Kebahagiaan Hakiki
Oleh: KH. Ahmad Idris Marzuqi
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
الْحَمْدُ لِلّٰهِ
الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ عَلَى الْإِطْلَاقِ فَاطِرِ السَّمٰوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَبَاسِطِ الْأَرْزَاق. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ الْمَبْعُوْثِ
لِإِتْمَامِ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ
مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ التَّلَاق. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ
اللّٰهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن.
Pembaca yang Budiman…
Kebahagiaan tidak dapat diukur dengan harta, pangkat, jabatan dan
segala macam kemewahan duniawi. Tapi sesungguhnya kebahagiaan itu
terletak pada ketentraman hati seseorang. Banyak orang kaya dengan harta
melimpah, tetapi kekayaannya tidak menjadikan hatinya tenang. Bahkan
sebaliknya, kekayaan yang ia kumpulkan menyebabkan dirinya bersusah
payah untuk mengejar kekurangan. Karena ia beranggapan bahwa harta benda
yang ia miliki masih saja kurang. Allah SWT berfirman:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِر
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur: 1-2).
Demikianlah kebiasaan manusia dalam mengejar harta, memiliki satu
ingin dua, mempunyai dua ingin bertambah menjadi tiga dan seterusnya.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha dan juga berdo’a agar
hati kita selalu diberi ketenangan. Sebab hanyalah di hati yang tenang,
kebahagiaan hakiki itu berada. Sebagaimana ungkapan para ahli hikmah:
الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”
Pembaca yang arif…
Islam tidak melarang seseorang memiliki banyak harta. Yang tidak
boleh adalah ketika manusia diperbudak oleh harta. Sehingga tidak
mustahil, demi mengejar kekayaan, dia mau melakukan apa saja, menerjang
larangan-larangan Allah. Maka dari sini manusia pun menjadi budak harta
karena tujuan hidupnya hanya sepenuhnya demi harta. Ibarat kehausan di
tengah samudera. Menjadi serakah, tak pernah merasa cukup. Rasulullah SAW menjelaskan:
لَوْ كَانَ
لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ
كَانَ لَهُ ثَانِيًا لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ
ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
“Seandainya anak Adam telah memiliki
harta sebanyak satu lembah, pasti ia akan mencari lagi untuk memiliki
dua lembah, dan bila telah memiliki dua (lembah), pasti ia akan mencari
lagi untuk memiliki tiga lembah, dan tidak ada yang dapat memuaskan
(keinginan) perutnya kecuali tanah.”
Dengan kata lain, ia tidak akan pernah merasa puas kalau belum mati dan diapit bumi yang berisikan debu.
Pembaca yang bijak…
Hadist tersebut memperingatkan kita agar jangan sampai terlena oleh
gemerlap/ kemewahan dunia yang disebutkan dalam Alquran sebagai
kesenangan yang menyesatkan (mata’ul ghurur). Kita tidak usah
terpancing oleh kenyataan hidup sehari-hari. Tidak sedikit orang ingin
cepat kaya, tapi tidak mengindahkan tuntunan agama. Akibatnya orang
sering mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara. Padahal
hidup ini sebenarnya bagaikan perputaran sebuah roda, hari ini kaya,
bisa saja besok miskin. Ada saat datang, ada saat pergi. Ada yang lahir,
ada yang mati. Hari ini pegang jabatan, besok mungkin dibebastugaskan.
Siapa tahu? Allah berfirman:
وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ … الآية
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran)
itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran)…,” (QS. Ali Imran: 140)
Pembaca yang setia…
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa kunci kebahagiaan adalah
ketenteraman hati. Salah satu dari beberapa hal yang menenteramkan hati
yaitu qona’ah. Qona’ah artinya ridla, menerima segala
kekurangan yang ada pada dirinya. Selalu menyukuri apa yang telah
diberikan Allah kepadanya. Orang yang bersifat qona’ah memiliki pendirian bahwa apa yang ada pada dirinya merupakan yang paling baik dan itu adalah anugerah Allah.
Qona’ah bukan berarti bermalas-malasan, tidak mau
ikhtiar, apalagi putus asa. Tetapi sebaliknya, harus tetap ikhtiar. Dan
apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, dia tetap ridla
menerima hasil tersebut, tetap bersyukur dan lapang dada dengan apa yang
telah diberikan kepadanya. Sikap demikian inilah yang disebut qona’ah, yang dapat mendatangkan ketenteraman hidup. Rasulullah bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وقَنَّعَهُ اللّٰهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang masuk
Islam, dan diberikan rizki yang cukup, dan ia merasa cukup dengan
apa-apa yang diberikan Allah kepadanya.”
Qona’ah merupakan sifat seorang muslim sebagai pengendali
agar tidak terjerumus dalam keputus-asaan dan tidak serakah, karena
keduanya sangat dilarang agama. Sebab pada hakikatnya kekayaan itu
terletak pada hati seseorang, bukan pada harta yang dimilikinya.
Rasulullah bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، لَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”
Wallahu a’lam bis shawab.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
*disarikan dari Majalah MISYKAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar