 M) pernah mengadakan kunjungan ke kraton Majapahit, saat itu Raja Hayam Wuruk mengadakan konfrensi kerajaan seluruh Nusantara. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang kenegerinya (Bali) dengan diantar oleh empat puluh orang dari Majapahit sebagai pengiring, yang konon diantara mereka terdapat Raden Modin dan Kyai Abdul Jalil. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di kerajaan Gelgel.

Sejak itu Agama Islam mulai berkembang di Bali, dan terus demikian hingga saat ini, banyak terdapat makam-makam Islam di sana. Demikian juga terdapat makam para Da’i, ulama dan pemuka Islam yang pada masa hidupnya dikaruniai Allah Swt Karomah, sehingga makam-makam mereka juga dihormati, oleh ummat Islam khususnya maupun juga orang-orang Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dari sekian banyak makam auliya’ di Bali, ada tujuh makam yang sangat menonjol yang terkenal dengan Sab’atul Auliya’ (wali pitu). Diantara wali pitu tersebut adalah :

I - KERAMAT PANTAI SESEH (Pangeran Mas Sepuh) Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar, nama sebenarnya adalah ,Raden Amangkuningrat yang lebih terkenal dengan Keramat Pantai Seseh. Ia merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan Ibunya berasal dari Blambangan (Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di Blambangan. Setelah dewasa Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya mengenai siapa ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, maka ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, dengan niat akan mengabdikan diri. Semula sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali dengan diiringi oleh beberapa Punggawa Kerajaan sebagai pengawal dan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari Kerajaan Mengwi. Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman, karena baru sekali ini mereka berdua bertemu. Akhirnya Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang, sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Pangeran Mas Sepuh setelah mengetahui hal tersebut berkata : "Hai Ki sanak mengapa kalian menyerang kami dan apa kesalahan kami ? Mereka diam tak menjawab, akhirnya diketahui kalau penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada Pangeran Mas Sepuh. Tidak lama setelah kejadian tersebut, Pangeran Mas Sepuh meninggal dunia dan di makamkan di tempat itu juga. Dan sampai sekarang makamnya terpelihara dengan baik dan selalu diziarahi umat Islam dari berbagai wilayah di nusantara. Perlu diketahui bahwa proses ditemukannya Makam Keramat Pantai Seseh dimulai sejak pertama jamaah manaqib yang ada di Bali mendapat petunjuk, yaitu pada Bulan Muharam 1413 H atau 1992 M yang kemudian ditemukan juga makam keramat yang lain :

II - Makam Keramat Pamecutan bernama Dewi Khodijah atau Ratu Ayu Anak Agung Rai berada di Jalan Batu Karu Pamecutan.

III- Makam Pangeran Sosrodiningrat Senopati dari Mataram berada di Ubung dekat terminal bus Denpasar. Adapun sejarah Makam keramat Pamecutan Dewi Khodijah dapat diuraikan sebagai berikut; Dewi Khodijah adalah nama setelah berikrar masuk Islam. Nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai, beliau adalah adik perempuan Raja Pamecutan Cokorda III yang bergelar Batara Sakti yang memerintah sekitar Tahun 1653 Masehi. Diceritakan pada waktu Raja Pamecutan berperang, salah seorang prajurit dapat menahan seorang berkelana di Daerah Tuban Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Bali. Orang yang ditahan tersebut diduga menjadi telik sandi atau mata-mata musuh. Ia lalu dihadapkan pada Raja untuk diusut, akhirnya diketahui bahwa dia adalah Senopati dari Mataram yang sedang berlayar menuju Ampenan Lombok. Namun perahu yang ditumpanginya diserang badai dahsyat yang membuat Senopati Mataram terdampar di Pantai Selatan Desa Tuban. Beliau bernama Pangeran Mas Raden Ngabei Sosrodiningrat, sedangkan para pengiring atau punggawanya sebanyak 11 orang tiada kabar beritanya. Setelah diketahui bahwa tawanan tersebut adalah seorang Senopati dari Mataram, maka Raja Pamecutan meminta kesediaannya untuk memimpin prajurit yang sedang berperang. Raja Pamecutan menjanjikan, apabila perang telah usai dan kemenangan diraihnya, maka Pangeran Sosrodiningrat akan diambil menantu oleh raja. Akhirnya Pangeran Sosrodiningrat bersedia membantu untuk memperkuat pasukan yang ada di medan perang tanpa memikirkan janji Raja, bahkan yang dipikirkan apakah mungkin dapat menikah dengan Putri Raja yang beragama Hindu sedangkan dirinya beragama Islam. Setelah perang tersebut dimenangkan Pasukan Kerajaan Pamecutan, maka Pangeran Sosrodiningrat menikah dengan Dewi Khodijah. Dewi Khodijah setelah dipersunting oleh Senopati Mataram mulai memeluk Islam dan bersungguh-sungguh menekuni dan melaksanakan Ajarannya. Namun, setelah beberapa tahun musibah datang menimpanya. Pada suatu malam yang gelap, sewaktu Dewi Khodijah mengerjakan Sholat Malam dikamar yang pintunya terbuka, secara tidak sengaja terlihat oleh punggawa raja yang sedang berjaga dan terdengar suara Allahu Akbar. Namun yang di dengar Punggawa adalah Makeber, bahasa Bali berarti ; terbang. Setelah sang Punggawa memperhatikan mengenai semua gerakan sholat yang dilakukan oleh Dewi Khodijah yang dinilai oleh punggawa sebagai pekerjaan Leak (orang jadi-jadian yang berbuat jahat), maka dia langsung menghadap Raja untuk melaporkan keberadaan Leak di Kamar Keputren. Raja akhirnya memerintahkan beberapa Punggawa untuk mendatanginya. Saat melihat Dewi Khodijah sedang Sujud, tanpa memikirkan resiko para punggawa menyerbu dengan senjata terhunus dan dihujamkan ke punggung Dewi Khodijah. Darah segar tersembur keatas dari punggung Dewi Khodijah yang terkena ujung tombak. Bersamaan dengan itu, terjadi keanehan yang luar biasa, darah segar Dewi Khodijiah yang keluar dari punggungnya mengeluarkan cahaya terang kebiru-biruan dan dapat menembus dinding atap atas hingga keluar memenuhi udara memancarkan sinar yang menerangi Istana Pamecutan. Bahkan seluruh kota Denpasar menjadi terang-benderang seperti siang hari, semua penduduk terutama keluarga istana, sangat terkejut, termasuk Raja Pamecutan. Setelah diteliti sumber cahaya dan bersamaan dengan itu para Punggawa melaporkan bahwa yang dibunuh bukan Leak tapi orang biasa dan mengeluarkan darah. Saat itu terdengar jeritan dengan ucapan ; makebar makebar, makebar hingga tiga kali, asli ucapan adalah ALLAHU AKBAR hingga tiga kali. Jenazah Dewi Khodijah yang tertelungkup dengan tombak terhujam dipunggungnya sulit diangkat dan dibujurkan, tubuhnya bermandikan darah yang sudah membeku. Keluarga Kerajaan yang ingin menolong mengangkatnya tidak dapat berbuat apa-apa. Jenazahnya tetap sujud tidak berubah, baginda mencari bantuan kepada umat Islam yang ada disana agar mau merawat jenazah putrinya menurut cara Islam. Kemudian umat Islam tersebut segera membantu merawat jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati sampai memakamkannya dan semuanya berjalan lancar. Namun satu hal yang tak dapat diatasi yaitu batang tombak yang menghujam dipunggungnya tidak dapat dicabut, akhirnya atas keputusan semua pihak jenazah dimakamkan bersama tombak yang masih berada dipunggungnya. Dan anehnya batang tombak yang terbuat dari kayu itu bersemi dan hidup sampai sekarang. Hal tersebut dapat dibuktikan apabila berkunjung dimakam Dewi Khodijah.

IV - Keramat di Bukit Bedugul (Habib Umar bin Yusuf al Maghribi)
Makam ini letaknya di kabupaten Tabanan Bali. Makam ini hanya berwujud empat batu nisan untuk dua makam yaitu makamnya Habib Umar dan pengikutnya yang luasnya 4x4 M.

V - Keramat Kusumba, Kelungkung (Habib Ali bin Abu Bakar Al Hamid)
Makam ini terletak di tepi pantai Desa Kusamba Kec. Dawah Kab Kelungkung Bali. Makam ini sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat, baik Umat Islam maupun Hindu. Habib Ali Bin Abu Bakar Al Hamid, sewaktu hidupnya bekerja sebagai guru besar Raja Kelungkung pada masa Pemerintahan Dhalem I Dewa Agung Jambe. Waktu itu beliau diberi seekor kuda untuk kendaraan pulang pergi antara Kusamba dan Kelungkung. Pada suatu hari sewaktu Habib Ali pulang dari Kelungkung sesampainya di pantai Desa Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam secara bertubi-tubi. Habib Ali yang masih berada di atas kudanya tewas tersungkur di tanah bermandikan darah. Akhirnya jenazah Habib Ali dimakamkan ditempat itu juga. Pada malam hari setelah pembunuhan tersebut, terjadi peristiwa yang sangat menggemparkan. Di atas makam Habib Ali Al Hamid, mengeluarkan api yang berkobar-kobar membumbung ke angkasa, semburan api tersebut bergulung-gulung bagaikan bola api terbang untuk mengejar sang pembunuh. Dimana mereka bersembunyi kobaran api terus mengejarnya, sampai dapat membakar mereka satu persatu, tak satu orangpun dari pembunuhnya yang tersisa. Adapun silsilah dari Habib Ali adalah : Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar bin Salim bin Hamid bin Aqil bin Muthohar bin Umar bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman As saqof bin Ali bin Alwi bin Kholaq Qosam bin Muhammad Shohibil Mirbath bin Ali bin Muhammad Faqih Al Muqodam bin Abdullah bin Ahmad bin Isa al Bashori bin Muhammad al Muhajir bin Muhammad Naqib bin Ali Al Aridlhi bin Ja’far Shodiq bin M. Bakir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Ali Kwj suami Fatimah Az-Zahro’ binti Rasulullah Saw.

VI - Keramat Kembar Karang Asem (Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi dan Ali bin Zaenal Abidin Al Idrus)Makam Keramat Kembar Karang Asem terletak di desa Bungaya, Kec. Bebandem kab. Karangasem Bali. Adapun tentang Karomahnya Syeh Maulana Yusuf , yaitu pada tahun 1963 M, sewaktu Gunung Agung meletus mengeluarkan lahar panas menyemburkan batu besar dan kecil serta abu yang menyembur ke atas menjulang tinggi diangkasa menyebar diseluruh Pulau Bali, bahkan sampai di Jawa Timur. Cuaca menjadi gelap gulita, siang hari berubah menjadi malam pekat, lampu sorot mobil yang terang biasa digunakan memandang jarak jauh tidak dapat menembus turunnya hujan abu. Padahal Gunung Agung letaknya di Daerah Karangasem ujung paling timur Pulau Bali. Ini menunjukkan betapa hebat dan dahsyatnya letusan dan semburan yang dimuntahkan oleh Gunung Agung. Sebagian desa porak poranda, banyak rumah roboh, pohon-pohon besar banyak yang tumbang, hujan pasir dan batu kerikil telah menggenangi pulau Bali. Namun, ada yang unik, Makam Syeh Maluana Yusuf Al Baghdi yang di atasnya tertumpuk susunan batu merah yang ditata begitu saja tidak diperkuat dengan semen pasir dan kapur tidak berubah sedikitpun, bahkan tidak sebutir pasirpun yang mampu menyentuhnya.

VII - Keramat Karang Rupit (syeikh Abdul Qodir Muhammad)
Makam Keramat Karang Rupit letaknya di desa Temukus (Labuan Aji) kec.Banjar Kab. Bulelang, Singa Raja Bali. Nama yang dimakamkan adalah syeikh Abdul Qodir Muhammad. Ini sebenarnya hanya gelar, adapun nama aslinya adalah The Kwan Lie, singkatan dari The Kwan Pao Lie, kemudian masyhur dengan gelar syeikh Abdul Qodir Muhammad karena kesalehan dan kebaikan perilaku beliau ra. Demikianlah sejarah Sab’atul Auliya’ di Bali yang diharapkan membawa manfa’at buat kita semua. Keterangan ini disarikan dari buku sejarah wujudnya Makam Saba’tul Auliya’ karangan Toyib Zein Arifin.

Sumber :Telaga ulama.blogspot.com

SYEKH YUSUF AL MAKASARI

 

Syekh Yusuf berasal dari keluarga bangsawan tinggi di kalangan suku bangsa Makassar dan mempunyai pertalian kerabat dengan raja-raja Banten, Gowa, dan Bone. Syekh Yusuf sendiri dapat mengajarkan beberapa tarekat sesuai dengan ijazahnya. Seperti tarekat Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba'alawiyah, dan Qadiriyah. Namun dalam pengajarannya, Syekh Yusuf tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyah dengan Syekh Nuruddin Ar-Raniri dalam abad ke-17 itu.

Syekh Yusuf sejak kecil diajar serta dididik secara Islam. Ia diajar mengaji Alquran oleh guru bernama Daeng ri Tasammang sampai tamat. Di usianya ke-15, Syekh Yusuf mencari ilmu di tempat lain, mengunjungi ulama terkenal di Cikoang yang bernama Syekh Jalaluddin al-Aidit, yang mendirikan pengajian pada tahun 1640.

Syekh Yusuf meninggalkan negerinya, Gowa, menuju pusat Islam di Mekah pada tanggal 22 September 1644 dalam usia 18 tahun. Ia sempat singgah di Banten dan sempat belajar pada seorang guru di Banten. Saat ia mengenal ulama masyhur di Aceh, Syekh Nuruddin ar Raniri, melalui karangan-karangannya, pergilah ia ke Aceh dan menemuinya.
Setelah menerima ijazah tarekat Qadiriyah dari Syekh Nuruddin, Syekh Yusuf berusaha ke Timur Tengah. Beliau ke Arab Saudi melalui Srilanka. Di Arab Saudi, mula-mula Syekh Yusuf mengunjungi negeri Yaman, berguru pada Sayed Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi. Ia dianugerahi ijazah tarekat Naqsyabandi dari gurunya ini.

Perjalanan Syekh Yusuf dilanjutkan ke Zubaid, masih di negeri Yaman, menemui Syekh Maulana Sayed Ali. Dari gurunya ini Syekh Yusuf mendapatkan ijazah tarekat Al-Baalawiyah. Setelah tiba musim haji, beliau ke Mekah menunaikan ibadah haji.

Dilanjutkan ke Madinah, berguru pada syekh terkenal masa itu yaitu Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin Al-Kurdi Al-Kaurani. Dari Syekh ini diterimanya ijazah tarekat Syattariyah. Belum juga puas dengan ilmu yang didapat, Syekh Yusuf pergi ke negeri Syam (Damaskus) menemui Syekh Abu Al Barakat Ayyub Al-Khalwati Al-Qurasyi. Gurunya ini memberikan ijazah tarekat Khalwatiyah setelah dilihat kemajuan amal syariat dan amal Hakikat yang dialami oleh Syekh Yusuf.

Melihat jenis-jenis alirannya, diperoleh kesan bahwa Syekh Yusuf memiliki pengetahuan yang tinggi, meluas, dan mendalam. Mungkin bobot ilmu seperti itu, disebut dalam lontaran versi Gowa berupa ungkapan (dalam bahasa Makassar): tamparang tenaya sandakanna (langit yang tak dapat diduga), langik tenaya birinna (langit yang tak berpinggir), dan kappalak tenaya gulinna (kapal yang tak berkemudi).

Cara-cara hidup utama yang ditekankan oleh Syekh Yusuf dalam pengajarannya kepada murid-muridnya ialah kesucian batin dari segala perbuatan maksiat dengan segala bentuknya. Dorongan berbuat maksiat dipengaruhi oleh kecenderungan mengikuti keinginan hawa nafsu semata-mata, yaitu keinginan memperoleh kemewahan dan kenikmatan dunia. Hawa nafsu itulah yang menjadi sebab utama dari segala perilaku yang buruk. Tahap pertama yang harus ditempuh oleh seorang murid (salik) adalah mengosongkan diri dari sikap dan perilaku yang menunjukkan kemewahan duniawi.

Ajaran Syekh Yusuf mengenai proses awal penyucian batin menempuh cara-cara moderat. Kehidupan dunia ini bukanlah harus ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan sama sekali. Melainkan hidup ini harus dimanfaatkan guna menuju Tuhan. Gejolak hawa nafsu harus dikuasai melalui tata tertib hidup, disiplin diri dan penguasaan diri atas dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia.

Hidup, dalam pandangan Syekh Yusuf, bukan hanya untuk menciptakan keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Namun, kehidupan ini harus dikandungi cita-cita dan tujuan hidup menuju pencapaian anugerah Tuhan. Dengan demikian Syekh Yusuf mengajarkan kepada muridnya untuk menemukan kebebasan dalam menempatkan Allah Yang Maha esa sebagai pusat orientasi dan inti dari cita, karena hal ini akan memberi tujuan hidup itu sendiri.

Sumber : telaga ulama.blogspot.com

SYEKH MAHFUDZ AT-TIRMASI

 

Syekh Mahfudz At-Tirmasi, kelahiran Tremas, Jawa Timur, menjalani karier intelektualnya di Tanah Suci. Di Makkah pula, pengarang produktif ini tutup usia. Meskipun tidak pernah mengajar di pesantren yang didirikan kakeknya, Pesantren Tremas justru dikenal luas berkat reputasi keilmuan Syekh Mahfudz. Apa kehebatannya dalam mengarang kitab?

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tarmasi. Populer disebut Syekh Mahfudz Tremas. Dialah ulama Jawa paling berpengaruh pada zamannya. Lahir tahun 1258/1868 di Tremas, Pacitan, Jawa Timur, Mahfudz menghabiskan sebagian besar hidupnya di Makkah, tempat para kiai Jawa yang paling berpengaruh pada awal abad ke-20 menjadi murid-muridnya. Mahfudz amat berjasa dalam memperluas cakupan ilmu-ilmu yang di pelajari di pesantren-pesantren di Jawa, termasuk hadis dan ushul fiqh.

Meskipun tidak pernah mengajar di Pesantren Tremas, Mahfudz ikut mengangkat nama harum pondok yang didirikan kakeknya dari pihak ayah itu. Abdul Mannan Dipomenggolo, sang kakek, mendirikan Pesantren Tremas pada 1830. Sampai sekarang pesantren tua yang sering dihubung-hungkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini ini masih eksis, dan bisa diakses lewat dunia maya. Sebelum mendirikan pesantrennya, Abdul Mannan belajar di Pesantren Tegalsari asuhan Kiai Kasan Besari (Hasan Basri), yang salah satu muridnya adalah pujangga Ronggowarsito. Setelah itu dia berangkat ke Timur Tengah dan belajar pada Sayyid Muhammad al-Shatta’ di Makkah dan pada Ibrahim Al-Bajuri, syeikh Al-Azhar.

Setelah Abdul Mannan wafat pada 1862, putranya Abdullah menggantikan kepemimpinannya di Pesantren Tremas.
Muhammad Mahfudz adalah putra tertua Abdullah. Dia memperoleh pelajaran dasar agamanya dari sang ayah. Beranjak remaja, dia dikirim belajar ke Makkah. Dia belajar pada seorang ulama penganut mazhab Syafi’i yaitu Sayyid Bakri atau Abu Bakr bin Muhammad al-Shatta’ ad-Dimyati, putra guru kakeknya di Makkah. Sepanjang hayatnya, Mahfudz memang dekat dengan keluarga Shatta’. Keluarga terpelajar ini dari Dimyat, Mesir. Mahfudz bahkan diangkat menjadi anak, dan dikubur di tengah-tengah keluarga Shatta’. 

Mahfudz Remaja juga belajar pada kolega dan sekaligus rival Sayyid Bakri, yaitu Muhammad Sa`id Ba-Basil, yang menggantikan Ahmad bin Zayni Dahlan sebagai mufti Makkah dari mazhab Syafi’i. Dia juga belajar pada sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Makkah, seperti Syekh Nawawi Banten (Nawawi bin `Umar al-Jawi al-Bantani), `Abd al-Ghani al-Bimawi dan Muhammad Zainuddin al-Sumbawi, semuanya mengajar di Masjidil Haram.

Mahfudz tidak kembali ke Nusantara, memilih berkarier di Makkah, tempat dia menjadi guru yang ulung. Sewaktu Abdullah wafat pada tahun 1894 dan adiknya, kiai Dimyati yang menjadi kiai di Tremas. Anak-anak Abdullah lainnya adalah Kiai Haji Dahlan yang juga pernah belajar di Makkah. Sekembali dari Tanah Suci dia diambil menantu oleh Kiai Shaleh Darat Semarang; Kiai Haji Muhammad Bakri yang ahli qira’ah, dan Kiai Haji Abdur Razaq, ahli thariqah dan mursyid yang punya murid di mana-mana.

Kiai Dimyati memang punya andil besar dalam memajukan pesantren Tremas. Tapi, berkat reputasi Mahfudz-lah Tremas menjadi dikenal lebih luas, meskipun, itu tadi, beliau tidak pernah mengajar di sana. Di antara murid-muridnya yang berasal dari Indonesia adalah Kiai Haji Hasyim Asy’ari, Kiai Haji Bishri Syansuri dan Kiai Abdul Wahhab Hasbullah, yang kelak mendirikan Nahdhatul Ulama di tahun 1926. Kita ketahui, ketiga kiai ini merupakan murid Syekh Mahfud yang paling terkenal dan diakui berkat kegiatan politik mereka di Tanah Air.

Dia juga mengajar sejumlah murid, dan beberapa di antaranya menjadi ulama yang berpengaruh, sebut misalnya `Ali al-Banjari, penduduk Makkah asal Kalimantan Selatan), Muhammad Baqir al-Jugjawi, wong Yogya yang juga bermukim di Makkah, Kiai Haji Muhammad Ma`shum al-Lasami, pendiri pesantren Lasem, Jawa Tengah, `Abdul Muhit dari Panji Sidarjo, pesantren penting lainnya dekat near Surabaya.

Memang entah kebetulan atau tidak, nyatanya banyak di antara murid Syekh Mahfudz yang mendirikan pesantren. Kiai Hasyim sendiri adalah pendiri Pesantren Tebu Ireng, dan kiai pertama yang mengajarkan kumpulan hadis Bukhari. Sedangkan Kiai Bihsri, menantunya, pendiri pesantren Tambakberas, yang juga pernah menjadi rais ‘aam PB NU. Kedua kiai besar ini, kita ketahui, adalah engkongnya Abdurrahman Wahid, mantan presiden kita itu.

Penulis Produktif
Syekh Mahfudz At-Tarmasi boleh dibilang penulis produktif. Dia mengarang sejumlah kitab tentang berbagai disiplin keislaman, seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Sayang, banyak karyanya yang belum sempat dicetak, dan beberapa di antaranya bahkan dinyatakan hilang. Salah satu bukunya yang dicetak ulang dan digunakan di pesantren sampai sekarang adalah “Manhaj dhawi al-Nazar”, salah satu karya tingkat lanjut mengenai tata bahsa Arab. Tapi yang paling terkenal adalah “Mauhibah Dzi al fadl” . Kitab fiqh empat jilid ini merupakan syarah atau komentar atas karya Abdullah Ba Fadhl ”Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah”. Kitab ini boleh dibilang jarang diajarkan di pesantren, lebih banyak digunakan oleh kiai senior sebagai rujukan dan sering dikutip sebagai salah satu sumber yang otoritatif dalam penyusunan fatwa oleh para ulama di Jawa.

Dua kitabnya di bidang ushul adalah ”Nailul Ma’mul”, syarah atas karya Zakariyya Anshari ”Lubb Al-Ushul” dan syarahnya ”Ghayat al-wushul”, dan ”Is’af al Muthali”, syarah atas berbagai versi karya Subki ”Jam’ al-Jawami’. Sebuah kitab lainnya mengenai fiqh yaitu ”Takmilat al-Minhaj al-Qawim”, berupa catatan tambahan atas karya Ibn Hajar al-Haitami “Al-Minhaj al-Qawim”.

At-Tarmasi juga menaruh minat pada seni baca Al-Qur’an (qira’ah). Untuk itu pula, dia menulis kitab “Al Fawaid at Tarmisiyah fi Asanid al- Qiraat al Asy’ariyah”, Al- Budur al Munir fi qiraah al-Imam Ibnu Katsir”, ”Tanwir ash Shadr fi Qiraah al Imam Abi ’Amr”, ”Al-Fuad fi Qiraat al Imam Hamzah”, ”Tamim al Manafi fi Qiraat al-Imam Nafi’, dan ”Aniyah ath Thalabah bi Syarah Nadzam ath Tayyibah fi Qiraat al Asy’ariyah.”

Selain itu, ada dua karya lainnya tentang bibliografi dan riwayat pengarangnya. Yakni “Kifayat al-mustafid li-ma `alla min al-asanid, mengenai jalur transmisi (sanad) dari para pengarang kitab-kitab klasik sampai guru-gurunya, dan “As-Saqayah al-Mardhiyyah fi Asma’i Kutub Ashhabina al- Syafiiyah”, kajian atas karya-karya fiqih mazhab Syafi’i dan riwayat para pengarangnya.

Diceritakan dalam kitab “Kifayatul Mustafid “ bahwa Syekh Mahfudz selain masyhur sebagai seorang alim yang khusyu’ dalam ibadah, tawadlu’ dalam tingkah laku, ridha dan sabar didalam sikap, juga sebagai seorang ahli dalam Hadist Bukhari. Beliau diakui sebagai seorang isnad (mata rantai) yang sah dalam pengajaran Shahih Bukhari. Ijasah ini berasal langsung dari Imam Bukhari itu sendiri yang ditulis sekitar 1000 tahun yang lalu dan diserahkan secara berantai melalui 23 generasi ulama yang telah menguasai karya Shahih Bukhari, dan Syeikh Mahfudz a merupakan mata rantai yang terakhir pada waktu itu.

Dalam menulis, konon Syekh Mahfudz ibarat sungai yang airnya terus mengalir tanpa henti. Gua Hira menjadi tempatnya mencari inspirasi. Dia biasa menghabiskan waktunya di gua tempat Nabi menerima wahyu-Nya yang pertama itu. Kecepatan Mahfudz dalam menulis kitab, juga boleh dibilang istimewa. Khabarnya, kitab ”Manhaj Dhawi al-Nazhar” beliau selesaikan dalam 4 bulan 14 hari. Mahfudz mengatakan bahwa kitab ini ditulis ketika berada di Mina dan Arafat.

Mengingat karyanya yang berbagai-bagai itu, tidak berlebihan kiranya jika Syeikh Yasin Al-Padani, ulama Makkah asal Padang, Sumatra Barat, yang berpengaruh pada tahun 1970-an, menjuluki Mahfudz At-Tarmasi: al-alamah, al-muhadits, a- musnid, al- faqih, al- ushuli dan al- muqri. Yang menarik, kitab-kitab karangan Syeikh Mahfudz tidak hanya dipergunakan oleh hampir semua pondok pesantren di Indonesia, tapi konon banyak pula yang dipakai sebagai literatur wajib pada beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah, seperti di Marokko, Arab Saudi, Iraq dan negara-negara lainnya. Bahkan sampai sekarang di antara kitab-kitabnya masih ada yang dipakai dalam pengajian di Masjidil Haram.

Muhammad Mahfudz At-Tarmasi wafat pada hari Rabu bulan Rajab tahun 1338 Hijrah bertepatan dengan tahun 1920 M.

Blow-up:
1. Muhammad At-Tarmasi boleh dibilang penulis produktif. Dia mengarang sejumlah kitab tentang berbagai disiplin keislaman, seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Sayang, banyak karyanya yang belum sempat dicetak, dan beberapa di antaranya bahkan dinyatakan hilang.
2. Di antara murid-murid Syekh Mahfud Tremas yang berasal dari Indonesia adalah Kiai Haji Hasyim Asy’ari, Kiai Haji Bishri Syansuri dan Kiai Abdul Wahhab Hasbullah, yang kelak mendirikan Nahdhatul Ulama di tahun 1926. Kita ketahui, ketiga kiai ini merupakan murid Syekh Mahfud yang paling terkenal dan diakui berkat kegiatan politik mereka di Tanah Air. Dia juga mengjar sejumlah murid, dan beberapa di antaranya menjadi ulama yang berpengaruh, sebut misalnya `Ali al-Banjari, penduduk Makkah asal Kalimantan Selatan), Muhammad Baqir al-Jugjawi, wong Yogya yang juga bermukim di Makkah, dan Kiai Haji Muhammad Ma`shum al-Lasami, pendiri pesantren Lasem, Jawa Tengah

Sumber: telaga ulama.blogspot.com

MENGENANG KH.RADEN ASNAWI KUDUS


Kyai Haji Raden Asnawi itulah nama yang digunakan setelah menunaikan ibadah haji yang ketiga hingga wafat. Adapun nama sebelumnya ialah Raden Ahmad Syamsi, kemudian sesudah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama berganti nama Raden Haji Ilyas dan nama inilah yang terkenal di Mekah.

KH.R. Asnawi adalah putra yang pertama dari H. Abdullah Husnin seorang pedagang konfeksi yang tergolong besar di Kudus pada waktu itu, sedang ibunya bernama R.Sarbinah.

KH.R. Asnawi lahir di kampung Damaran, Kudus pada tahun 1281 H (+1861 M), beliau termasuk keturunan ke-14 dari Sunan Kudus (Raden Ja’far Shodiq) dan keturunan ke-5 dari Kyai Haji Mutamakin seorang wali yang kramat di desa Kajen Margoyoso Pati, yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram.

Masa Mudanya
Sejak kecil beliau diajar oleh orang tuanya sendiri, terutama dalam mengaji Al-Qur’an. Setelah berumur 15 tahun beliau diajak oleh orang tuanya ke Tulung Agung Jawa Timur untuk mengaji sambil belajar berdagang. Sesudah mendapat asuhan dan didikan dari orang tuanya, beliau kemudian mengaji di pondok pesantren Tulungagung, lalu berguru dengan Kyai H. Irsyad Naib Mayong Jepara sebelum pergi haji. Dan 
Selama di Mekah beliau berguru antara lain dengan Kyai H. Saleh Darat Semarang, Kyai H. Mahfudz Termas dan Sayid Umar Shatha.

Menunaikan Ibadah Haji
Sewaktu umur 25 tahun beliau menunaikan ibadah haji yang pertama dan sepulangnya dari ibadah haji ini, beliau mulai mangajar dan melakukan tabligh agama. Diantaranya pada setiap hari Jum’ah Pahing sesudah shalat Jum’ah beliau mengajar ilmu tauhid di Masjid Muria (Masjid Sunan Muria) yang berjarak 18 Km dari kota Kudus, dan ini dilakukan dengan jalan kaki. Beliau berkeliling di masjid-masjid sekitar kota bila melakukan shalat subuh. Kira-kira umur 30 tahun beliau diajak oleh ayahnya untuk pergi haji yang kedua dengan niat untuk bermukim di tanah suci. Di saat-saat melakukan ibadah haji, ayahnya pulang ke rahmatullah, meskipun demikian, niat bermukim tetap diteruskan selama 20 tahun. Selama itu beliau juga pernah pulang ke Kudus beberapa kali untuk menjenguk ibunya yang masih hidup beserta adik yang bernama H. Dimyati yang menetap di Kudus hingga wafat. Ibunya wafat di Kudus sewaktu beliau telah kembali ke tanah suci untuk meneruskan cita-citanya.

Mukim Di Tanah Suci
Semula beliau tinggal di rumah Syekh Hamid Manan Kudus, kemudian setelah kawin dengan ibu Nyai Hajjah Hamdanah (janda Almaghfurlah Kyai Nawawi Banten), beliau pindah tempat di kampung Syamiah Mekah dengan dikaruniai 9 orang anak, tetapi yang hidup sampai tua hanya 3 orang yaitu: H. Zuhri, H. Azizah istri KH. Shaleh Tayu dan Alawiyah istri R. Maskub Kudus. Selama bermukim di tanah suci, disamping menunaikan kewajiban sebagai kepala rumah tangga, beliau masih mengambil kesempatan untuk memperdalam ilmu agama dengan para Ulama besar, baik dari Indonesia (Jawa) maupun Arab, baik di Masjidil Haram maupun di rumah. 

Beliau juga pernah mengajar di Masjidil Haram dan di rumahnya, diantara yang ikut belajar antara lain: KH. Abdul Wahab Hasbullah Jombang, KH. Bisyri Samsuri Jombang, KH. Dahlan Pekalongan, KH. Shaleh tayu, KH. Chambali Kudus, KH. Mufid Kudus dan KH. A. Mukhit Sidoarjo. Disamping belajar dan mengajar agama Islam, beliau turut aktif mengurusi kewajibannya sebagai seorang Komisaris SI (Syarikat Islam) di Mekah bersama dengan kawannya yang lain. Pada waktu beliau bermukim ini, pernah mengadakan tukar pikiran dengan salah seorang ulama besar, Mufti Mekah bernama Syekh Ahmad Khatib Minangkabau tentang beberapa masalah keagamaan.

Pembahasan ini dilakukan secara tertulis dari awal masalah hingga akhir, meskipun tidak memperoleh kesepakatan pendapat antara keduanya. Karena itu beliau bermaksud ingin memperoleh fatwa dari seorang Mufti di Mesir, maka semua catatan baik dari tulisan beliau dan Syekh Ahmad Khatib tersebut dikirim ke alamat Sayid Husain Bek seorang Mufti di Mesir, akan tetapi Mufti Mesir itu tidak sanggup memberi ifta’-nya. (sayang, catatan-catatan itu ketinggalan di Mekah bersama kitab-kitabnya dan sayang keluarga KH.R.Asnawi lupa masalah apa yang dibahas beliau, meskipun sudah diberitahu).

Melihat tulisan dan jawaban beliau terhadap tulisan Syekh Ahmad Khatib itu, tertariklah hati Sayid Husain Bek untuk berkenalan dengan beliau. Karena belum kenal, maka Mufti Mesir itu meminta bantuan Syekh Hamid Manan untuk diperkenalkan dengan KH.Asnawi Kudus.

Akhirnya disepakati waktu perjumpaan yaitu sesudah shalat Jum’ah. Oleh Syeikh Hamid Manan maksud ini diberitahukan kepada beliau dan diatur agar beliau nanti yang melayani mengeluarkan jamuan. Sesudah shalat Jum’ah datanglah Sayyid Husain Bek ke rumah Syekh Hamid Manan dan beliau sendiri yang melayani mengeluarkan minuman. Sesudah bercakap-cakap, bertanyalah tamu itu: “Fin, Asnawi?” (Dimana Asnawi?), “Asnawi? Hadza Huwa” (Asnawi ? Inilah dia) sambil menunjuk beliau yang sedang duduk di pojok, sambil mendengarkan percakapan tamu dengan tuan rumah.

Setelah ditunjukkan, Mufti segera berdiri dan mendekat beliau, seraya membuka kopiah dan diciumlah kepala beliau sambil berkenalan. Kata Mufti Sayyid Husain Bek kepada Syeikh Hamid Manan: Sungguh saya telah salah sangka, setelah berkenalan dengan Asnawi. Saya mengira tidaklah demikian, melihat jasmaniahnya yang kecil dan rapuh. 

Pada tahun 1916 beliau meninjau tanah airnya yang ada di Kudus, serta mengadakan hubungan dengan kawan-kawannya antara lain Bapak Sema’un, H. Agus Salim, Hos Cokroaminoto dan lain-lain dari tokoh SI. Berangkatlah beliau sendiri, sedang anak istri ditinggal di Mekah. Sesampainya di Kudus beliau bersama dengan kawan-kawannya mendirikan sebuah Madrasah yang di beri nama Madrasah Qudsiyyah pada tahun 1916 M. Dan tidak lama kemudian diadakan pembangunan (Rehab) Masjid Menara Kudus yang dilakukan secara gotong royong. Kalau malam para santri bersama-sama mengambil batu dan pasir dari Kaligelis untuk dikerjakan pada siang harinya.

Di tengah-tengah melaksanakan pembangunan itu, terjadi suatu peristiwa huru-hara Kudus pada tahun 1918, dimana beliau dengan kawan-kawannya yang lain terpaksa harus menghadapi tantangan kaki tangan kaum penjajah yang menghina Islam. Itulah sebabnya niat kembali ke tanah suci menjadi gagal, sedang istri dan anak masih di Mekah.

Huru-Hara Kudus
Di tengah-tengah umat Islam mengadakan gotong royong untuk membangun Masjid Menara yang dikerjakan siang dan malam, oleh orang-orang Cina diadakan pawai yang akan melewati depan Masjid Menara. Oleh Ulama dan pemimpin-pemimpin Islam telah mengirim surat kepada pemimpin Cina, agar tidak menjalankan pawainya di muka Masjid Menara, mengingat banyak umat Islam yang melakukan pengambilan batu dan pasir pada malam hari.

Permintaan itu ternyata tidak digubris, bahkan dalam rentetan pawai itu ada adegan dua orang Cina yang memakai pakaian haji dengan merangkul seorang wanita yang berpakaian seperti wanita nakal. Orang awam menamakan Cengge. Pawai Cina yang datang dari muka Masjid Manara menuju ke selatan kemudian berpapasan dengan santri-santri yang sedang bekerja bakti mengambil pasir dan batu dengan kendaraan grobak dorong (songkro). Kedua-duanya tidak ada yang mau mundur. Akhirnya seorang santri yang menarik songkro itu dipukul oleh orang Cina. Dengan adanya pemukulan terhadap orang Islam yang dilakukan oleh orang Cina, ditambah adanya Cengge yang menusuk perasaan umat Islam, maka terjadilah pertikaian antara para peserta pawai orang Cina dengan orang Islam yang sedang bekerja bakti mengambil pasir dan batu.

Sekalipun pertikaian ini dapat dihentikan dan selanjutnya diadakan perdamaian, namun orang-orang Cina belum mau menunjukkan sikap damai, bahkan masih sering melontarkan ejekan terhadap orang Islam yang tengah mengambil pasir dan batu sepanjang jalan yang dilalui dari Kaligelis sampai menuju ke Masjid Manara Kudus. Karena itulah orang-orang Islam terpaksa mengadakan perlawanan terhadap penghinaan orang-orang Cina. Para ulama memandang beralasan untuk menyetujui adanya penyerangan pembelaan, tetapi tidak diadakan pembunuhan terhadap orang-orang Cina, pembakaran rumah maupun perampasan barang-barang milik orang Cina. Tetapi ada pihak ketiga yang mengambil kesempatan untuk mengambil barang-barang orang Cina dan tersentuhnya lampu gas pom sehingga menimbulkan kebakaran beberapa rumah, baik milik orang Cina maupun orang Jawa. Dengan dalih telah mengadakan pengrusakan dan perampasan oleh pemerintah penjajah, maka para Ulama ditangkap dan dimasukkan dalam penjara.

Akhirnya KH.R.Asnawi yang dituduh sebagai salah satu penggerak, dijatuhi hukuman selama 3 tahun. Semula di penjara Kudus, kemudian pindah di penjara Semarang bersama-sama dengan KH.Ahmad Kamal Damaran, KH. Nurhadi dan KH. Mufid Sunggingan dan lain-lain.

Selama Dalam Penjara
Pada saat di penjara, istrinya (Nyai Hj. Hamdanah) beserta 3 orang putra-putrinya datang ke Kudus dari Mekah. Menurut cerita beliau, selama berada di penjara Kudus pada setiap malam Jum’ah, beliau mengadakan berjanjenan (membawa kitab Al-Barjanji) bersama dengan penghuni penjara dan selalu mengadakan shalat jamaah lima waktu. Di samping itu, beliau sempat menterjemahkan kitab Ajrumiyah (ilmu Nahwu) ke dalam bahasa Jawa, sayang karangan ini tidak dicetak dan disiarkan.

Sesudah Keluar Dari Penjara
Sebagai seorang yang memiliki jiwa pejuang, setelah keluar dari penjara beliau langsung terjun di tengah masyarakat untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang pemimpin masyarakat, diantaranya dengan berda’wah mengajar agama dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Diantara ilmu yang diutamakan oleh beliau adalah Tauhid dan Fiqih. Pada tahun 1927 berdiri pondok pesantren yang diasuh oleh beliau di atas tanah wakaf dari KH. Abdullah Faqih dan mendapat dukungan dari para dermawan dan umat Islam di Kudus. Kegiatan beliau dalam melakukan tabligh tidak terbatas daerah Kabupaten Kudus saja, akan tetapi meluas ke daerah lain untuk menyebarkan aqidah Ahlusunnah Wal Jamaah antara lain sampai ke Tegal, Pekalongan, Semarang, Gresik, Cepu, dan Blora. Demikian halnya dalam mengadakan pengajian meliputi daerah Demak, Jepara, dan Kudus. Di pondok pesantrennya sendiri setiap tanggal 14 bulan hijriyah diadakan majelis ta’lim yang disebut Patbelasan, ribuan Muslimin dan Muslimat mendatangi majelis ini. Sayang majelis ini terhenti karena dihapus oleh pemerintah Jepang. Juga setiap tanggal 29 Rabiul Awal beliau menyelenggarakan peringatan maulud Nabi Muhammad Saw. Bersamaan mengadakan majelis khataman Al-Quran baik binnadzar maupun bil-ghaib yang diasuh oleh putranya (HM. Zuhri).

Disamping melayani kebutuhan para santri yang ada di pondok pesantren tentang pengajian kitab, secara khusus beliau juga mengadakan wiridan, antara lain:Khataman Tafsir Jalalain dalam bulan Ramadlan di pondok pesantren Bendan Kudus, Khataman kitab Bidayatul Hidayah dan Hikam dalam bulan Ramadlan di Tajuk Makam Sunan Kudus, Membaca kitab Hadist Bukhari yang dilakukan setiap jamaah fajar dan setiap sesudah jama’ah shubuh selama bulan Ramadlan bertempat di Masjid Al-Aqsha Kauman Menara Kudus. Sampai beliau wafat, kitab ini belum khatam, makanya diteruskan oleh Al-Hafidh KH. M. Arwani Amin sampai khatam.

Sesudah selesai mendirikan pondok pesantren pada tahun 1927 M, pernah datang ke rumah beliau seorang tokoh Belanda yang faham tentang agama Islam bernama Van Der Plas. Kedatangannya di rumah untuk minta agar dilayani dengan bahasa Arab, demikian ujar petugas Kabupaten yang memberitahukan akan datangnya Van Der Plas dan menyampaikan kehendaknya. Adapun maksud Van Der Plas menemui beliau adalah bermaksud minta kesediaan beliau untuk memangku jabatan penghulu di Kudus. Secara tegas penawaran itu ditolaknya, sebab kalau diangkat sebagai penghulu tidak bebas lagi dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar terhadap para pejabat, lain kalau saya menjadi orang partikelir, dapat melakukan amar ma’ruf nahi mungkar terhadap siapapun tanpa ada rasa segan (ewuh pekewuh).

Kegemarannya
Pada masa hidupnya beliau sangat gemar melakukan: Silaturrahim, baik di tempat yang dekat maupun yang jauh, baik terhadap orang tua maupun terhadap yang lebih muda. Amar ma’ruf nahi mungkar, terhadap siapapun terutama terhadap keluarganya asal terdapat hal-hal yang kurang baik apalagi terhadap hal yang nyata-nyata melanggar syara’. Beliau tidak segan-segan memberikan peringatan atau teguran. Ringan tangan bila diundang, asal undangan yang tidak melanggar syara’. Setiap tahunnya asal undangan tiada udzur, beliau pasti hadir dalam upacara Maulud Nabi yang diselengarakan oleh Sayid Ali Al-Habsyi Kwitang Jakarta. Pernah beliau berpesan: “Apabila ada orang yang minta pertolongan dan ada kemampuan untuk memenuhi, laksanakanlah permintaan itu, sebab Allah akan menolongmu”. Selalu memberi nasehat, baik kepada siapa saja terutama kepada anak dan cucunya. Kalau nasehat (pidato) suaranya lantang, sekalipun pahit, keras dan tegas sesuai dengan ajaran syariat di telinga tetapi manis dirasa.

Perjuangannya
Pada tahun 1924 M beliau ditemui oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah Jombang untuk bermusyawarah untuk membuat benteng pertahanan Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Akhirnya beliau menyetujui gagasan KH.A. Wahab Hasbullah dan selanjutnya bersama-sama dengan para Ulama yang hadir di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M mendirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Pada zaman penjajahan Belanda beliau sering dikenakan hukuman denda karena pidatonya yang mempertahankan kesucian Islam serta menanamkan nasionalisme terhadap umat Islam, baik di Kudus maupun di Jepara. Pada zaman penjajahan Jepang pernah dituduh menyimpan senjata api, sehingga rumah dan pondok beliau dikepung oleh tentara Dai Nippon, akhirnya beliau dibawa ke markas, Kempetai di Pati. Pada zaman awal revolusi kemerdekaan terutama pada masa menjelang agresi ke-1, beliau mengadakan gerakan ruhani dengan membaca sholawat Nariyah dan doa surat Al-Fil.

Tidak sedikit para pemuda-pemuda kita yang tergabung dalam laskar-laskar bersenjata berdatangan untuk minta bekal ruhaniyah kepada beliau sebelum berangkat ke medan pertahanan di Genuk, Alastuo dan lain-lain. Oleh Bupati Kudus, Raden Surbakah pernah beliau dimintai untuk menempati pendopo Kabupaten sebagai tempat pengajian dan itu dipenuhi sehingga Bapak Bupati pindah. Majelis pengajian umum yang masih berjalan sampai sekarang ini ialah Sanganan di Masjid Agung Kauman Wetan Kudus dan majelis Pitulasan di Masjid Al-Aqsha Menara Kudus. Pondok Pesantrennya masih berjalan untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan beliau.

Keluarga Almarhum
Sesudah pergi haji yang pertama beliau menikah dengan putri KH. Abdullah Faqih Langgar dalem Kudus bernama Mudasih dan dianugrahi dua orang putra: 
1. HM. Zaini mempunyai 5 orang anak. 
2. Masy’ari mempunyai 2 orang anak. 

Pada waktu bermukim di Mekah beliau menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah (janda almarhum Syeh Nawawi Banten) dan dianugrahi tiga orang anak:
1. HM. Zuhri mempunyai 5 orang anak
2. H. Azizah ( istri KH. Saleh Tayu ) mempunyai 5 orang anak.
3. Alawiyah, mempunyai 6 orang anak

Sewaktu kembali ke Kudus pada tahun 1916, beliau dinikahkan dengan anak keponakan Khatib Khair di Kudus bernama Subandiyah tetapi tidak tidak dianugrahi anak hingga wafat.

Sesudah itu kemudian nikah dengan ibu Muthi’ah mempunyai 2 anak: Siti Budur dan K. Mufadh. Beliau juga pernah menikah dengan Ibu Munijah Damaran dan tidak dikaruniai anak. Sewaktu beliau wafat meninggalkan 3 orang istri, 5 orang anak, 23 cucu dan 18 cicit (buyut).

KH. R. Asnawi Pulang Ke Rahmatullah
Hari Sabtu Kliwon tanggal 25 Jumadil Akhir 1378 H, bertepatan tanggal 26 Desember 1959 M, tepatnya jam 03.00 fajar beliau telah dipanggil pulang ke rahmatullah.

KH.R.Asnawi, seorang ulama besar dan salah seorang pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama wafat dalam usia 98 tahun. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun

Sumber : telaga ulama.blogspot.com